JIKA BUKAN KARENA...

Minggu, Desember 03, 2017


Jika bukan karena dakwah...
Saya akan tersesat jauh, sangat sering melenceng, dan sering banyak menggok. Kelemahan saya banyak, kekurangan saya bejibun. Menggunung, tinggi sekali. Lebay? No, begitulah adanya.
Dakwah membantu saya kembali, lagi dan lagi. Terpeleset, dakwah membantuku bangkit. Melenceng, dakwah menunjukiku perbaikan. Saat melakukan kesalahan, seringkali ketika bertemu teman-teman dalam dakwah, tiba-tiba muncul nasihat tentang kesalahan itu.
Bete dengan masalah rumah, tiba-tiba teman selingkaran menunjukkan kesabarannya menghadapi masalah rumah tangganya. Sikap itu menginspirasi, dan menerbitkan rasa malu.
Kesal dengan tuntutan pekerjaan, tba-tiba dihadapkan pada teman yang tetap bisa tersenyum dengan tulus walaupun tekanan pekerjaan demikian kuat.
Bahkan dia berkata: "Jangan merasa lelah, teruslah bergerak. Istirahatnya nanti, di syurga."
Leleh deh hati ini. Malu semalu-malunya. Masih kalah jauh keikhlasanku dengan keikhlasannya.

Jika bukan karena dakwah, maka ketrampilan saya tidak akan berkembang...
Saya suka anak kecil. Juga dunia mengajar, sejak dulu. Cita-cita yang konsisten dalam hati saya adalah mengajar anak-anak. Guru TK. Dakwah membuat saya memiliki optimisme untuk mewujudkannya. Ruh semangat berbagi, bermanfaat dan berbuat, melatih saya untuk tidak sekedar bermimpi, tapi berjuang mewujudkannya.
Sekolah pertama, didirikan bersama teman-teman yang juga pernah ada di lingkungan dakwah.
Yang menyemangati kami untuk segera mendirikannya juga seorang yang dekat dengan dakwah dan jihad. Beliau berhasil menyuntikkan semangat, bahwa mimpi baik itu pasti terwujud, sebab dekat dengan pertolongan Allah. Lupakan modal, lupakan hitung-hitungan matematika manusia yang terbatas. Niat baik, wujudkan segera. Lakukan usaha maksimal, lalu sandarkan hasilnya pada pertolongan Allah.

Ada juga teman yang bercerita, bahwa dakwah membuatnya bisa melakukan banyak hal. Dia trampil menyetir mobil, sebab teman-teman dakwah mendorongnya. Dia sendiri saat itu tak punya mobl, sepeda motor saja tak ada.

Jika bukan karena dakwah, maka jejaring sosial tak bisa seluas ini...
Dakwah membuat saya mengenal banyak orang, dari berbagai latar belakang sosial, profesi, dll. Saya bisa kenal banyak dokter, dari dokter umum hingga spesialis. Kenal dengan beberapa pengusaha, dari skala kecil hingga besar. Mendengar langsung orasi orang-orang pintar dan sholih, yang bacaannya bejibun, narasi-narasinya bernas dan cerdas. Kenal banyak penulis, yang menjadikan penanya bukan sekedar pena bercerita, namun juga menyebarkan dan menegakkan kemuliaan agama.
Bertemu pejabat yang bervisi besar, amanah dan sagat menguasai bidangnya.
Dekat dengan emak-emak yang luar biasa, mendedikasikan hidupnya pada pembinaan dan pendidikan wanita. Hadir dari majelis taklim ke majelis taklim, namanya tidak tersohor, namun amalnya luar biasa. Bergerak dalam sunyi, tidak menjadikan dirinya sebagi ustadzah bertarif.

Jika bukan karena dakwah, maka hidup akan dipenuhi rutinitas belaka....
Saya orang yang sangat bergantung pada lingkungan. Bukan orang yang kuat sendirian. Selalu butuh penguatan dan peringatan. Sangat lemah? Betul, begitulah adanya. Dakwah membantu saya merancang kehidupan yang dinamis. Merasa punya banyak teman dan mempunyai proyek kebaikan yang harus dituntaskan, membuat saya bergerak.
Urusan sekolah, bukan sekedar urusan pekerjaan dan mencari nafkah. Bagaimana caranya supaya menjadi wasilah kebaikan.
Urusan rumah tangga, bukanlah sekedar urusan mendidk anak, menyekolahkan, menikahkan, lalu tuntas. Lebih besar dari itu, bagaimana menjadikan aktifitas seluruhnya dalam visi dakwah.

Jika demikian, apakah hidup dalam dakwah itu selalu ideal?
Tentu tidak. Kita bukan malaikat, bukan?
Manusia biasa, yang bisa bosan, bingung, dan jenuh. Bisa menyenangkan, menginspirasi, bisa juga bikin sebal, menjengkelkan dan mengecewakan.
Namun dakwah mengajarkan untuk mempercayai bahwa siapapun punya peluang salah dan benar. Yang benar, tak selamanya benar. Yang sekarang maksiat, siapa tahu Allah muliakan dia kelak setelah bertaubat.
Dakwah memanusiakan manusia. Tidak membiarkan dipuja-puja berlebihan, yang membuatnya jatuh dalam kegamangan.
Jangan sandarkan semangat dakwah pada personal, sebab akan kecewa.
Sandarkan pada janji Allah, pada kemuliaan yang disediakan bagi para penyeru amar ma'ruf nahiy munkar.

Bertahan dalam kemuliaan dakwah ini, bukan karena dakwah yang memerlukan. Dakwah tak butuh. Dakwah akan selalu menemukan orang yang tepat dan pantas untuk menyandang dan memperjuangkannya. Dakwah akan mendapatkan wasilah secara khusus melalui proses panjang dan berliku.

Dakwah tidak membutuhkan saya. Sayalah yang membutuhkannya.
Saya butuh dakwah untuk menjaga kestabilan ibadah.
Saya butuh dakwah untuk memelihara konsistensi pertaubatan.
Saya butuh dakwah untuk menumbuhkan misi-misi perbaikan amal, sebagai bekal.
Saya butuh dakwah untuk menguatkan kebaikan dan mengikis keburukan dengannya.

Menempatkan diri sebagai batu bata bangunan dakwah dan berharap akan selalu menjadi salah satunya.
Sebab jika saya menyempal, rusak, dan rapuh, akan ada batu bata lain yang menggantikannya.

Menjauh, walau sebentar, dari dakwah? Saya tak hendak mencoba.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.