ELAF : EI LAF YU!

Selasa, Maret 03, 2020
Pertama mendengar kabar Mas Budi mendapat kesempatan umroh, hati berbuncah syukur. Tahun 2018 saya pernah sampaikan begini:
"2019 aku ke Malaysia."
Mas Budi tersenyum dan bertanya, "Bagaimana caranya?"
"Gak tahu, pokoknya berangkat."
Qadarullah, awal Maret 2019 saya berangkat ke Malaysia bersama 8 guru bahasa Inggris dalam rangka short-course di Universiti Malaya.

Sekian pekan pulang dari Malaysia, saya bilang:
"Tahun depan, ke negara xx, tapi ke Mekkah dulu sebelumnya."
Mas Budi kembali berkomentar: "Bagaimana?"
"Wallahu'alam, pokoknya berangkat."
Saya terapkan undang-undang pokok dalam hal mimpi besar. Pokoknya terserah Allah SWT bagaimana cara saya berangkat. Yang penting yakin berangkat. Urusan dana, cara, waktu, biar Allah SWT yang menentukan. Jika bersandar pada kemampuan pribadi, seolah-olah kemungkinan itu kecil; kecil sekali. Tidak tercapai? Tidak apa-apa. Ingat petuah seorang ustadz kepada kami berdua : tugas kita hanya taat, urusan hidup kita selebihnya, serahkan pada Allah SWT.

Kepastian keberangkatan umroh didapat di pekan ketiga Januari.
Hati suka cita nian. Seperti mimpi, bahwa Allah SWT wujudkan harapan secepat ini. Hadiah luar biasa jika mengingat kelemahan, khilaf, kesalahan dan dosa selama ini. MasyaaAllah.
Salut dan doa terbaik bagi Ibu Laila, selaku donatur program umroh ini. Terima kasih banyak bagi manajemen Al Hikmah yang telah memberikan kesempatan kepada Mas Budi mengunjungi tanah suci.
MasyaaAllah, mereka adalah wasilah yang Allah SWT berikan hingga saya pun bisa bersama berangkat.

"Travel apa, Yah?"
"Belum dikabari."
Saya menunggu berita selanjutnya.
Saya penasaran, travel apakah yang akan membimbing dan menemani kami dari proses awal hingga akhir.
Besar harapan bahwa travel kami nanti benar-benar travel yang mampu membuat kami memaknai perjalanan ruhani dalam umroh.
Tiba saat pembekalan manasik.
Diadakan tanggal 8 Februari 2020. Kami berangkat pagi-pagi ke Lamongan.
Di hotel Grand Mahkota, telah siap kru Elaf dengan balutan seragam yang elegan. Saya menunggu penuh penasaran, bagaimana jalannya manasik nanti dilangsungkan.

Pembukaan, belum apa-apa, kesyahduan sudah menyergap hati. Berikutnya terasa mengharu biru. Persiapan ruhani dimulai dengan mengingatkan pada kecintaan Rasulullah Saw kepada ummatnya. Sentuhan sebagian kecil siroh nabawy ini menyulut kerinduan yang membesar terhadap sosok Beliau. Di sinilah semakin yakin, bahwa perjalanan umroh ini bukan perjalanan fisik biasa. Ia adalah perjalanan taubat, perjalan ampunan, perjalanan perbaikan, perjalanan Sirah, dan perjalanan dakwah.
Saya menciut. Betapa banyak celah maksiat menimbun pekat. Selipan amarah membatu di kalbu. Silih berganti rasa itu dengan keinginan bersabar dan bertaubat. Jatuh bangun menata niat, agar perjalanan ini tidak sia-sia.
"Jaga hati, kita mau umroh." Begitu nasihat mas Budi berkali-kali. Dan terasa betul bagaimana sulitnya mengontrol berbagai peristiwa agar tidak membuat hati melenceng dari niat semula. Pada shahabat saya pamit, memohon maaf atas segala kesalahan. Juga pada yang saya anggap perlu meminta maaf. Sebagian besar merespon dan mendoakan. Ada juga yang sama sekali tidak memberikan tanggapan.
"Fokus pada ibadahnya." Mas Budi menguatkan dengan sejuk.
Baik. Serahkan semua pada Allah SWT, Zat Yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi hambaNya.
Elaf membantu saya menatanya kembali dalam manasik, agar bening awal perjalanan ini. MasyaaAllah, tabarakallah.

Sepanjang perjalanan, kami ditemani Mbak Rima, Kyai Chamid, dan Ustadz Ahmady.
Masing-masing punya ciri khas dan kelebihan.
Mba Rima, usia relatif muda, tapi begitu sabar dan telaten membimbing macam-macam sosok dalam jamaah umroh ini.
"Masukkan dalam tas bagian depan, segera. Biar tidak hilang!" Instruksi Mba Rima disampaikan dengan lantang dan tegas di bandara, menjelang berangkat. Sebagian jamaah adalah ibu bapak sepuh, yang bisa jadi belum pernah melakukan perjalanan jauh ke luar negeri. Saya bisa membayangkan kecamuk rasa mereka saat itu: cemas, khawatir, penasaran, takut. Urusan paspor dan tiket, jika tidak diarahkan dengan baik bisa berabe. Ketelisut atau hilang, piye jal?
Saat kepulangan, kepalanya geleng-geleng melihat bagasi yang membludak. Tangannya menepuk jidat, tapi tersenyum santai dan cool.
"Belum pernah terjadi begini," katanya. Tak ada nada menyalahkan, cemas atau jengkel. Tetap tenang dan sejuk. Nyess lah.
"Hmm...," Mba Rima geleng kepala lagi saat melintasi kursi kami di pesawat.
"Tolong isi ya, nanti kumpulkan," katanya sambil menyerahkan selembar questionaire. Saya mengisi sambil senyum-senyum. Paham dengan makna 'hmm'nya. Juga geleng kepalanya. Bukan geleng ala India begitu. Dia pasti meng'hmm'kan gaya duduk saya yang nempel manja ke mas Budi. Bhehehe. Maaf ya, Mbak. Ini umroh sekaligus honeymoon. Cihuy!

Kyai Chamid, acung jempol dengan ketangguhannya mengomandoi thawaf. Usia senjanya sama sekali tidak menjadi penghalang berjalan cepat, trengginas, dan mantap mengambil keputusan. Saya yang berada di baris kedua, belakang beliau, geleng-geleng kepala, takjub, melihat kesigapannya.
Juga gedoran pintu. Makbedunduk jam setengah dua dini hari, pintu kamar kami digedor kencang sekali.
"Nggeh, sampun!"
Saya menyahut dari dalam kamar.
"Gak dengar Bu Budi, gedor balik, supaya tahu kita sudah bangun."
Baiqlah. Saya balas menggedor. Dan pak. Kyai beranjak ke kamar sebelah.
Satu dua bangkit dan berangkat ke masjid. Sisanya? Kembali masuk selimut...hehehe.
Gedoran Pak Kyai, top dah!
Kami pernah bertanya apa resep beliau hingga punya fisik yang tetap tegap dan sigap walau sudah uzur usia.
"Baca ya Qowwiyyu ya Matiin sebanyak 313 kali. Makna 313 adalah jumlah pasukan mukmin dalam perang Badar melawan 1000 pasukan kafir Quraisy. Dan mereka menang. 313 itu juga jumlah pasukan Thalut yang taat pada aturan hingga bisa mengalahkan pasukan Jalut."
Begitu menurut Beliau.
R
Ustadz Ahmady. Ustadz muda ini mengesankan dalam membimbing doa-doa saat thawaf dan sa'i.
Menghayati, sesekali diiringi isak kecil. Mungkin sebab beliau mengerti betul arti doa sehingga memaknai dalam sekali. Saya ikut hanyut dalam bacaan itu, berusaha melibatkan hati agar lebih khusyuk.
Perjalan dari bandara Madinah menuju hotel, kami diminta melantunkan shalawat. MasyaaAllah, suasananya demikian syahdu bagi saya. Terbayang kisah dalam Sirah Nabawy, masa-masa dakwah Rasulullah saw di Madinah bersama para shahabat.
Ustadz Ahmady juga humoris. Perjalanan menuju Jeddah, saya sudah sangat lelah dan mengantuk. Ustadz Ahmady menjelaskan berbagai tempat yang kami lewati
Penjelasannya seru, tapi berat mata saya juga tambah seru. Maka ia menutup, menutup, menutup lagi. Tiba-tiba terdengar ustadz berkata: "Yang tidur tidak usah dibagi!"
Buru-buru saya melek, mengintip apa yang dibagi. Bhahaha. Iseng juga Ustadz nih!

Tidak hanya bagus dalam pendampingan, travel ELAF juga bagus sekali dalam hal transportasi, akomodasi, dan konsumsi.
"Bawa abon, Bunda. Bawa sambal goreng dari sini, katanya masakan sana gak cocok dengan lidah kita."
Itu nasihat teman-teman saya, yang entah dapat dari mana.
Alhamdulillah, sama sekali tidak terbukti.
Kami bisa menikmati dengan baik apa saja yang sudah ELAF sediakan. Sebab sudah sangat baik, dan memuaskan.

Satu dua saran perbaikan adalah:
1. Bagi saya, akan lebih berkesan jika ada kemasan Sirah Nabawy yang lebih mendalam saat manasik. Tidak semua anggota jamaah memiliki pengetahuan tentang ini. Barangkali ELAF bisa membantu memperdalam agar nikmat ibadah lebih maksimal.
2. Jamaah perlu diajak secara aktif untuk thawaf Sunnah atau memperbanyak shalat sunnah dan itikaf di masjid. Eman-eman jika bagian ini tidak dimaksimalkan. Lebih mantap lagi jika ada kajian khusus jamaah ELAF di saat tertentu di masjid. Materinya bisa tentang taubat, atau pembenahan diri pasca umroh. Agar efek umroh berbekas pada jiwa dan menjadikan kita lebih sungguh-sungguh memperbaiki diri. Wlalahu'alam.

Overall, bagus dan top.
Tak ada kata yang pantas untuk disampaikan pada Ibu Laila, segenap Manajemen Al Hikmah, plus ELAF kecuali jazakumullah Khoir.
Allah SWT sajalah Zat yang akan memberikan sebaik-baik balasan bagi semua pihak yang membuat ibadah umroh kami terwujud dengan lancar.
Semoga Allah SWT limpahi balasan dengan ampunan, kasih sayang, penjagaan, rahmat, dan syurgaNya.

Mabruk ELAF.
Semoga tetap eksis melayani ummat menuju Baitullah. ELAF : Ei Laf Yu lah!

Jombang, 3 Maret 2020
Ibu Guru Umi, mnulis agar bahagia
Pukul 21.22 WIB.

4 komentar:

  1. MasyaaAllah...Mabruk bunda🥺🤗
    Sungguh, tak ada yg tdk mngkin bersamaNya😢💖

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betuk, MasyaaAllah. LAA Haula wlaaa quwwata Illa biLlah. Matur nuwun.

      Hapus
  2. Masyaa Allah, Tabarakallah Bunda...
    Semoga kami segera menyusul menginjakkan kaki di tanah Mekkah 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaaAllah bisa dan berangkat bersama keluarga. Niat dan doanya dimaksimalkan...

      Hapus

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.