KISAH DUA SAMPAI EMPAT
Saya mau cerita (lagi). Masuk ke
kisah dua. Kisah satunya, sudah diposting di fb di sini :
Kisah dua:
Suatu pagi yang
gelap, matahari belum bersinar. Aku melaju menembus kabut dingin. Dingin
sekali. Suasana mencekam. Hihihihihi. Siapa, kuntilanak? Bukan laaah Kuntilbibi? Emang ada kuntilbibi? Ah, kamu mah ngaco!
Di tepi jalan
tertentu, saya berhenti.Ada penjual sayur mayur yang sudah siap berjualan sejak
pukul empat pagi. Ibu dan anak ini mengampar jualannya di atas trotoar. Semula di
depan sebuah toko busana, lalu pindah ke sebelah selatannya. Konon ketika masih
di depan toko busana itu, mereka sering mendengar suara-suara asing dari dalam
toko. Entah suara apa, yang pasti bukan suara saya. Beneran.
Pagi itu, saya
membeli ayam untuk sarapan anak-anak. Sang ibu menghitung total belanjaan.
“Itu ada pisang
Bu, eh , kok Ibu. Mbak-mbak kok dipanggil Bu, seh. Itu Mbak, pisangnya bagus-bagus,” katanya, sambil tangannya
sibuk merogoh tasnya mencari uang untuk kembalian.
Saya
senyum-senyum dipanggil Mbak. Terima kasih, Bu. Tersanjung sekali ikke..
Abaikan bahwa
itu shubuh yang sepi, dan lampu penerangan separuh-separuh.
beginilah penampakan di waktu malam.. |
Kisah tiga:
Suatu hari,
dikala kita duduk di tepi trotoar.
Dan memandang,
es degan yang menggugah seleraku.
Air gula
dituang ke gelas yang besar.
Getar seluruh
haus, melenyap saat itu.
Es deganku ini,
janganlah engkau habiskan...
Sebentar, waktu
baca kalimat diatas, pakai nada lagu ‘kemesraan’? Haha. Sama edannya sama saya,
ternyata.
Namanya warung
es degan Mbah Yo. Saya dan anak-anak sesekali mampir ke sana sepulang sekolah.
Adanya di dekat perempatan SMA 2, ke selatan. Sebelah situ, iya. Tahu, kan? Kalau
gak tahu, gak usah sedih.
Suatu siang,
berdua dengan Hafidz, saya mampir. Waktu itu, saya pakai batik ungu, dengan
kerudung ungu. Saya sampaikan ini, untuk memberikan info bahwa hari itu saya
tampak cerah. KArena batik dan kerudung ungu, saya tampak unyu-unyu.Tampak, lho. Jangan tertipu.
Saya tengah
mengantri, berdiri, sambil memperhatikan ibu penjual mewadahi es pesanan saya.
Sebuah mobil menepi, di selatan warung.
Lalu bapak-bapak separuh baya keluar. Beliau berdiri di sebelah saya.
Saya merasa
sang bapak sejenak mengamati saya. Bukan ge-er, tapi memang beliau memandangi
saya. Saya tidak balas memandang. Kalau kami saling pandang, kok seperti
cerita-cerita jatuh cinta.
“Putrinya, Bu?”
tiba-tiba beliau menanyai ibu penjual, sambil menunjuk saya.
Kali ini, saya
saling pandang. Dengan bapak itu? Bukanlah, dengan ibu penjual. Sama-sama
tersenyum. Senyum geli dan terkejut.
“Bukan, Pak.
Ini Bu Umi. Anak saya belum pulang, kampusnya belum libur,” jawabnya.
“Semester
berapa?” Sang Bapak tanya lagi.
“Semester lima.”
What? Mahasiswi?
Saya dikira putrinya yang masih mahasiswi?
Aih, saya salto jangan? Jangan? Tapi saya kege-eran luar biasa. Mahasiswi?
Aih, terima kasih Bapak. Hari ini Bapak berpahala, karena sudah membahagiakan
saya.
Ketika saya cerita suami, sambil ketawa dia bilang :
”Bapak itu lupa
gak pakai kacamata.”
Wekekekek... Abaikan saja fakta itu. Yang penting
hepiiii!
Kisah empat:
Kisah di
sekolah, nih. Sabtu, adalah hari berseragam pramuka. Sebetulnya tidak ada jam
mengajar di hari itu. Tapi saya, sebagai guru yang baik dan rajin, tetap masuk
dan mendekam di perpus.
Pertama kali
memakai seragam pramuka, saya masuk ke kelas. Anak-anak terkejut, dan tertawa.
Mereka mengira saya siswa.
Siang itu, jam
pulang sudah berbunyi. Anak-anak lalu lalang menuntun sepeda motornya menuju
gerbang. Saya hendak menuju toko
sekolah. Biasa, siang hari, waktunya alarm perut berdering.
Ketika turun
dari undak-undakan, di depan saya, berjarak sekitar enam meter, bapak waka
berjalan ke arah saya. Di samping saya, para siswa melintas bergantian.
Saya tersnyum
sambil mengangguk pada bapak Wakil kepala sekolah itu. Dia tersenyum tipis,
tipis sekali.
Ketika
berpapasan, senyumnya melebar.
“Tak kira
siswa, Bu,” katanya, sambil tertawa.
Nah, nah. Yang
ini shohih. Sebab ini siang hari.
Salto jangan? Jangan,
ah. Malu. Masa ibu-ibu salto.
Umiiii, unyuuu...
BalasHapusUmiiii, unyuuu...
BalasHapusTerbukti kan..kalo jd guru selalu keliatan awet muda dan awet unyuuu...
BalasHapusIbu2 unyu 😀
BalasHapusBu Ummi...
BalasHapus