BEBERAPA NAMA MENJELANG TIDUR

Rabu, Januari 26, 2022

 Jumat, 10 Desember 2021, hari kelabu bagi hati saya. Saat zuhur, tersiar di grup alumni IKIP  Bandung tentang wafatnya Mang Oded, walikota Bandung. Beliau wafat saat salat sunnah tahiyyatul masjid. Ucapan duka cita bertebaran, beberapa waktu kemudian beberapa kesaksian akan kebaikan almarhum juga tersebar. 

Hati saya basah. Mendung dan sendu memayungi sepanjang hari. Saya menangis di sudut ruang kurikulum, di depan komputer yang menyala. 

"Bunda, ada apakah?" Seorang teman mendekat. Ia hendak ke kamar mandi dan terkejut mendapati saya bersimbah air mata. Tak bisa berkata apa-apa, saya hanya menutupi wajah dan sesenggukan. Ia memeluk bahu, menepuk-nepuk dan menenangkan. 


Selalu begitu. Beberapa kali saya membaca berita wafatnya tokoh agama, pemimpin daerah, pemimpin organisasi, ustaz atau yang dianggap bukan tokoh terkenal, tapi saya yakin dia orang baik, memperjuangkan hal baik,  dan bergaul dengan orang baik, selalu tak kuasa menahan tangis. Cara mereka menghadapi kematian membuat saya iri sekaligus ngeri. Iri karena mereka telah mendapatkan takdir husnul khatimahnya, ngeri mengingat diri  dan bertanya-tanya akankah Allah Subhanahu wata'ala limpahi saya dengan nikmat yang sama? Duhai, jika menoleh ke belakang dan mendapati ragam keliru dan salah, terasa jeri. Astaghfirullah. 


SEKILAS MANG ODED

Sebelum menjadi walikota, Mang Oded adalah wakil walikota Ridwan Kamil. Mereka meraih 40% suara dalam pemilihan. Dalam pemilihan selanjutnya, Mang Oded terpilih sebagai walikota dengan capaian suara lebih dari 50%. 

Mang Oded menghindari pencitraan settingan di media sosial. Ia memiliki kemampuan interpersonal yang bagus. Kemampuan komunikasinya genuine, kepemimpinannya otentik. Ia dicintai warga Bandung. Terbukti saat wafat, begitu banyak yang mensalatkan. 


Di balik itu semua, ada satu kebiasaan Mang Oded yang membuat saya iri. Kebiasaan ini, sebenarnya sering saya baca di kisah sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Yaitu kisah seseorang yang diberitakan menjadi ahli surga di depan majelis. Seorang biasa, bukan sahabat tersohor, telah mendapatkan 'berita gembira' langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ia tidak memiliki amalan seistimewa sahabat lainnya. Satu hal yang rutin dilakukannya: memaafkan menjelang tidur.

Rutinitas itu yang dijalankan oelh Mang Oded. Berdiam seperti berzikir menjelang tidur.

"Memaafkan orang-orang." Begtu jawaban pendek yang diberikan saat ditanya Ummi Siti Muntamah.



Memaafkan orang lain. Pekerjaan sepele yang membutuhkan usaha hati maksimal. Saya merasakan demikian, barangkali karena hati yang masih belum bersih.

Menjelang mata terpejam, setelah beristighfar, beberapa nama berkelebat. Satu, dua, tiga, empat,  bisa disebut dengan lapang. Satu, dua, tiga lain, agak berat. Satu dua  lainnya, berrraaaaaaaat!

Itu, yang berat, semula hanya melintas-lintas saja dalam benak. Saya belum berhasil meloloskannya di bibir. Terbayang luka kecewa yang ditorehkan. Teringat kenangan perih yang dilesakkan, menempel kuat-kuat dalam hati. Terlintas tanggal-tanggal istimewa yang harusnya indah warna-warni, menjadi kelabu. Terngiang kalimat-kalimat yang memancing lisan melontarkan diksi serupa belati. Bahkan bagian-bagian dirinya menjadi lukisan buruk yang membekas trauma. 

Kalau melihat murid saya yang  hidungnya setipe, sebel. Kalau menemukan gaya ketawa seseorang yang  mirip, kesal! Jika mendapati asesoris yang serupa, bete! Waduuh, kok  lebay begini! Hidup jadi terasa sempit, gampang bad-mood, dan berkurang kebahagiaan. Sungguh tersiksa, batin seperti roller coaster; naik turun seenak udel. 


NASIHAT YANG DIAM

Benar ketika dikatakan bahwa 'kematian adalah nasihat yang diam'. Cara wafat Mang Oded, di saat salat, di hari baik, di tempat baik, diantar orang-orang baik, ditangisi orang-orang baik, adalah nasihat dalam bagi saya pribadi. Ritual rahasianya menjadi kisah teladan tentang ketulusan dan kelapangan hati.. 

Saya merasa sulit menyebutkan beberapa nama menjelang tidur. Nama-nama itu, benar menanamkan luka. Mereka melakukan hal buruk  pada saya, lalu membekas dalam. Saya mendendam.


Jika dibalik, akan sama saja: saya pun tentu pernah menanamkan luka di hati beberapa, bahkan mungkin sangat banyak, orang. Ada gurauan  saya yang mencubit perasaan mereka. Ada pendapat saya yang mencungkil harga diri mereka. Ada argumen saya yang melukai kemuliaan mereka. Bahkan kerlingan mata, bahasa tubuh  saya  bisa membuat mereka merasa  tersudut. Who knows? 

Saya tentu  membutuhkan pemberian maaf . Sangat berhajat  agar  meringankan hisab saya di hadapan Allah subhanahu wata'ala kelak. 


Dengan berpikir sejauh itu, mestinya ringan saja bagi saya untuk menyebutkan nama-nama itu dengan tulus. Siapa tahu, Allah subhanahu wat'ala berkenan menggerakkan hati orang-orang yang sudah saya sakiti agar memaafkan saya, menjelang tidur mereka. Dengan tulus pula. 

Wafatnya Mang Oded sungguh menjadi nasihat yang diam, bagi saya.

Mohon maaf lahir dan batin. 

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.