NUN DAN TEST POTENSI AKADEMIK

Senin, Desember 14, 2015
Catatan 18 Juni 2015

"Anak saya menangis di kamarnya, setelah pengumuman NUN," cerita seorang bapak guru di sebuah SMA negeri. Kami, saya dan beberapa bapak ibu guru, tengah berbincang tentang NUN dan pendaftaran SMA/SMK negeri.

Anaknya adalah sahabat anak saya ketika di Sdit Ar Ruhul Jadid. Di sekolah itu, kejujuran dijunjung tinggi. Menyontek adalah kebiasaan tabu dan memalukan. Sempat ada wali murid yang menyayangkan sekolah karena tidak ada 'bantuan' bagi siswa saat UN. Saya tahu apa maksud 'bantuan' itu. Sesuatu yang lazim dilakukan di sebagian besar sekolah.

Kembali ke cerita bapak guru tersebut.
"Anak saya ditawari kunci jawaban oleh teman-temannya. Harganya sekian ratus ribu. Tapi dia tidak mau. Mungkin apa yang ditanamkan ketika SD membekas dalam dirinya. Dia menangis karena nilai teman-temannya jauh diatasnya, 36 sekian. Sementara nilai dia hanya 33. Saya memberinya penguatan kembali," katanya lagi.

Saya ingat Nabila dan sekolahnya, SMP Ar Rohmah Batu. Salah satu rekan saya pernah menjadi pengawas ujian di sekolahnya.

 "Anak-anaknya gak ada yang ngerpek (nyontek, pen), bu Umi. Setelah mengerjakan, mereka gak ada yang usrek, tanya-tanya jawaban. Mereka malah tidur sampe bel,"kata beliau.

Saya jadi ingat satu SMP negeri. Nilai-nilai sebagian besar siswa menjadi sangat fantastis. Mereka yang sehari-harinya bahkan tidak tahu vocabulary sederhana, tiba-tiba mempunyai nilai bahasa inggris delapan dan sembilan. Nilai lainnya juga sangat menakjubkan.

Lucunya, ketika siswa baru masuk, dengan nilai yang sama fantastisnya, satu dua guru mengeluhkan 'lugu'nya siswa-siswa itu.
"NUNnya tinggi-tinggi, tapi diajarin gak bisa-bisa. Nggarai mangkel!" celetuk mereka.
"Impas, bu. Kita menipu SMA dengan perolehan NUN anak-anak kita yang bagus, dan kita ditipu SD. Lunas, kan?" goda saya. Hehehehe.

Kembali ke cerita awal.
"Dia ingin masuk mana, Pak?" tanya saya. Bapak guru itu menyebutkan sekolah almamater saya. Hmm, tujuannya sama dengan anak saya.
"Kan ada test kemampuan dasar dan test potensi akademik?" kata saya lagi.
"Halah buuu... Kunci jawabannya loh sudah beredar!" tukas guru lainnya.

Astaghfirullah... Serius, nih?
Lalu mengalirlah cerita dari guru SMA favorit itu. Sebagian siswanya masuk dengan nilai tinggi, tapi kemampuan aslinya ternyata jauh panggang dari api. Tidak jauh beda dengan yang pernah saya alami, ternyata.

Kunci jawaban ujian nasional dulu beredar. Kunci jawaban TPA/TKD konon juga sudah beredar.
Jadi, piye?
*mau dibawa kemana negeri kiitaaaaaaa*

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.