TERHADAP MASA LALU

Rabu, Januari 17, 2018



Kehidupan manusia terbagi dalam tiga bagian, yaitu waktu yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Secara singkat, kita menyebut kemarin, sekarang dan besok.

Ada yang melalui tiga waktu itu dalam kelalaian dan kesia-siaan. Ada yang menjadi budak masa lalu, hamba masa sekarang dan pelayan masa depan. Sebagian kecil mampu menempatkan dirinya dalam posisi seimbang, dengan prosi yang tidak kurang tidak juga lebih. Yang teakhri disebut hanya dilakukan oleh sangat sedikit orang.

Bangga dengan Masa Lalu
Sebagian manusia hidup di masa lalu, tidak sekarang, tdiak besok. Mereka terlena dengan romantisme pribadi masa lalu mereka, masa keluarga-keluarga, bapak-bapak, dan kelompok-kelompok mereka. Watak berlebihan ini disebut dengan ‘turatsiyyin’ (para penegak budaya masa lalu) dan ‘idhamiyin’ (orang yang fanatik dengan masa lalu).

Ada beberapa tipe:
1. Orang yang hidup dengan kebangaan pujian dan keluhuran masa lalunya tanpa melihat kondisi sekarang dan hari ini. Mereka selalu berkata: “Dulu nenek moyang kami begini...” Atau “dulu bapak-bapak kami melakukan ini...”
Mereka tidak pernah berkata: “Kamiberbuat begini...” Atau “ Kami bertindak ini dan itu...”
Tak ada yang salah dengan membanggakan nenek moyang dabn bapak-bapak terdahulu, jika diikuti dengan usaha untuk menyempurnakan apa-apa yang telah mereka lakukan dahulu. Atau meneladani dan meniru kebaikan orang-orang terdahulu. Tapi jika hanya membanggakan leluhur dalam bingkai diskusi, nyanyian, sedikitpun tidak akan ada kontribusi yang nyata bagi perbaikan ummat.
Al Mutanabbi berkomentar:
“Jika kalian bangga dengan bapak-bapak kalian yang berjaya, itu benar. Tetapi sungguh mereka menyesal telah melahirkan kalian..”
2. Orang yang menyeru kepada penyucian warisan budaya dengan segala kebaikan dan keburukannya. Menurut mereka, yang telah lalu selalu lebih baik dari sekarang, dan para pendahulu tak pernah mewariskan apa-apa bagi generasi sekarang. Bagi mereka, inovasi adlah suatu hal yang mustahil.
Para ulama telah bersepakat bahwa yang layak disucikan dengan cara demikian adalah Al Quran dan As Sunnah. Terhadap dua hal tersebtu, tak ada pilihan lain kecuali berpegang teguh pada Al Quran dan As Sunnah.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka... (Q.S Al Ahzab 36).
Maka budaya dari (at Turats) yang berasal dari sisi Allah tidak layak diseleksi dan diteliti. Yang boleh diseleksi dan dipilah-pilah kembali penerapannya adalah budaya yang datang dari sisi manusia.
3. Orang yang hidup pada masa lalu dan ia bergantung padanya, taklid dengannya, karena begitulah bapak-bapak mereka hidup. Tak ada proses menuji masa lalu itu apakah benar atau tidak. Sikap demikian identik dengan pengikut dan pelaksana, bukan sikap kritis dan pemilih. Juga disebut sikap pengekor, bukan sikap reformis.
Al Quran menyebutkan:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab: ‘(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapatkan dari perbuatan nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapunm dan tidak mendapat petunjuk?” (Q.S Al Baqarah : 170).
Pemikiran demikian juga diutarakan oleh kaum rasul terdahulu. Seperti ucapan kaum Nabi Hud:
“...Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allahs aja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?” QS Al’’Araaf : 70).
Atau ucapan kaum Tsamud kepada Nabi Shaleh:
“...Hai Shaleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang diantara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami?” (Q.S Huud : 62)
Kepada kelompok manusia ini, Al Quran menekankan bahwa ini adalah kejumudan akal semata. Mereka melakukan taklid buta terhadap apa yang mereka warisi.
“Apakah (kamu akan mengiktui juga) sekalipunn aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?” (Q.S Az Zukhruf : 24).
4. Orang yang hidup pada masa lalu dan menyesal dengannya. Merasa kehilangan dengan apa yang pergi darinya dan berkali-kali berkata: “Ah, seandainya kau melakukan ini...”
“Ah, seandainya aku meninggalkan hal ini.”
“Kalau aku melakukan ini pasti begini jadinya...”
“Kalau aku menddahulukan yang ini dan mengakhirkan yang itu, pasti hasilnya tidak akan seperti ini...”
Sikap demikian akan membuatnya tak berdaya dan selalu resah. Ingatlah dengan pepatah: “Sibuk dengan segala yang telah lalu itu menghilangkan waktu yang berharga..”
AL Quran dan As Sunnah mengecam perbuatan itu. Sebagaimana firman Allah SWT seusai perang Uhud:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumiatau berperang: “Kalau merek atetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak akan mati dan tidak akan dibunuh.” Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Ali Imran 156).
“Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai dari seorang mukmin yang lemah. Dalam masing-masing ada kebaikannya sendiri-sendiri. Rakuslah terhadap apa-apa yang memberimu manfaat dan mintalah pertolongan kepada Allah serta janganlah menjadi lemah. Janganlah kamu berkata : “sekiranya aku berbuat begini dan tentu jadinya akan begini.” Tetapi ucapkanlah: “Allah telah menetapkan dan menentukan apa-apa yang telah dikehendakiNya.” Sesungguhnya perkataan ‘sekiranya’ itu membuka pintu amal syetan.” (H.R Muslim dari hadist Abu Hurairah).

Menghadapi pergantian masa, hendaklah mukmin bisa menyikapi masa lalunya dengan bijaksana. Jadikan ia cermin sebagai bahan perbaikan, dan azamkan untuk melakukan perubahan. Sepantasnya seorang mukmin menata waktu sekarang dan akan datang dengan sebaik-baik amal sholih.

Tujuan hidup adlaah beribadah pada Allah SWT, cita-cita terbesar adalah masuk dalam jannahNya. Maka keseluruhan resolusi hidup kita, adalah meluruskan niat dan memperbarui taubat selalu. Bismillah, semoga Allah mudahkan.

*Disarikan dari Manajemen Waktu Seorang Muslim, DR. Yusuf Al Qardhawi.




2 komentar:

  1. Yang paling jauh adalah masa lalu dan yang paling dekat adalah kematian,
    salam dari Hebros

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nice quote, Hebros...
      Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak...

      Hapus

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.