FRUIT JELLY REMAJA
Add caption |
“Aku
ditanya ustadzah, kenapa gak ikut ekskul bahasa Inggris,” kata Najma suatu
malam.
“Terus?” Saya menyimak.
“Temanku yang jawab. Katanya gini: ‘Najma
sudah bosan Ustadzah. Di rumah bisa belajar sendiri sama Bundanya’. Hehehehe,”
dia terkekeh-kekeh.
Saya tahu sebabnya terkekeh. Di
rumah, dia selalu menolak belajar dengan saya. Katanya, saya galak. Wahahaha.
Wong imut dan manis gini kok dibilang galak.
“Ayo ikut, belajar sama teman-teman.”
“Gak mau, nanti Bunda lebay,”
katanya cuek.
“Iya, lebay. Kalau ngajar menulis,
Bunda suka berlagak seperti guru TK,” Zahra ikut menyela.
What? Emang begitu?
Lalu Zahra dan Najma memperagakan
cara saya berdialog dengan teman-temannya di kelas.
“Masa begini: ‘Teman-teman, sekarang
kita akan menulis tentang..’...,” Zahra menirukan intonasi suara yang biasa
saya terapkan saat mengajar di kelasnya.
Ayahnya tertawa-tawa. Saya melongo. Emang
saya gitu?
“Nggak ah, Bunda gak gitu!” Saya
protes.
“Iyaaaaa!” serempak Najma dan Zahra
menjawab.
Oh, okeh. Mungkin sebab saya biasa
mengajar anak SMA, jadi merasa perlu mengubah gaya mengajar menjadi...errr...ramah
anak. Ternyata lebay. Wahaha.
Kali lain, saat di ruang tengah,
Najma cerita lagi.
“Tadi kau dipanggil Ustadzah.”
“Oh ya? Ngapain? Tanya tentang Bunda?”
“Iya, tapi itu cuma basa-basi.”
Saya meliriknya sekilas. Mukanya
datar. Sibuk mengunyah-ngunyah.
“Yang bukan basa-basi apa?”
“itu, nanyain tentang si Fulan.”
“Kenapa si Fulan?” Saya gak tahu
siapa nama yang disebutnya. Baru masuk di kelas Bahasa Inggrisnya dua kali.
Belum hafal semuanya. Eh, si Fulan itu ternyata tidak ikut kelas Bahasa
Inggris. Terang saja saya gak hafal.
“Itu, dia mengumpat-ngumpat. Temanku
si X di-wa dan dia marah-marah,” katanya. Mimiknya mulai serius. Berarti penting
nih.
“Kenapa mengumpat?”
“Dia memang suka mengumpat.”
“Kenapa kirim wa ke mbak X?”
“Ya ...bla..bla..bla..” (Saya lupa
detil ceritanya, jadi ditulis begitu saja ya).
“Terus? Kenapa Ustadzah nanya Mbak
Najma?”
“Soalnya aku minta tolong sama Y untuk bantu selesaikan.”
“Siapa Y?”
Lalu cerita berlanjut, hingga ada tokoh W, H, N, dan lain-lain.
"Siapa N?"
Lalu cerita berlanjut, hingga ada tokoh W, H, N, dan lain-lain.
"Siapa N?"
“Aaaah... Bunda,” dia salah tingkah.
Wew. Apa ini?
“Dia yang ituuuuuu,” Najma bisik-bisik.
“Yang Najma sukaaaaaaaa!” Nabila
tiba-tiba nongol dan berteriak.
Saya pasang tampang ‘wow, iyakah?’ Najma tersipu-sipu.
“Kamu suka?”
Dia tersipu-sipu lagi.
“Yang mana orangnya?”
“Aaaah, jangan dicari lho!”
Oooh. Walaupun saya masih bingung kaitan antara si
Fulan, si X dan si Y, dan pemanggilan
Ustadzahnya atas masalah itu, saya tetap manggut-manggut saja.
Pembicaraan kemudian beralih pada
yang lain. Anakku sudah abege. Belum haid, badannya bongsor. Saya berusaha menyikapi informasi apapun tentang
pengalamannya dengan tanggapan yang wajar. Kadang-kadang ya kaget juga. Bahwa
dia mau menceritakan segala sesuatu tanpa beban, itu adalah aset. Tidak mudah menjadi
sahabat bagi mereka. Seringkali mereka protes jika dirasa saya terlalu banyak
memberi petuah.
Mereka hanya ingin didengarkan,
tanpa banyak dihakimi. Pemberian batas, nilai-nilai, norma-norma, diberikan
saat lain.
“Aku masih bertahan, bertahan tidak
ikut-ikutan suka sama lagu-lagu Korea. Bertahan gak ikut-ikutan ngomongin musik
dan group band,” katanya pada Ayahnya. Ayahnya acung jempol.
Ini baru permulaan. Dia akan
menemukan hal-hal lain di luar sana. Benturan-benturan akan dihadapi. Antara
idealisme keluarga, prinsip-prinsip, dan realitas kehidupan remaja, mungkin
akan mendapatkan titik temu.
Banyak sajian yang akan terpampang di depannya. Dia bisa memilih berbagai kebiasaan dan trend remaja saat ini. Layaknya makanan, semuanya dikemas menarik. Mengundang selera. Warna-warni, seperti fruit jelly. Menggoda, melambai-lambai mengajak mendekat.
Berharap dia bisa menjadi remaja
sholihah yang berkembang sesuai dengan fitrah agamanya. Jatuh cinta, suka lawan jenis, kagum, biar menjadi fase yang bisa dilewatinya dengan selamat.
Tidak ada komentar: