PANGERAN DZEQI

Jumat, Desember 25, 2015



“Pangeran, ke pemandian dulu!”  dayang Nura  berteriak mengejar. Tapi Pangeran Dzeqi berlari menghindar sambil tertawa-tawa.  Ia segera masuk joglo  di dekat kolam ikan.
 Ini  hari bercerita. Ayahanda Raja  telah memanggil  Amang Crito, seorang pedongeng hebat,  untuk berdongeng setiap hari Minggu sore. Berbagai dongeng  bagus  diceritakan. Pangeran Dzeqy  paling suka cerita tentang satria-satria perkasa kerajaan.
Aku juga suka mendengarkan cerita itu. Eh, tidak cuma aku saja. Tapi juga teman-teman penghuni kebun istana ini. Aku, ulat bulu yang montok, suka bertengger di ranting pohon jambu. Pohon jambu ini ada di sudut  bagian depan. Teman-teman kawanan semut bergerombol di rumput. Burung dara bertengger di rumah-rumah kayunya. Bila dongeng dimulai, kami mendengarkan dengan tenang.
Pangeran Dzeqy sesungguhnya pangeran yang tampan.Tapi ia malas mandi,  terutama mandi sore. Dia juga suka menyimpan  barang-barangnya sembarangan. Bila berlatih  memanah atau berkuda, ia akan melemparkan pakaiannya begitu saja, di mana saja. Karena kebiasaannya yang jorok itu,kami menjulukinya Pangeran Dzeqil. Hihi, tidak jauh beda dengan namanya yang asli, kan?
Kali ini Amang Crito bercerita tentang ksatria Hujefa yang jago  bermain pedang dan memanah. Cerita itu begitu menakjubkan hingga semua menahan nafas mendengarnya. Apalagi ketika sampai pada bagian Kstaria Hujefa bertanding memanah dengan musuhnya.
“Aku  mau jadi ksatria Hujefa!” tiba-tiba Pangeran Dzeqy berteriak.
“Ksatria Hujefa harus pintar memanah,” kata  Putri Rumaisya. Putri Rumaisya adalah kakak Pangeran Dzeqy.
“Aku pintar memanah! Nanti aku minta Ayahanda untuk adakan lomba memanah! Aku pasti jadi pemenangnya!” tukas  Pangeran Dzeqy. Huh, sombongnya!  Aku memandangnya dengan  gemas. Eh, tentu saja Pangeran Dzeqy tidak bisa melihatku. Aku kan tersembunyi di ranting pohon jambu!
Beberapa  pekan kemudian,  lomba memanah itu benar-benar dilaksanakan.  Lomba memanah untuk anak-anak seusia Pangeran Dzeqy.  Ada pangeran dari kerajaan lain yang juga ikut.
 Setiap hari aku memperhatikan  kesibukan persiapan lomba.  Para prajurit  menyediakan panah dan busurnya. Raja memberikan tugas khusus kepada  panglima perang yang jago memanah untuk melatih peserta. Raja ingin lomba memanah ini benar-benar memunculkan calon-calon pemanah ulung.
Pangeran Dzeqy sungguh giat latihan. Ia betah berdiri lama tanpa mengeluh   untuk membidik sasaran. Namun sayangnya, kebiasaan malas mandi terus berlanjut. Bila telah berkeringat, aku bisa mencium keringatnya yang kecut. Ampun, seperti jeruk!
“Kstaria kok malas mandi!” Putri Rumaisya mengejeknya.
“Biar saja. Yang penting jago memanah!” kata Pangeran Dzeqy tak peduli.
“Badanmu akan gatal dan bau!” Putri Rumaisya terus menggoda.
“Siapa bilang? Aku tidak bau  dan  tidak merasa gatal kok!” Pangerwan Dzeqy tak mau kalah.
Tidak bau? Tidak gatal? Baiklah, kupikir ia harus diberi pelajaran tentang akibat malas mandi! Dan aku sudah  tahu caranya!
Sehari menjelang lomba, Pangeran Dzeqy semakin giat. Hingga siang hari latihan terus diikutinya dengan tekun.Aku menunggu saat yang tepat untuk beraksi.
Nah, itu dia kesempatanku! Pangeran Dzeqy melepas pakaian bagian atas  dan menyimpannya sembarangan. Pakaian itu tergeletak agak jauh dari tempatku. Aku naik ke atas daun kering. Burung merpati menerbangkan daun itu dan mendaratkanku di dekat baju.
“Hati-hati!”  pesan merpati. Aku menyusup ke dalam baju, dan mulai meninggalkan beberapa helai buluku. Setelah itu, aku kembali menaiki daun dan merpati menerbangkanku lagi. Beres. Kami tinggal menunggu hasilnya!
Pangeran Dzeqy  mengenakan kembali pakaiannya setelah selesai berlatih. Sekian menit, Pangeran mulai menggaruk. Semula lengannya. Lalu berpindah ke perutnya, kemudian dadanya. Rasa gatal menyebar ke punggungnya.  Semakin digaruk, kulitnya menjadi merah dan bentol-bentol.
“Aduuh… Gatal sekali!”Pangeran Dzeqi  meringis. Putri Rumaisya  sibuk membalur badannya dengan minyak zaitun. Dayang Nura melepas pakaian Pangeran dan mencucinya segera. Ia juga membalurkan garam pada pakaian itu.
Sebetulnya akau kasihan pada Pangeran Dzeqy. Pasti tidak nyaman  berbadan gatal. Apalagi besok sudah lomba memanah. Pangeran Dzeqy tidak akan mampu berkonsentrasi dengan tubuh gatal begitu.
“Tidak usah mandi saja,” goda Putri Rumaisya.
“Bisa hilang segera?” tanya Pangeran.
“Bisa sih, tiga hari lagi!” Putri Rumaisya tertawa kecil.
“Oohh,  tiidaaakk!” Pangeran Dzeqy melesat menuju pemandian. Putri Rumaisya tertawa terbahak-bahak sambil menuju  pohon jambu.
“Semoga tidak kali ini saja Pangeran malas mandi,” katanya.
“Terima kasih  sudah membantuku membuatnya mandi!” Putri melihatku sambil tersenyum.
Teman, menurutmu, apakah ia tahu apa yang kami lakukan?

 Note: 
dimuat di KUMPULAN DONGENG PUSTAKA OLA.
Lupa tanggal dan nomor edisinya.. :(


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.