ATM DAN HARI GURU NASIONAL
*refleksi sederhana*
Sore tadi, ada seorang sahabat yang mengirimkan pesan pada
saya. Katanya, ia sudah membaca cerpen saya di majalah BOBO no 33, yang
berjudul ATM. Ada satu pertanyaan: apakah saya terapkan itu di SMK tempat saya
mengajar?
Jawabannya: ya, saya menerapkan penggunaan PIN itu di kelas
yang saya ajar sekitar satu hingga dua tahun lalu. Gerakan penggunaan PIN itu
berhenti, namun gerakan moralnya tetap berjalan.
(ATM adalah kepanjangan dari Aku Tidak Menyontek. Siswa yang
mau, mereka mendaftar dan akan mendapat satu PIN. PIN tersebut
dipakai ketika ulangan, baik ulangan harian maupun ulangan semester. Anggota
ATM tidak boleh memberi jawaban, menyakan jawaban, atau menyontek.)
Seberapa besarkah perubahannya? Jika yang menjadi tolok ukur
adalah hilangnya kebiasaan menyontek di sekolah saya, maka gerakan ini tidak menghasilkan perubahan yang signifikan.
Namun jika yang jadi tolok ukur adalah berubahnya mind-set
sebagian siswa, maka saya bisa katakan ada hasilnya.
Bukan karena saya. Tapi karena banyak guru yang memiliki sudut pandang yang sama dan
melakukan hal yang sama: menjauhkan siswa dari kebiasaan menyontek.
Pemerintah juga mulai menaruh perhatian pada budaya
menyontek yang sungguh mengakar kuat. Oh ya, ijinkan saya menceritakan hasil
tanya jawab yang sering saya lontarkan di kelas-kelas. Jika saya tanya,
siapakah yang tidak menyontek di kelas 1 sd, hasilnya sungguh menakjubkan.
Jumlah siswa yang mengacungkan tangan pada satu kelas, seingat saya, maksimal
hanya 10 siswa! Dan jumlah itu menyusut hingga habis seiring naiknya jenjang
kelas yang saya sebutkan.
Nah, kembali pada pemerintah. Budaya menyontek (dalan UN)
sudah dicoba diminimalisir melalui peningkatan jumlah paket soal yang mencapai
20 paket. Artinya, satu siswa, akan mendapat paket yang berbeda dengan siswa
lain. Itu langkah bagus yang perlu diapresiasi.
Namun, langkah itu belumlah cukup. Untuk mengikis kebiasaan
selama bertahun-tahun, membutuhkan langkah panjang dan kesabaran ekstra.
Kemarin Sabtu, 23 November, iseng saya tanya pada satu kelas yang akan ulangan,
bisakah mereka tidak menyontek? Jawabannya lugas: bisa, bu, karena yang gurunya
killer! Hehehe.
Dari beberapa diskusi dengan rekan dan sahabat, kesadaran guru akan pentingnya menjauhkan siswa dari
kebiasaan menyontek sebetulnya sudah
cukup baik. Saya membayangkan, jika gerakan Anti Menyontek dijadikan gerakan
moral nasional oleh para guru dan orang tua, insya Allah hasilnya akan lebih
maksimal.
Kita para guru dan orang tua menyatukan hati, menyelaraskan
langkah, mengatur barisan, agar gerakan moral Anti Menyontek ini menjadi
gelombang besar yang akan membuat perubahan
pada dunia pendidikan kita.
Tidak perlu menunggu UN, karena UN hanya satu momen kecil
dari sekian lama panjangnya proses pendidikan siswa di sekolah.
Efek gerakan ini akan mempengaruhi banyak hal.
Satu, pada siswa. Mereka akan berlatih untuk berjuang diatas
kemampuannya sendiri.
Dua, pada guru. Kita akan termotivasi untuk tidak menjadikan
proses pendidikan di sekolah yang hanya berorientasi kepada nilai saja. Jika
siswa dituntut untuk berjuang dan percaya diri, maka kita otomatis akan
dituntut untuk meningkatkan kapasitas keilmuan dan wawasan. Agar persoalan
siswa dalam menerima, memahami dan mengamalkan ilmunya teratasi.
Tiga, orang tua. Saya pernah bertemu orang tua yang justru menghendaki
anaknya diajari menyontek agar nilainya cukup untuk masuk sekolah favorit.
"Kan itu sudah biasa," katanya.
Kita sudah sangat terlatih
untuk menilai pendidikan dari hasil saja. Berapa nilainya, bisa masuk
sekolah mana, berapa rata-rata nilai UN sekolahnya dll. Luput ditanyakan
bagaimana caranya mendapatan itu?
Hari Senin, 25 November adalah HARI GURU NASIONAL. Di hari
ini, kita para guru akan banyak menerima ucapan selamat dan doa-doa.
Alangkah baiknya, jika momen Hari Guru Nasional ini dijadikan
momentum dimulainya gerakan Anti Menyontek secara massiv.
Mari kikis kebiasaan buruk para siswa, kebiasaan buruk kita
dan kebiasaan buruk orang tua yang berorientasi pada hasil saja.
Mari tumbuhkan watak-watak pejuang, jujur, tangguh, pekerja
keras pada anak-anak kita, harapan kehidupan kita masa depan.
Ajak anak-anak tergabung dalam gerakan ini. Ajak rekan-rekan
guru yang Anda kenal untuk turut dalam gelombang besar perubahan ini.
Caranya, bagilah tulisan ini. Tag sebanyak-banyaknya orang
agar semakin banyak pula yang mau terlibat untuk membenahi pendidikan kita.
Semoga ini bisa jadi amalan kecil yang membukakan pintu
kebaikan bagi semuanya.
Lakukan perubahan dari tempat ini, dari yang kecil, dari
diri sendiri, dan dari sekarang!
Tidak ada komentar: