NAJMA TAKUT DAJJAL

Jumat, Februari 24, 2017
           


          Malam kemarin, saya tengah tilawah. Najma tiba-tiba nyungsep di sebelah saya dan berbicara cepat.

“”@#$*&^$hk&i#52@#4@@#,” matanya berurai air. Saya bengong. Wajah Najma tampak begitu emosional.

“Bicara pelan-pelan, Bunda gak paham,” kata saya pelan. Najma terisak-isak.

“Kalau aku sekolah di Gontor, lalu keluar Dajjal, aku gimana? Gak ada Bunda disampingku, aku takut. Aku jauh dari Bunda,” isaknya semakin keras.

Saya tertegun. Dajjal?

“Darimana baca tentang Dajjal?”

“Di internet,” katanya. Bahunya berguncang-guncang.

“Sini, dekat Bunda,” saya menepuk sebelah. Najma beringsut, menempelkan badannya mendekat di pangkuan.

“Dajjal memang akan muncul. Kita tidak tahu kapan munculnya. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri dengan memperbanyak amal...,” saya mulai mencoba menjelaskan.

                Persiapkan diri itu, Nak, adalah mempersering taubat. Membenahi niat. Bersama dan membersamai orang-orang sholih.

                Ayah Bunda menyekolahkanmu di sekolah agama, bukan sekedar agar kau paham dan hafal tentang agamamu. Ini bagian dari wasilah mempersiapkan orang-orang tangguh di masa depan. Berharap kalian menjadi satu diantara para mujahid-mujahidah dakwah. Bahwa kalian akan berjuang habis-habisan di titik dimana Allah takdirkan kalian berkiprah.

                Bukan sekedar berjuang habis-habisan untuk bertahan hidup. Memperbanyak harta. Memperpanjang gelar. Menambah daftar pengikut. Mengejar jabatan. Sebanyak apa pun dicapai itu semua, mereka akan dinolkan oleh kematian.

                Gelarmu tak akan ditulis di batu nisan. Hartamu tak muat dilesakkan di liang kubur yang hanya satu kali dua meter itu. Pengikutmu akan lari terbirit-birit jika diajak serta menetap di rumah terakhirmu yang gelap. Jabatanmua akan diisi orang lain dan mereka akan melupakanmu, kecuali kemuliaan  taqwa menjadi pakaianmu.

                Ayah Bunda memperhatikan teman-temanmu, bukan karena ingin membatasimu. Sebab teman menggores bekas. Sebab pertemanan membentuk tabiat. Sebab teman akrab meninggalkan jejak. Sisakan kebaikan pada teman-temanmu, Nak. Dan pilihkan teman yang akan menyisakan kebaikan bagi hidupmu.

                Jalan kebaikan ini, Nak, sepi dan penuh onak duri. Kau akan membutuhkan sandaran kokoh untuk bertahan dalam keyakinan  bahwa ini benar. Jangan bersandar pada manusia. Jangan menyampirkan sulur pertahananmu pada mahluk yang sama lemahnya dengan kita. Ikat buhul itu pada Tuhanmu. Kuatkan dengan doa. Kencangkan dengan amal sholih.

                Hidup ini pilihan. Ada waktu pilihanmu melenceng  dari keridhoanNya. Kembalilah segera. Paksa hati dan dirimu untuk berputar balik. Bersegera. Bersicepat. Kita berpacu dengan maut. Lintasan ujung hidup tak pernah bisa diprediksi.

              Ayah Bunda titipkan hidup dan matimu, pada Zat Yang Maha Agung. Allah Azza wa Jalla.

Jombang, 24 Februari 2017.

Sepenuh cinta.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.