ATM DAN HARI GURU NASIONAL

Minggu, November 24, 2013
*refleksi sederhana*

Sore tadi, ada seorang sahabat yang mengirimkan pesan pada saya. Katanya, ia sudah membaca cerpen saya di majalah BOBO no 33, yang berjudul ATM. Ada satu pertanyaan: apakah saya terapkan itu di SMK tempat saya mengajar?
Jawabannya: ya, saya menerapkan penggunaan PIN itu di kelas yang saya ajar sekitar satu hingga dua tahun lalu. Gerakan penggunaan PIN itu berhenti, namun gerakan moralnya tetap berjalan.

(ATM adalah kepanjangan dari Aku Tidak Menyontek. Siswa yang mau, mereka  mendaftar  dan akan mendapat satu PIN. PIN tersebut dipakai ketika ulangan, baik ulangan harian maupun ulangan semester. Anggota ATM tidak boleh memberi jawaban, menyakan jawaban, atau menyontek.)

Seberapa besarkah perubahannya? Jika yang menjadi tolok ukur adalah hilangnya kebiasaan menyontek di sekolah saya, maka gerakan ini  tidak menghasilkan perubahan yang signifikan.
Namun jika yang jadi tolok ukur adalah berubahnya mind-set sebagian siswa, maka saya bisa katakan ada hasilnya.
Bukan karena saya. Tapi karena banyak guru yang  memiliki sudut pandang yang sama dan melakukan hal yang sama: menjauhkan siswa dari kebiasaan menyontek.
Pemerintah juga mulai menaruh perhatian pada budaya menyontek yang sungguh mengakar kuat. Oh ya, ijinkan saya menceritakan hasil tanya jawab yang sering saya lontarkan di kelas-kelas. Jika saya tanya, siapakah yang tidak menyontek di kelas 1 sd, hasilnya sungguh menakjubkan. Jumlah siswa yang mengacungkan tangan pada satu kelas, seingat saya, maksimal hanya 10 siswa! Dan jumlah itu menyusut hingga habis seiring naiknya jenjang kelas yang saya sebutkan.
Nah, kembali pada pemerintah. Budaya menyontek (dalan UN) sudah dicoba diminimalisir melalui peningkatan jumlah paket soal yang mencapai 20 paket. Artinya, satu siswa, akan mendapat paket yang berbeda dengan siswa lain. Itu langkah bagus yang perlu diapresiasi.

Namun, langkah itu belumlah cukup. Untuk mengikis kebiasaan selama bertahun-tahun, membutuhkan langkah panjang dan kesabaran ekstra. Kemarin Sabtu, 23 November, iseng saya tanya pada satu kelas yang akan ulangan, bisakah mereka tidak menyontek? Jawabannya lugas: bisa, bu, karena yang gurunya killer! Hehehe.

Dari beberapa diskusi dengan rekan  dan sahabat, kesadaran guru  akan pentingnya menjauhkan siswa dari kebiasaan menyontek sebetulnya  sudah cukup baik. Saya membayangkan, jika gerakan Anti Menyontek dijadikan gerakan moral nasional oleh para guru dan orang tua, insya Allah hasilnya akan lebih maksimal.
Kita para guru dan orang tua menyatukan hati, menyelaraskan langkah, mengatur barisan, agar gerakan moral Anti Menyontek ini menjadi gelombang besar yang akan membuat perubahan  pada dunia pendidikan kita.
Tidak perlu menunggu UN, karena UN hanya satu momen kecil dari sekian lama panjangnya proses pendidikan siswa di sekolah.

Efek gerakan ini akan mempengaruhi banyak hal.
Satu, pada siswa. Mereka akan berlatih untuk berjuang diatas kemampuannya sendiri.
Dua, pada guru. Kita akan termotivasi untuk tidak menjadikan proses pendidikan di sekolah yang hanya berorientasi kepada nilai saja. Jika siswa dituntut untuk berjuang dan percaya diri, maka kita otomatis akan dituntut untuk meningkatkan kapasitas keilmuan dan wawasan. Agar persoalan siswa dalam menerima, memahami dan mengamalkan ilmunya teratasi.
Tiga, orang tua. Saya pernah bertemu orang tua yang justru menghendaki anaknya diajari menyontek agar nilainya cukup untuk masuk sekolah favorit. "Kan itu sudah biasa," katanya.
Kita sudah sangat terlatih  untuk menilai pendidikan dari hasil saja. Berapa nilainya, bisa masuk sekolah mana, berapa rata-rata nilai UN sekolahnya dll. Luput ditanyakan bagaimana caranya mendapatan itu?


Hari Senin, 25 November adalah HARI GURU NASIONAL. Di hari ini, kita para guru akan banyak menerima ucapan selamat  dan doa-doa.
Alangkah baiknya, jika momen Hari Guru Nasional ini dijadikan momentum dimulainya gerakan Anti Menyontek secara massiv.
Mari kikis kebiasaan buruk para siswa, kebiasaan buruk kita dan kebiasaan buruk orang tua yang berorientasi pada hasil saja.
Mari tumbuhkan watak-watak pejuang, jujur, tangguh, pekerja keras pada anak-anak kita, harapan kehidupan kita masa depan.

Ajak anak-anak tergabung dalam gerakan ini. Ajak rekan-rekan guru yang Anda kenal untuk turut dalam gelombang besar perubahan ini.
Caranya, bagilah tulisan ini. Tag sebanyak-banyaknya orang agar semakin banyak pula yang mau terlibat untuk membenahi pendidikan kita.
Semoga ini bisa jadi amalan kecil yang membukakan pintu kebaikan bagi semuanya.


Lakukan perubahan dari tempat ini, dari yang kecil, dari diri sendiri, dan dari sekarang!

Selamat HARI GURU NASIONAL




Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.