FRUIT JELLY REMAJA

Selasa, Agustus 22, 2017
           
Add caption




            “Aku ditanya ustadzah, kenapa gak ikut ekskul bahasa Inggris,” kata Najma suatu malam.
            “Terus?” Saya menyimak.
            “Temanku yang jawab. Katanya gini: ‘Najma sudah bosan Ustadzah. Di rumah bisa belajar sendiri sama Bundanya’. Hehehehe,” dia terkekeh-kekeh.
            Saya tahu sebabnya terkekeh. Di rumah, dia selalu menolak belajar dengan saya. Katanya, saya galak. Wahahaha. Wong imut dan manis gini kok dibilang galak.
            “Ayo ikut, belajar sama teman-teman.”
            “Gak mau, nanti Bunda lebay,” katanya cuek.
            “Iya, lebay. Kalau ngajar menulis, Bunda suka berlagak seperti guru TK,” Zahra ikut menyela.
            What? Emang begitu?
            Lalu Zahra dan Najma memperagakan cara saya berdialog dengan teman-temannya di kelas.
            “Masa begini: ‘Teman-teman, sekarang kita akan menulis tentang..’...,” Zahra menirukan intonasi suara yang biasa saya terapkan saat mengajar di kelasnya.
            Ayahnya tertawa-tawa. Saya melongo. Emang saya gitu?
            “Nggak ah, Bunda gak gitu!” Saya protes.
            “Iyaaaaa!” serempak Najma dan Zahra menjawab.
            Oh, okeh. Mungkin sebab saya biasa mengajar anak SMA, jadi merasa perlu mengubah gaya mengajar menjadi...errr...ramah anak.  Ternyata lebay. Wahaha.
            Kali lain, saat di ruang tengah, Najma cerita lagi.
            “Tadi kau dipanggil Ustadzah.”
            “Oh ya? Ngapain? Tanya tentang Bunda?”
            “Iya, tapi itu cuma basa-basi.”
            Saya meliriknya sekilas. Mukanya datar. Sibuk mengunyah-ngunyah.
            “Yang bukan basa-basi apa?”
            “itu, nanyain tentang si Fulan.”
            “Kenapa si Fulan?” Saya gak tahu siapa nama yang disebutnya. Baru masuk di kelas Bahasa Inggrisnya dua kali. Belum hafal semuanya. Eh, si Fulan itu ternyata tidak ikut kelas Bahasa Inggris. Terang saja saya gak hafal.
            “Itu, dia mengumpat-ngumpat. Temanku si X di-wa dan dia marah-marah,” katanya. Mimiknya mulai serius. Berarti penting nih.
            “Kenapa mengumpat?”
            “Dia memang suka mengumpat.”
            “Kenapa kirim wa ke mbak X?”
            “Ya ...bla..bla..bla..” (Saya lupa detil ceritanya, jadi ditulis begitu saja ya).
            “Terus? Kenapa Ustadzah nanya Mbak Najma?”
            “Soalnya aku  minta tolong sama Y untuk bantu selesaikan.”
            “Siapa Y?”
           Lalu cerita berlanjut, hingga ada tokoh W, H, N, dan lain-lain.
            "Siapa N?"
            “Aaaah... Bunda,” dia salah tingkah.
            Wew. Apa ini?
            “Dia yang ituuuuuu,” Najma bisik-bisik.
            “Yang Najma sukaaaaaaaa!” Nabila tiba-tiba nongol dan berteriak.
            Saya pasang tampang ‘wow, iyakah?’  Najma tersipu-sipu.
            “Kamu suka?”
            Dia tersipu-sipu lagi.
            “Yang mana orangnya?”
            “Aaaah, jangan dicari lho!”

            Oooh.  Walaupun saya masih bingung kaitan antara si Fulan, si X dan si Y,  dan pemanggilan Ustadzahnya atas masalah itu, saya tetap manggut-manggut saja.
            Pembicaraan kemudian beralih pada yang lain. Anakku sudah abege. Belum haid, badannya bongsor.  Saya berusaha  menyikapi informasi apapun tentang pengalamannya dengan tanggapan yang wajar. Kadang-kadang ya kaget juga. Bahwa dia mau menceritakan segala sesuatu tanpa beban, itu adalah aset. Tidak mudah menjadi sahabat bagi mereka. Seringkali mereka protes jika dirasa saya terlalu banyak memberi petuah.
            Mereka hanya ingin didengarkan, tanpa banyak dihakimi. Pemberian batas, nilai-nilai, norma-norma, diberikan saat lain.
            “Aku masih bertahan, bertahan tidak ikut-ikutan suka sama lagu-lagu Korea. Bertahan gak ikut-ikutan ngomongin musik dan group band,” katanya pada Ayahnya.  Ayahnya acung jempol. 
            Ini baru permulaan. Dia akan menemukan hal-hal lain di luar sana. Benturan-benturan akan dihadapi. Antara idealisme keluarga, prinsip-prinsip, dan realitas kehidupan remaja, mungkin akan mendapatkan titik temu.

            Banyak sajian yang akan terpampang di depannya. Dia bisa memilih berbagai kebiasaan dan trend remaja saat ini. Layaknya makanan, semuanya dikemas menarik. Mengundang selera. Warna-warni, seperti fruit jelly. Menggoda, melambai-lambai mengajak mendekat. 
            Berharap dia bisa menjadi remaja sholihah yang berkembang sesuai dengan fitrah agamanya. Jatuh cinta, suka lawan jenis, kagum, biar menjadi  fase yang bisa dilewatinya dengan selamat. 
           


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.