BU FIPIN DAN HARI GURU

Kamis, November 25, 2021

 Dua kali Hari Guru, 2020 dan 2021, berlalu dalam pandemi.

"Saya belum siap jika diwafatkan sekarang. Belum punya bekal," begitu kata Bu Fipin, rekan kami, bulan Juni 2021.  Beliau guru PKN yang masih muda, cantik, energik, dan sedang hamil anak keempat. Domisili saat itu di Ngawi. Jika harus ke sekolah, maka ia berangkat dari Ngawi, lalu sore hari kembali lagi ke Ngawi. Perjalanan yang cukup melelahkan untuk perempuan yang tengah hamil besar, tentunya. 

7 Juli 2021, ada rapat di sekolah. Saya termasuk yang harus hadir dan menjadi notulen. 

"HalooooBunda." sapanya melalui WA. Dia mengirim gambar saat Bapak Kepala Sekolah tengah memberikan wejangan. Dalam gambar tampak saya duduk tepat di belakang Kepala Sekolah.

Tak sampai sepekan kemudian, kami mendengar dia sakit. Tanggal 14 Juli,  dia mengabari mulai ternegah-engah. 17 Juli 2021, menjelang berangkat ke rumah sakit, ia mohon doa.

"Ikhtiar maksimal, insyaaAllah membaik segera. Love you. Berdoa untuk kesembuhanmu."

"Aamiin. Semangat sehat kok saya Bun. Bismillah sehat, sehat, sehat. Love you more, Bunda."

Hingga siang dia berkirim kabar. Optimisme sembuh sangat kuat, karena hari itu memasuki hari ke-12 ia terpapar. InsyaaAllah sudah melewati masa sulit, konon demikian teorinya. 

Pada tanggal 20 Juli, akhirnya masuk ruang isolasi. Saya mengiriminya rekaman suara, membacakan satu subjudul dari buku La Tahzan. Saya tidak bisa membantunya banyak, berharap tulisan Aidh Al Qarni itu mampu menyejukkan hatinya dan menyuntik semangat lebih. 

22 Juli 2021, pagi hari, saya menyapanya kembali. 

"Apa kabar?"

"Masih sedikit sesak. Tetap berjuang..."

Itu kalimat terakhirnya. Siang hari, kami mendengar kabar kondisinya menurun. Saya cemas dan takut sekali. Doa-doa dalam sujud dikuatkan, memohon kesembuhan. Kelompok khataman Quran bersama beberapa guru memutuskan untuk berdoa bersama melalui zoom, Jumat 23 Juli 2021. Saat itu Bu Fipin sudah tidak sadar. Kami berdoa dalam hujan tangis. Ba'da maghrib, kondisinya membaik. Grup guru dan karyawan sekolah diramaikan dengan harapan dan doa bagi kesembuhannya. 


BERJUANGLAH

kita sering duduk berdua, bersebelahan dekat meja

ceritamu tentang anak-anak 

kisah hidup lika liku warna

memperjuangkan kembali serpihan cinta

 

'aku memutuskan kembali.'

oh tak apa, lakukan saja ketetapan hati

'banyak yang tidak setuju.'

oh wajar, tak perlu ragu

'demi anak-anak agar mereka senang.'

oh demi cinta padanya pun tak apa, jangan bimbang

 

sudah dihampar jalan

dikantungi pulangnya kesetiaan

cerita berganti latar

pertaubatan diteguhkan sabar

 

kemarin kukirim suara

membacakan la tahzan tentang bencana

'itu sungguh menenangkan.'

hingga kini belum berbalas sapaan

 

berjuang, sahabatku

diujung jari-jari kami ada hiba 

mengetuk pintu, jendela, hingga dinding bata

Tuhan akan selamatkanmu

aku memintanya, begitu

berjuanglah..


Jombang, 23 Juli 2021, 18.11


 Allah subhanahu wata'ala berkehendak lain. Malam itu, Bu Fipin berpulang. Saya menangis tersedu-sedu di kamar. Menumpahkan kesedihan dan  kehilangan yang membekap hati. 

Kami sering duduk berdua. Ia sering menceritakan azamnya untuk berubah lebih baik. Memakai kerudung yang lebih syar'i, menutup dada. Mengajak suaminya bersama-sama dalam semangat itu, menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang diyakini bisa membawa mereka pada pemahaman agama yang baik. 


SELAMAT JALAN

hampir setiap hari shalat ghaib

dini hari ini sangatlah berbeda

menganak sungai kesedihan

bercabang-cabang kehilangan

mengobrak-abrik serpihan kenangan

 

kita sering berpelukan erat

mengalirkan kata maaf

padamu ada keteguhan cinta

kesabaran menapak perbaikan

kegigihan perjuangkan kebahagiaan

kekuatan menyusuri pertaubatan

 

di tepian meja besar ruangan itu

biasa kita bertukar semangat

aku mencintaimu

tapi Allah memberikanmu lebih

 

kesedihan momen ini mungkin bagimu bahagia hakiki

telah diangkat sakit

telah diluaskan  sempit

semoga Allah karuniakan syahid

selamat jalan sahabat

 Jombang, 24 Juli 2021, 03.30 WIB


Kembali saya kenang Bu Fipin  hari ini, di Hari Guru. Tahun 2018, kami sama-sama menjadi petugas upacara Hari Guru. Bu Fipin sebagai ajudan Pembina Upacara.




Hari Guru merupakan  bentuk penghargaan bagi dedikasi para guru. Mereka para pelaku garda depan pencetak peradaban. 

Wafatnya Bu Fipin,  juga ribuan guru lainnya selama pandemi, menjadi nasihat yang terang: kematian akan menjemput dan kematian akan menuntut. 

Meminta pertanggungjawaban amanah mendidik yang diembankan sebagai profesi. 

Melucuti hari demi hari kami mengabdi, menghitung kata demi kata yang dikeluarkan dan didengar murid sekelas, satu sekolah. 

Dari hitungan satuan hingga ribuan. Bahkan bagi  rekan yang  mengabdi puluhan tahun, puluhan ribu pasang telinga telah menampung segala petuah. Puluhan ribu mata mencermati tingkah laku, sepak terjang. Tersimpan dalam ingatan mereka sepanjang waktu

Pertanyaan besar yang layak direnungkan adalah: inspirasi hidup apakah yang akan dikenang oleh mereka dari kita, para guru? 

Adakah sudah memberikan jalan lurus yang menuntun hidup pada kebaikan, ridho dan kasih sayang Allah Subhanahu wata'ala? 

Adakah nilai-nilai kehidupan yang disampaikan layak menjadi persembahan amal di hadapan Allah Subhanahu wata'ala? 

Adakah sudah mengajak murid menyembah Allah Subahanahu wata'ala? Sesembahan ini, menjadi panduan besar tentang taubat dan taat. 


"Kta ini bukan sekolah agama,  tetapi sekolah umum."

Kalimat itu sering saya dengar. Betul adanya. Tapi itu bukan legitimasi kuat untuk tidak menyelipkan nilai-nilai agama dalam mata pelajaran apa pun yang diampu. Sesiapa yang belajar apapun, ia tetap manusia. Hakikat manusia sama saja, tak peduli di mana tinggal, apa jabatan, menguasai ilmu apa, muaranya sama: kematian. Agama mengajarkan, hidup sesudah mati, punya template yang sama: akan ditanya segala yang dilakukan semasa hidup. 

Bagi saya, mengenang Bu Fipin di Hari Guru adalah cara sederhana mengingatkan hati ini pada visi besar yang perlu diperjuangkan sebagai guru: mencari jalan surga sebanyak-banyaknya melalui tugas ini.

Tak ada cita-cita besar lainnya melebihi cita-cita itu. 

Selamat Hari Guru, Bapak dan Ibu. 

9 komentar:

  1. Hiks.. sedih lagi mengingat kehilangan teman² baik yang 'pergi dengan indah'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kematiannya menjadi nasihat baik untuk kita, masyaaAllah.

      Hapus
  2. Alhamdulillah trims B.Umi yg baik selalu mendo'akan sahabat kita yg begitu baik dg kita semua, yg murah senyum, tegar & kuat walau badai melanda smg beliau husnul khotimah Aamiin YRA.

    BalasHapus
  3. Masya Allah. Semoga Jannah menunggunya di sana. Juga kita-kita yang sedang meniti jalan. Aamiin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allahummaa aamiin. Semoga Allah subhanahu wata'ala kumpulkan kita bersama orang yang disayangi di jannahNya

      Hapus
  4. MasyaAllah terimakasih bunda umi. Mengingatkan diri ini bahwa setiap detik kematian akan menjemput maka sebaik-baik hal adalah melakukan yang terbaik sebagai guru untuk anak didik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama.. Semoga Allah wafatkan kita dalam husnul khatimah. Aamiin.
      Terima kasih banyak sduah mampir di tulisan ini

      Hapus
  5. Kehilangan sll membawa duka dan tangispun menyertai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Bu Lia, pandemi ini mengajarkan banyak hal tentang kematian.

      Hapus

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.