ATTA DAN MATTA
(diilhami dari ensiklopedi Harun Yahya terbitan SIGMA)
“Atta, cepat!” komandan Patta berseru. Atta
cemberut. Bergegas-gegas ia memanjangkan langkahnya mengejar Matta.
Matta memanggul selembar daun dengan gagahnya.
Ia melangkah tegap dan cepat. Seolah-olah tak ada beban apa pun di pundaknya.
Atta sungguh heran. Dari mana Matta mendapat kekuatan sebesar itu? Jarak antara
kebun dan sarang cukup jauh. Membawa selembar daun, yang jauh lebih besar dari tubuhnya sendiri, bukan hal yang mudah.
Matta
berhenti, dan menoleh.
“Ayolah,
Atta. Cepatlah sedikit!”suara keras Matta mengejutkan Atta. Ia semakin
bergegas. Badan terasa lelah, tapi masih harus terus bekerja. Oh, oh, menjadi
semut pekerja, sungguh tak enak!
Matta merendahkan tubuhnya. Atta melompat dengan
sigap ke atas punggung Matta, kemudian melompat lagi ke atas daun. Tubuh Matta
besar dan gagah. Berat badan Atta yang kecil pasti tidak berarti bagi Matta.
“Siap?”
Matta bertanya.
“Siap,
mari berangkat!” Atta berteriak lantang. Berteriak lantang membuat Atta merasa gagah.
Matta
mulai berjalan. Tangannya memegang daun
erat-erat. Langkahnya mantap dan tegap. Matta memang sangat bertanggung
jawab. Ia akan berjalan membawa daun itu
menuju sarang tanpa berhenti.
Atta
berayun-ayun seiring langkah Matta. Panas menyengat tubuhnya. Angin yang bertiup
kadang-kadang membuat Atta oleng. Lama-lama, Atta merasa mengatuk. Angin yang
bertiup sepoi-sepoi membuat mata Atta terasa berat.
“Berhentilah
sebentar, aku mengantuk!” kata Atta pada Matta.
“Tidak
bisa, daun ini harus tiba tepat waktu. Kalau berhenti, kita akan membuat
teman-teman menunggu,” kata Matta tegas.
“Ayolah,
berhenti barang sebentar tidak akan membawa masalah,” desak Atta lagi.
“Tidak
bisa,” Matta menjawab tak kalah tegas.
Atta
sungguh jengkel. Matanya juga semakin
terasa berat.
“”Jangan
tidur, kau harus menjagaku !” Matta mengingatkan. Ya, ya, Atta sungguh tahu
tugasnya. Ia berada di atas daun untuk menjaga Matta dari lalat pemangsa. Lalat pemangsa itu akan menyimpan telur di kepala semut pekerja. Telur itu akan
melukai kepala semut sedikit demi sedikit.
Matta
masih saja berjalan. Atta semakin mengeratkan pegangannya. Atta menguap.
Sekali. Dua kali. Tiga kali. Berikutnya, Atta terpejam. Tubuhnya bersandar dengan nyaman di lekuk daun
yang lebar.
Tiba-tiba,
ada suara berdengung-dengung. Semakin lama dengung itu semakin dekat. Atta
bangun dengan terkejut. Seekor lalat pemangsa terbang sangat dekatnya. Oh, oh,
bahaya!
Lalat
itu terbang mengelilingi Matta dan Atta. Dari sebelah kiri, ia berpindah ke
kanan. Sesekali terbang rendah, sikapnya mengancam dan memberikan isyarat
berbahaya.
Atta
cepat-cepat berdiri, mengawasi lalat itu. Ia mengangkat tangan dan kakinya
tinggi-tinggi. Rahangnya yang setajam gunting bergerak-gerak menakut-nakuti.
“Awasss!”
Matta kembali berteriak. Atta berbalik. Ternyata ada lalat lain yang mendekat
dari arah belakang. Lalat itu lebih besar dari lalat yang pertama.
“Pegang erat-erat!!” Matta mempercepat
langkahnya. Ia meliuk-liuk di sea-sela ranting dan daun-daun kering di batang
pohon besar yang sedang mereka susuri.
Atta
mengibaskan tangannya, mengusir lalat yang terbang rendah. Dapat! Satu lalat
terbang menjauh dengan sayap yang sobek.
Masih
ada satu lalat lagi. Lalat yang lebih besar. Ia tampak ganas sekali. Kepakan
sayapnya menimbulkan suara-suara bising
yang menakutkan. Atta berdiri tegap.
Tangannya terentang lebar Kepalanya tegak, dengan rahang tajam yang menganga.
Ayo, mendekatlah! Rasakan senjataku ini, kata Atta dalam hati.
Lalat
itu meluncur . Tepat saat mendekat, Atta menyerang sayapnya, mengguntingnya
dengan cepat! Tapi hentakan sayap itu juga membuat Atta jatuh terbanting ke tanah.
Saat
siuman, Atta telah berada di sarang kembali. Matta menungguinya di sebelah.
“Maafkan
aku, aku sudah melalaikan tugasku,” kata Atta sedih.
“Siapa bilang? Kau sudah
menyelamatkanku dari lalat itu Kau
hebat!” kata Matta dengan semangat.
Atta senang mendengarnya. Lain
waktu, Atta akan lebih bertanggung jawab
menjaga. Tidak mengantuk, apalagi mengeluh!
Tidak ada komentar: