BU FIPIN DAN HARI GURU
Dua kali Hari Guru, 2020 dan 2021, berlalu dalam pandemi.
"Saya belum siap jika diwafatkan sekarang. Belum punya bekal," begitu kata Bu Fipin, rekan kami, bulan Juni 2021. Beliau guru PKN yang masih muda, cantik, energik, dan sedang hamil anak keempat. Domisili saat itu di Ngawi. Jika harus ke sekolah, maka ia berangkat dari Ngawi, lalu sore hari kembali lagi ke Ngawi. Perjalanan yang cukup melelahkan untuk perempuan yang tengah hamil besar, tentunya.
7 Juli 2021, ada rapat di sekolah. Saya termasuk yang harus hadir dan menjadi notulen.
"HalooooBunda." sapanya melalui WA. Dia mengirim gambar saat Bapak Kepala Sekolah tengah memberikan wejangan. Dalam gambar tampak saya duduk tepat di belakang Kepala Sekolah.
Tak sampai sepekan kemudian, kami mendengar dia sakit. Tanggal 14 Juli, dia mengabari mulai ternegah-engah. 17 Juli 2021, menjelang berangkat ke rumah sakit, ia mohon doa.
"Ikhtiar maksimal, insyaaAllah membaik segera. Love you. Berdoa untuk kesembuhanmu."
"Aamiin. Semangat sehat kok saya Bun. Bismillah sehat, sehat, sehat. Love you more, Bunda."
Hingga siang dia berkirim kabar. Optimisme sembuh sangat kuat, karena hari itu memasuki hari ke-12 ia terpapar. InsyaaAllah sudah melewati masa sulit, konon demikian teorinya.
Pada tanggal 20 Juli, akhirnya masuk ruang isolasi. Saya mengiriminya rekaman suara, membacakan satu subjudul dari buku La Tahzan. Saya tidak bisa membantunya banyak, berharap tulisan Aidh Al Qarni itu mampu menyejukkan hatinya dan menyuntik semangat lebih.
22 Juli 2021, pagi hari, saya menyapanya kembali.
"Apa kabar?"
"Masih sedikit sesak. Tetap berjuang..."
Itu kalimat terakhirnya. Siang hari, kami mendengar kabar kondisinya menurun. Saya cemas dan takut sekali. Doa-doa dalam sujud dikuatkan, memohon kesembuhan. Kelompok khataman Quran bersama beberapa guru memutuskan untuk berdoa bersama melalui zoom, Jumat 23 Juli 2021. Saat itu Bu Fipin sudah tidak sadar. Kami berdoa dalam hujan tangis. Ba'da maghrib, kondisinya membaik. Grup guru dan karyawan sekolah diramaikan dengan harapan dan doa bagi kesembuhannya.
BERJUANGLAH
kita sering duduk berdua,
bersebelahan dekat meja
ceritamu tentang anak-anak
kisah hidup lika liku warna
memperjuangkan kembali serpihan
cinta
'aku memutuskan kembali.'
oh tak apa, lakukan saja ketetapan
hati
'banyak yang tidak setuju.'
oh wajar, tak perlu ragu
'demi anak-anak agar mereka
senang.'
oh demi cinta padanya pun tak apa,
jangan bimbang
sudah dihampar jalan
dikantungi pulangnya kesetiaan
cerita berganti latar
pertaubatan diteguhkan sabar
kemarin kukirim suara
membacakan la tahzan tentang
bencana
'itu sungguh menenangkan.'
hingga kini belum berbalas sapaan
berjuang, sahabatku
diujung jari-jari kami ada
hiba
mengetuk pintu, jendela, hingga
dinding bata
Tuhan akan selamatkanmu
aku memintanya, begitu
berjuanglah..
Jombang, 23 Juli 2021, 18.11
Kami sering duduk berdua. Ia sering menceritakan azamnya untuk berubah lebih baik. Memakai kerudung yang lebih syar'i, menutup dada. Mengajak suaminya bersama-sama dalam semangat itu, menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang diyakini bisa membawa mereka pada pemahaman agama yang baik.
SELAMAT JALAN
hampir setiap hari
shalat ghaib
dini hari ini
sangatlah berbeda
menganak sungai
kesedihan
bercabang-cabang
kehilangan
mengobrak-abrik
serpihan kenangan
kita sering
berpelukan erat
mengalirkan kata
maaf
padamu ada
keteguhan cinta
kesabaran menapak
perbaikan
kegigihan
perjuangkan kebahagiaan
kekuatan menyusuri
pertaubatan
di tepian meja
besar ruangan itu
biasa kita bertukar
semangat
aku mencintaimu
tapi Allah
memberikanmu lebih
kesedihan momen ini
mungkin bagimu bahagia hakiki
telah diangkat
sakit
telah
diluaskan sempit
semoga Allah
karuniakan syahid
selamat jalan sahabat
Jombang, 24 Juli 2021, 03.30 WIB
Kembali saya kenang Bu Fipin hari ini, di Hari Guru. Tahun 2018, kami sama-sama menjadi petugas upacara Hari Guru. Bu Fipin sebagai ajudan Pembina Upacara.
Hari Guru merupakan bentuk penghargaan bagi dedikasi para guru. Mereka para pelaku garda depan pencetak peradaban.
Wafatnya Bu Fipin, juga ribuan guru lainnya selama pandemi, menjadi nasihat yang terang: kematian akan menjemput dan kematian akan menuntut.
Meminta pertanggungjawaban amanah mendidik yang diembankan sebagai profesi.
Melucuti hari demi hari kami mengabdi, menghitung kata demi kata yang dikeluarkan dan didengar murid sekelas, satu sekolah.
Dari hitungan satuan hingga ribuan. Bahkan bagi rekan yang mengabdi puluhan tahun, puluhan ribu pasang telinga telah menampung segala petuah. Puluhan ribu mata mencermati tingkah laku, sepak terjang. Tersimpan dalam ingatan mereka sepanjang waktu
Pertanyaan besar yang layak direnungkan adalah: inspirasi hidup apakah yang akan dikenang oleh mereka dari kita, para guru?
Adakah sudah memberikan jalan lurus yang menuntun hidup pada kebaikan, ridho dan kasih sayang Allah Subhanahu wata'ala?
Adakah nilai-nilai kehidupan yang disampaikan layak menjadi persembahan amal di hadapan Allah Subhanahu wata'ala?
Adakah sudah mengajak murid menyembah Allah Subahanahu wata'ala? Sesembahan ini, menjadi panduan besar tentang taubat dan taat.
"Kta ini bukan sekolah agama, tetapi sekolah umum."
Kalimat itu sering saya dengar. Betul adanya. Tapi itu bukan legitimasi kuat untuk tidak menyelipkan nilai-nilai agama dalam mata pelajaran apa pun yang diampu. Sesiapa yang belajar apapun, ia tetap manusia. Hakikat manusia sama saja, tak peduli di mana tinggal, apa jabatan, menguasai ilmu apa, muaranya sama: kematian. Agama mengajarkan, hidup sesudah mati, punya template yang sama: akan ditanya segala yang dilakukan semasa hidup.
Bagi saya, mengenang Bu Fipin di Hari Guru adalah cara sederhana mengingatkan hati ini pada visi besar yang perlu diperjuangkan sebagai guru: mencari jalan surga sebanyak-banyaknya melalui tugas ini.
Tak ada cita-cita besar lainnya melebihi cita-cita itu.
Selamat Hari Guru, Bapak dan Ibu.
Hiks.. sedih lagi mengingat kehilangan teman² baik yang 'pergi dengan indah'
BalasHapusKematiannya menjadi nasihat baik untuk kita, masyaaAllah.
HapusAlhamdulillah trims B.Umi yg baik selalu mendo'akan sahabat kita yg begitu baik dg kita semua, yg murah senyum, tegar & kuat walau badai melanda smg beliau husnul khotimah Aamiin YRA.
BalasHapusMasya Allah. Semoga Jannah menunggunya di sana. Juga kita-kita yang sedang meniti jalan. Aamiin...
BalasHapusAllahummaa aamiin. Semoga Allah subhanahu wata'ala kumpulkan kita bersama orang yang disayangi di jannahNya
HapusMasyaAllah terimakasih bunda umi. Mengingatkan diri ini bahwa setiap detik kematian akan menjemput maka sebaik-baik hal adalah melakukan yang terbaik sebagai guru untuk anak didik
BalasHapusSama-sama.. Semoga Allah wafatkan kita dalam husnul khatimah. Aamiin.
HapusTerima kasih banyak sduah mampir di tulisan ini
Kehilangan sll membawa duka dan tangispun menyertai
BalasHapusYa Bu Lia, pandemi ini mengajarkan banyak hal tentang kematian.
Hapus