GEGARA YU NARTI

Jumat, Agustus 25, 2017
               


                Anak-anak suka membaca tulisan saya.
                Satu malam, beberapa pekan lalu, mereka membuka majalah donatur LAZ UQ, lembaga amil zakat di Jombang. Saya menjadi kontributor tetap disitu.
                Tulisan berseri, tokohnya emak-emak bernama Narti. Biasa dipanggil Yu Narti oleh tetangganya. Itu tokoh imajiner, cuplikan kejadiannya saya ambil dari berbagai sumber. Bisa pengalaman pribadi, bisa pengalaman orang lain. Jadi hati-hati kalau curhat ke saya, yes. Bisa-bisa muncul kisahnya dengan modifikasi tertentu. Sesuai kehendak saya, tentunya. Tapi jangan khawatir, sumber tidak akan disebutkan. Hehehe.
                Judul serial Yu Narti saat itu adalah MERDEKA! Mengisahkan Yu Narti yang ditinggal suaminya, Mas Ari, di alun-alun kota Jombang. Yu Narti pegel keliling alun-alun untuk mencari. Muncul prasangka, amarah, dan lain-lain.
                Gak akan saya ceritakan komplit disini. Kalau mau tahu, baca saja majalah LAZ UQ itu yes.
                “Hahahaha...Hahahaha...Yu Narti, Yu Nartiiii...,” Najma tergelak-gelak. Wajahnya ditutupi majalah.
                “Apaan?Apaan?” Partner in crimenya, Nabila Izzatul Haq, penasaran. Dia  mengambil majalah dan membacanya.
                “Hahahaha...Kasihaaaan, kaaasiiihaaaaan,” tak lama ganti Nabila yang terkekeh-kekeh.
                Saya pasang tampang cool. Dua anak ini, plus dua lainnya, jika sudah bersekongkol, bahaya. Level jailnya akut. Saya heran, menurun dari siapa? Saya kan  tenang dan tidak usil. Ayahnya pendiam dan cool. Nah, dari siapa coba?
                “Mas Ariiiii... Mas Ariiii...,” Najma menunjuk-nunjuk ayahnya. Mereka berdua terbungkuk-bungkuk sebab kekehannya.
                Ish, ish, ish. Imajinasi mereka melampaui batas. Tokoh mas Ari dinisbahkan pada suamiku nan ganteng tiada tara, ayah mereka juga.
                “Kasihaaaan, ditinggal sendirian di alun-alun,” Najma masih terkekeh-kekeh.
                Kata Nabila, level sense of humornya Najma itu parah. Hanya berkisar nol koma nol nol nol nol sekian. Akibatnya, dia bisa tretawa terpingkal-pingkal untuk satu kejadian yang bagi orang lain tidak lucu. Jadinya begini kalau sedang berkumpul: ada kejadian X, Najma tertawa-tawa lama dan heboh; sementara kami berlima bengong melihat dia tertawa. Akhirnya sih semua tertawa, tapi mentertawakan dia. Nah!
                Lanjut yang tadi.
                “Ada orang kelaparan ditinggal di alun-alun. Hehehehehe. Gak bawa duit, gak bawa hape. Hehehehe. Mau pulang takut gak ada orang di rumah. Hehehehe,” Najma menyebutkan detil peristiwa dalam cerita.
                Saya berpikir keras. Apakah kami memang pernah mengalamai kejadian itu ya? Jangan-jangan memang iya. Tapi seingat saya sih tidak pernah.
                Etapi kenapa mereka terpingkal-pingkal begitu? Saya ingin nanya. Tapi tengsin. Bahaya!! Bisa-bisa mereka semakin mentertawakan saya.
                Jika memang pernah, mereka akan menganggap saya lucu sebab melupakan peristiwa antik begitu. Sekaligus membangkitkan kenangan lucu dalam memori mereka.
                Jika tidak pernah, saya tetap akan ditertawakan, sebab dianggap kepo dan masuk jebakan!
                Nah, susah kan? Piye, jal?
                Akhirnya saya diam saja. Membiarkan mereka terawa dengan puas. Mau gimana lagi?


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.