CADAR PERSAHABATAN
Dimuat di BOBO tanggal 12 Januari 2012
Bunda Guru Arum sedang bingung. Tadi pagi Sultan Adil memanggilnya. Sultan Adil memberitahu bahwa dua hari lagi Raja Rangkuti dan Ratu Maya akan datang berkunjung. Raja Rangkuti adalah sahabat Sultan Adil.
Sultan Adil sebenarnya sangat senang dengan kunjungan Raja Rangkuti. Walaupun Raja Rangkuti mudah tersinggung, namun Raja Rangkuti senang membantu siapa pun yang kesulitan. Namun ada satu masalah kecil yang mengganggu Sultan Adil. Bau mulut Raja Rangkuti sangat tidak enak! Bau tidak sedap itu tercium setiap kali ia bercakap-cakap dengan Raja Rangkuti.
Banyak pemimpin kerajaan lain yang memilih menghindar bercakap-cakap dengan Raja Rangkuti Mereka juga segan untuk memberitahu Raja Rangkuti perihal bau mulutnya itu. Mereka takut Raja Rangkuti tersinggung.
Sudah lama sekali Sultan Adil ingin menyadarkan Raja Rangkuti bahwa ia punya bau mulut yang tidak enak. Tapi masih belum menemukan cara yang tepat. Bunda Guru Arum, sebagai penasehat Sultan Adil, diberi tugas untuk menemukan cara mengingatkan Raja Rangkuti.
Tugas berat, bukan? Bunda Guru harus mencari cara yang sangat tepat agar Raja Rangkuti tidak tersinggung. Dengan demikian, persahabatan Sultan Adil dan Raja Rangkuti tidak terganggu.
Bunda Guru masih punya waktu dua hari untuk memecahkan masalah itu. Siang ini, Bunda Guru ada tugas mengajar di ruang buku kerajaan. Empat anak Sultan Adil beserta puluhan anak-anak pegawai kerajaan belajar bersama.Ruang buku ini sangat luas, berisi banyak buku dan meja kursi berwarna warni.
Bunda Guru sedang membagikan buku-buku cerita ketika Putri Salsa mendekatinya.
“Bunda Guru, saya ijin ke kamar dulu,” kata Putri Salsa.
“Mau apa ke kamar, Putri?” tanya Bunda Guru.
“Mau ambil masker baru. Maskerku ini tadi dipakai Pangeran Biaz. Bau, Bunda! “ kata Putri Salsa sambil bersungut-sungut. Sudah dua hari ini Putri Salsa belajar sambil memakai masker karena batuk. Ibunda Ratu Wangi yang menyuruhnya memakai masker supaya tidak menulari anak-anak lain.
“Bau bagaimana?” Bunda Guru tak mengerti.
“Pangeran Biaz habis makan petai, belum gosok gigi. Karena tadi maskerku dipakai-pakai, sekarang jadi bau petai!” jawab Putri Salsa. Pangeran Biaz tersenyum-seyum lucu di kursinya.
Bunda Guru mengijinkan. Sepuluh menit kemudain, Putri Salsa kembali. Bunda Guru memperhatikan wajah Putri Salsa yang sebagian ditutupi masker. Aha, Bunda Guru mendapat ide!
Setelah mengajar, Bunda Guru menghadap Sultan Adil. Disampaikannya ide tersebut kepada Sang Sultan. Sultan Adil manggut-manggut. Hatinya senang karena ide Bunda Guru sangat hebat!
Dua hari kemudian, Raja Rangkuti tiba. Raja Adil membuat upacara khusus untuk menyambutnya.
“Apa ini?” Raja Rangkuti heran ketika Ibunda Ratu Wangi menyodorkan sebuah nampan.
“Masker! Anda harus memakainya, Raja. Disini sedang mewabah penyakit batuk yang cepat sekali menular. Saya tidak ingin sepulang dari sini, Raja menderita sakit,” kata Sultan sambil menunjuk ke sekeliling ruangan.
Raja Rangkuti terkejut. Orang-orang seisi ruangan memakai masker semua. Karena tidak ingin sakit, Raja Rangkuti dan Ratu Maya turut memakai masker.
Acara kunjungan siang ini berlansung seperti biasa. Pertemuan antar menteri, dan perundingan tentang perdagangan. Namun sepanjang siang itu, Raja Rangkuti tampak gelisah. Berkali-kali ia meminta ganti masker. Berkali-kali pula ia ke kamar mandi.
“Adakah masalah, Raja?” Sultan Adil bertanya.
“Eh...Tidak, tidak ada masalah apapun,” Raja Rangkuti menjawab dengan gugup.
Acara pada malam hari adalah makan malam bersama. Kali ini, masker-masker ditanggalkan. Ratu Maya dan Ibunda Ratu Wangi bercakap-cakap. Raja Rangkuti lebih banyak diam. Sesekali saja ia menanggapi pembicaraan Sultan Adil. Itupun dengan kalimat-kalimat yang pendek.
“Maaf, Tuan Raja. Sejak siang tadi, tampaknya ada yang Raja pikirkan. Adakah penyambutan kami yang kurang berkenan di hati Tuan Raja?” Sultan Adil bertanya dengan sopan.
“Tidak, tidak ada masalah apa pun, Sultan.Penyambutanmu sungguh luar biasa. Kau memang tuan rumah yang sangat baik,” jawab Raja Rangkuti.
“Lalu apakah yang menjadi masalah?” tanya Sultan lagi.
“Begini... Setelah memakai masker seharian tadi, aku baru tahu bahwa bau mulutku sangat tidak enak. Tadinya kupikir karena aku kurang bersih dalam menggosok gigi. Ternyata memang bau mulutku sangat tidak enak, walaupun aku sudah berulang-ulang menggosok gigiku,” Raja Rangkuti bercerita.
“Oh, jadi Tuan Raja berkali-kali ke kamar mandi untuk menggosok gigi?” kata Sultan Adil.
“ Ya, tapi bau mulutku tidak juga hilang! Aku tidak tahu bahwa mulutku begitu bau. Selama ini belum ada yang memberi tahu padaku,” jawab Raja Rangkuti dengan sedih. Sultan Adil mendengarkan dengan penuh perhatian. Kedua pemimpin itu lalu bertukar pikiran. Sultan Adil baru tahu, bahwa Raja Rangkuti tidak suka makan sayur dan buah-buahan. Raja Rangkuti juga lebih suka minum sirup dari pada air putih.
Sultan Adil mengajak Raja Rangkuti menemui tabib istana. Tabib memberi ramuan obat kumur. Tabib tersebut juga menyarankan Raja Rangkuti untuk memperbanyak makan sayur dan buah-buahan. Juga minum air putih dalam jumlah yang cukup. Oh ya, menurut Tabib istana, buah yang paling baik untuk mengatasi bau mulut adalah buah apel.
Hari ini, Raja Rangkuti akan pulang. Sultan Adil memberinya hadiah bibit buah-buahan kualitas unggul. Juga sekeranjang besar buah apel.
“Terima kasih, Sultan. Terima kasih atas bantuanmu,” Raja Rangkuti menyalami Sultan Adil erat-erat. Mereka berpelukan dengan hangat.
Bunda Guru melihat semua itu dari jendela ruang buku. Bunda Guru tersenyum diam-diam. Hatinya sangat puas dapat membantu Sultan Adil. Raja Rangkuti akhirnya menyadari bahwa bau mulutnya tidak enak. Hubungan Sultan Adil dan Raja Rangkuti semakin baik. Semua gara-gara masker!
Tidak ada komentar: