MENGAJI

Senin, Desember 14, 2015
"Guru disini pintar mengaji, Bu," kata rekan saya, dahulu, di sebuah sekolah negeri.
    Satu semester saya disana, belum pernah saya temukan pengajian khusus guru.
Ketika daftar nilai raport saya dikembalikan, saya baru paham apa maksudnya.
Nilai raport yang saya setor itu berwarna-warni. Sebagian kecil saja, antara 70 sd 75.
Sebagian besarnya, antara 50 sd 60. Ada juga yang 40 sampai dengan 50.
 

Memang itulah capaian anak-anak selama saya mengajar.
Ternyata ditolak.

Tidak boleh, harus sesuai KKM. Berapa KKMnya? 70.
Inilah mengaji. Mengarang biji.
Saya pusing. Nilai yang hanya 50 harus naik jadi 70?
Dicoba diberi remidi. Hasilnya sama saja.


Let me descibe the students.
Di sekolah saya itu, hampir kebanyakan siswanya dari kalangan sederhana. Satu kelas yang punya kamus tidak sampai lima. Di perpustakaan sekolah juga tidak ada kamus. (Menginjak tahun kedua, saya mencari donatur untuk membeli kamus dan dihibahkan ke perpustakaan sekolah).
Materi bahasa inggris smp itu berhubungan teks. Teks deskripsi, narasi, teks report, dll.
Anak-anak yang minat bacanya sangat rendah itu dipaksa menelan teks bahasa inggris, memahami isinya, menjawab pertanyaan, dll.

Membuat mereka paham kata bahasa inggris itu satu masalah. Membuat mereka bisa memahami pokok pikiran dalam bacaan itu hal lain. Dua-duanya mereka lemah.
Jadi... Ya sudahlah.

Saya mencoba menaikkan minat baca mereka. Koleksi majalah Annida, Tarbawi, Intisari, Ummi saya bawa ke sekolah. Saya menggotong buku-buku itu ke kelas. Saya minta mereka mengisi waktu dengan membaca.

 Kembali ke mengaji, mengarang biji.
Nilai itu akhirnya saya upgrade. Dan itu selalu dilakukan. Karena di kurikulum 2006 ada yang namanya KKM.
Apakah di kurikulum 2013 bisa bebas memberi nilai?

Tidak.

Karena jika diberi nilai apa adanya, akan banyak anak-anak tidak naik. Jika tidak naik, sekolah malu. Dinas pendidikan akan malu.
Pemerintah kabupaten juga akan menegur.
Saya merasa tidak punya daya di pemberian nilai raport.
Ada batasan yang tidak bisa dilanggar.

Maka power guru ada pada prosesnya.

Jadi, mari berjibaku pada prosesnya.
Mendorong anak-anak untuk bersungguh-sungguh dalam belajar ketika di kelas. Memotivasi mereka untuk tidak menyontek saat ulangan.
Memperbaiki sikap dan pola pikir tentang belajar dan tujuannya.


Ini jalan panjang.Selamat berjuang. MERDEKA!

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.