JAA!!!
“Tidak ada yang mau berteman denganku,” Jaa mengomel. Kakinya menendang-nendang kayu di
depannya. Bletak! Kayu itu mendarat di kepala Liilaa yang sedang menenun
songket. Liilaa melotot marah.
Jaa buru-buru pergi. Bila sedang
kesal begini, hutan adalah satu-satunya tempat yang nyaman untuk menyendiri.
“Teman-temanku memang menyebalkan!”
Jaa duduk di atas batu besar dengan
kesal. Pohon beringin rindang melindunginya dari matahari. Jaa memungut
batu-batu di dekatnya dan mulai melempar.
Satu kali, batu itu melambung
jauh ke depan. Menghantam sesuatu dengan keras. Jaa puas. Tapi rasa kesalnya
membutuhkan pelampiasan. Ia mengambil batu kembali, dan melemparkannya lagi.
Batu itu melenceng kea rah barat sedikit, dan menghantam sesuatu.
Eh, bukan sesuatu! Itu seseorang! Jaa belum sempat berlari ketika Pak Tua Tuppaa muncul
tiba-tiba di depannya. Pak Tua Tupaa terkenal galak. Wajahnya merah, pipinya
sedikit lebam.
“Siapa yang lempar batu ini?”
Tuppaa berteriak keras sekali. Satu tangannya yang memegang busur panah
teracung tinggi. Jaa takut melihatnya.
“Itu..ituu..,” tangan Jaa menunjuk kea rah lain.
“Itu siapa?” suara Pak Tua Tuppaa semakin lantang.
“Klarii!” Jaa asal menyebut. Tangannya menutup mulut dengan cepat.
Ooh, terlambat! Jaa sudah terlanjur
melontarkan nama itu!
“Anak itu harus diberi pelajaran!” Pak Tua Tuppaa balik kanan, dan
melangkah lebar-lebar.
Satu kali lompatan, Jaa
berbalik arah dan melesat. Ia harus cepat-cepat tiba di rumah Klarii sebelum
didahului Pak Tua Tupaa.
“Klariiiiiiii!” Jaa sudah berteriak-teriak seperti kesetanan ketika
mendekati rumah Klarii. Klarii, teman sebayanya, memandang dengan bingung.
“Ayo, ikut aku!” Jaa menarik-narik tangannya. Klarii semakin
bingung. Anyaman keranjang rotan yang
sedang dikerjakannya terlepas.
“Aku harus selesaikan ini!” Klarii melepaskan tangannya dengan
paksa. Jaa kembali menarik-narik tangannya.
“Ini penting!” desak Jaa.
“Apa yang penting?” Klarii
melotot.
“Pokoknya penting!” Jaa balas melotot.
“Sebutkan dulu!” Klarii menantang. Jaa semakin panic. Ia harus
cepat-cepat membawa Klarii sebelum Pak Tua Tuppaa datang.
“Amanii punya kejutan untukmu!” Jaa menjawab asal. Klarii meletakkan anyaman rotan dan mengikuti Jaa.
Sekarang Jaa bingung lagi. Masalah Pak Tua
Tuppaa selesai, tapi kini ia harus memikirkan Amanii dan kejutannya.
“Amanii dimana?” laupun heran, Klarii bertanya heran ketika mereka
menuju hutan.
“Amanii menunggu di sana,” Jaa menunjuk kea rah barat. Walaupun
bingung, Klarii tetap mengikuti Jaa.
“Nah, kau! Anak nakal!!” tiba-tiba Pak Tua Tuppaa ada di depan
mereka. Jaa terkejut, Klarii apalagi.
“Lihat hasil perbuatanmu!” Pak Tua Tuppaa menunjuk pipinya yang
lebam dan bengkak.
“Awas, aku pasti akan melaporkan pada orang tuamu!” Pak Tua Tuppaa
mengulurkan tangannya hendak menarik tangan Klarii. Jaa cepat-cepat menyeret
Klarii sambil berlari. Klarii
terseret-seret mengikuti. Ia sungguh ketakutan melihat kemarahan Pak Tua
Tuppaa.
Pak Tua Tuppaa berteriak-teriak dengan kesal. Ia tidak mungkin bisa
mengejar, karena kakinya pincang.
Di tepi sungai, Jaa dan Klarii berhenti.
“Kenapa Pak Tua Tuppaa marah padaku?” Klarii bertanya heran.
“Kenapa aku disebutnya anak nakal?” Klarii menatap Jaa tajam. Klarii
tahu, Jaa pasti menyembunyikan sesuatu.
“Ooh, ituu… Eh, begini..,” Jaa menjawab gugup.
“Haaaii!” seseorang memanggil
dan melambai dari kejauhan. Amanii berlari-lari kecil ke arah mereka. Jaa pucat pasi. Aduh, gawat!!
“Sedang apa kalian disini?” Amanii bertanya.
“Menemui kamu! Jaa bilang kamu punya kejutan untukku” jawab Klarii.
Amanii mengerutkan dahinya.
“Kejutan? Kejutan apa?” Amanii balik bertanya.
“Lho, mana kutahu. Kamu yang punya kejutan!” Klarii menjawab dengan
kesal. Amanii dan Klarii berpandangan dnegan bingung.
“Eh, itu… Eh, maaf, ya. Aku harus pulang sekarang!” Jaa balik kanan
dan lari dengan cepatnya.Meninggalkan Klarii dan Amanii yang kebingungan.
“Jaaaaaaa!!!!!!!!” Klarii dan Amanii berteriak. Mereka baru sadar, Jaa sudah berbohong dan
mempermainkan mereka.
Nah, kamu sekarang tahu kan, kenapa Jaa tidak punya teman?
Tidak ada komentar: