BUKU ADALAH WASILAH

Selasa, April 24, 2018
Kemarin, 23 April, adalah Hari Buku, ya? Baru ngeh setelah intip FB tadi siang. Sudah beberapa hari tak tengok beranda FB. Sepi. IG? Aih, sepertinya berdebu. Teras dan berandanya perlu disapu, agar menyingkir laba-laba. Hubungan IG berlaba-laba dengan buku? Tak ada. Adanya di bacaan dan pola pikir.
Bisa juga tengok rumah tulisan Mak Sugi.

PERPUS ABAD KE 15
Di koran Republika edisi Ahad, 15 April 2018, ada artikel tentang tiga perpustakaan besar. Diambil dari Medival Islmaic Civilization, yang didalamnya mengutip pendapat tkoh abad ke-15, Al-Qalqashandi. Beliau adalah sekertaris kesultanan Mamluk. Apa dan bagaimana Kesultanan Mamluk, cari sendiri, yes.
Menurut Al Qalqashandi, ada tiga perpustakaan terbesar adalah Baytul Hikmah di Baghdad, perpustakaan Dinasti Fathimiyyah di Mesir, dan perpustakaan Kordoba milik DInasti Umayyah.
Yang menarik, ditulis disitu bahwa kebaisaan para penguasa menggemari pustaka sudah sejak lama ada. Ada yang mengumpulkan pelbagai naskah dari Yunani, Latin, Cina, Sansekerta , Persia dan lain-lain, lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Bahkan ada perang yang berkahir dengan perundingan yang menjadikan penyerahan buku sebagai syarat.
Salah satu penguasa Dinasti Umayyah adalah Sultan Al Hakam II. Dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan yang mempunyai koleksi buku pribadi hingga 600 ribu buku. Wow, 600 ribu buku! Seberapa besar ruang perpus pribadinya, ya? Perpus mini di rumah kami memiliki koleksi sekitar 1500 judul saja. Yang cuma segitu, perlu ruang sekitar 5x 5 meter persegi.



Bagaimana dengan 600 ribu judul koleksi pribadi? Berapa banyak dana dihabiskan? Amazing dah. MasyaaAllah.
Hiks, tiba-tiba saya jadi sedih. Ingat percakapan saya dengan satu dua rekan.
Saya : “Buku ini bagus, Bu.”
Fulanah : “Berapa harga?”
Saya : “ Sekitar 100 ribu.”
Fulanah : “Mahalnya.”
Dan saya melongo. Bukan apa-apa. Saya tahu harga sepatu yang dipakainya jauh lebih mahal. Belum lagi cincin dan gelang emasnya. Hiks, hiks.

YOU ARE WHAT YOU READ
Konon menurut Imam Syafii, ada tiga hal yang membedakan kualitas satu orang dengan lainnya. Pertama, siapa temannya. Kedua, apa yang dilakukan. Ketiga, apa yang dibaca.
Apa yang dibaca akan menentukan isi kepala. Isi kepala, akan menentukan sikap. Sikap membentuk karakter.
Bacaan juga mempengaruhi keberpihakan.
Salah satu murid saya, menyodorkan buku yang berisi buah pikiran seseorang tentang agama dan sikap beragama.
“Kamu butuh diskusi banyak jika baca buku itu. Hati-hati,” begitu wanti-wanti saya. Kebetulan saya sudah baca buku tersebut.
Bagi saya, buku itu ‘menuliskan pemikiran tentang agama yang mengkhawatirkan’. Si penulis tidak konsisten, berusaha tampak religius namun pada saat yang sama memiliki pemahaman yang rancu dan ambigu. Melepaskan agama dari konteks kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Bahasa sederhananya, cenderung sekuler. Ini tentu sangat subyektif, ya. Jadi, saya yakin, bacaan juga menentukan keberpihakan. Dalam konteks yang lebih kompleks dan dalam. Pilihan keberpihakan ini sangat ditentukan oleh pengalaman dan wawasan.

Pengalaman di bawah ini menjadi contoh sederhana.
Seorang teman mengajak bertemu. Belum disepakati kapan dan dimana. Qodarullah, saya bertemu dengannya di toko buku. Kami lalu mampir ke kafe terdekat dan berdiskusi.
Salah satu bagian percakapan kami adalah ini:
Dia : “Saya baca buku karangan fulan, tentang Wahabi.”
Saya : (mesem-mesem saja)
Dia : “Dalam buku tersebut, gambaran orang yang dianggap Wahabi sungguh seram. Jahat-jahat dan penuh tipu daya. Buruk semuanya. Saya tahu panjenengan Wahabi (lho, saya gak merasa Wahabi...). Tapi panjenengan jauh dari gambaran dalam buku itu…”
Saya : (tertawa agak lama). “Dalam buku itu, bagaimana cikal bakal orang-orang yang dianggap Wahabi itu?”
Lalu diskusi mengalir. Apa yang dibacanya, bertemu dengan apa yang pernah saya baca juga. Tentu ini bukan diskusi ilmiah yang representatif. Ini cuma diskusi dua perempuan yang sama-sama punya pemahaman dan pengalaman terbatas. Tapi terasa asyik. Sebab jauh dari gontok-gontokkan, atau debat kusir.

Saya sangat percaya semua tulisan bermisi. Berpihak. Maka memilih bacaan, memungkinkan kepala kita berpihak juga. Ini contohnya. Salah satu siswa sekolah lain berlatih menulis puisi di rumah. Dia akan mengikuti seleksi tingkat kabupaten.
Muncul kalimat demikian dalam diskusi kami :” Politik itu jahat.” Lalu mengalirlah apa pendapatnya tentang aktivitas politik. Diberinya contoh-contoh riil.
Saya cuma bilang : “Itu pemikiran sekuler. Kita sudah sangat dipengaruhi oleh pemahaman bahwa berpolitik itu tidak bisa bercampur dengan agama.” Konsep politik dalam agama itu satu hal. COntoh kasus yang terjadi di sekeliling adalah hal lain. Tidak berarti ketika tokoh Islam (dianggap) gagal menunjukkan etika berpolitik secara islami, maka konsep politik Islam lalu dianggap buruk.

Pendapat saya itu tentu sangat dipengaruhi oleh apa yang saya baca. Buku HAMKA, M Natsir, Yusuf Qordhowy, tentu menyumbang poin hingga pemikiran saya menjadi demikian. Juga kisah para shahabat, sirah nabawiy, buku-buku Sayyid Qutb, dan lain-lain.

Apakah tidak suka membaca buku lain? Kami punya koleksi Enyd Bliton lumayan lengkap. Ada buku Road Dahl. Ada buku JK Rowling, Agatha Christie, Alfred Hithcock, Khaleed Khosseini (penulis Kite Runner). Ada judul Totto Chan, To kill A Mocking Bird, Samurai, Geisha. Tentu juga ada Andre Hirata, Tere Liye, Asma Nadia, Kuntowijoyo. MAjalah Bobo dan Intisari kami beli tiap terbit. Republika menjadi pilihan koran sehari-hari. Ensiklopedi pengetahuan macam-macam. Mulai dari untuk balita hingga pengetahuan umum.

Beberapa penulis yang vulgar, masuk dalam daftar cekal. Tak kami beli. Sebab kami yakin, bacaan adalah gizi otak dan hati.
Alhamdulillah, anak-anak suka membaca. Di dekat kasur mereka, lazim ada dua hal : buku bacaan dan Al Quran.
Buku dan bacaan, perlu diperjuangkan sebagai wasilah menaikkan semangat beragama dan beramal.
Menguasai dunia perlu ilmu. Menyelamatkan diri di akhirat kelak juga butuh ilmu. Dan gerbangnya adalah membaca buku.
Semoga buku bisa menjadi wasilah ke surgaNya.

4 komentar:

  1. Aamiin. Masya Allah 1500 buku itu sudah luar biasa Mak. Cita-citaku pengen bikin perpustakaan umum juga. Tapi belum kesampean hihi. Doain ya Mak mudah-mudahan nanti bisa tercapai :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga Allah mudahkan mimpimu, Mak. Mimpi yang mulia sangat...pakai bingiiits. Semangat, berjuang! Sst, kalau ada info buku murah, kabar-kabar yesss...

      Hapus
  2. Buku itu investasi batin.Tidak ternilai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepakat sekali... Investasi batin yang bertahan lamaaaa sekali. Terima kasih mak SUgi, sudah mampir dan komen...

      Hapus

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.