PETUAH RAMADHAN DAN SARI APEL
23 Agustus 2009 jam 7:37
Malam Ramadhan pertama. Saya bersiap sholat sendiri. Nenek, Ayah dan Nabila sudah ke masjid. Tak bisa ikut, karena Hafidh sudah tidur.
"Iya, yuk, ikut!" Najma menggeleng. Dia sibuk dengan mainan di tangannya.
"Banyak yang sholat di masjid, ya?" tanyanya lagi.
"Ya!"
"Atu ndak!" kata Zahra.
"Kenapa ke masjid?" tanya Najma.
"Hmm... Begini.." saya bersiap seperti ulama kondang hendak memberi petuah. "Allah sediakan pahala yang buaaaanyaaak di bulan Ramadhan ini. Tidak sama dengan bulan lainnya."
Saya berhenti. Memperhatikan reaksi Najma dan Zahra. Najma mengangguk-angguk.
"contohnya, kalau di bulan lain kita infak, pahalanya...." saya belum selesai.
"Apa itu infaq?" potong Najma.
"Infaq itu, hampir sama dengan sedekah, kasih ke orang miskin. Misalnya mbak Najma kasih uang sama pak becak," saya berusaha menjelaskan sederhana.
"Orang miskin itu pengemis, gitu?" kejar Najma lagi.
"Tidak selalu .
"Kok miskin?" Alis Najma bertaut. Lha, kok saya ikut bingung, ya?
"Iya, walaupun sudah bekerja, hasilnya sedikit. Uangnya tidak banyak, sedikit sekali . Tidak cukup untuk hidupnya. Tidak bisa beli macam-macam kayak mbak Najma. Mbak Najma
"Lhooooo .....Aku lho, sudah gak punya uang lagi! Habis untuk bayar sari apel ke Bunda duluuuu!" Najma berkata dengan nada tinggi. Protes!
"Sari apel apa?" saya tambah bingung. Hang, hadirin!
"Sari apel duluuu..." Najma bersikeras. "Kata Ayah Bunda suruh bayar! Jadi aku bayar, pakai uangku! Sekarang uangku habis!!"
(Oh, ya, saya ingat! Beberapa bulan lalu, adik ipar saya promosikan sari apel buatan ibu-ibu pkk sebuah desa di
"Emang uang Mbak Najma habis semua?" saya bertanya sambil senyum-senyum geli.
"Iyaaa... Aku sudah gak punya uang lagi! Ayo, Bunda ganti, ya?" pintanya.
"OK. Insya Allah Bunda ganti!" janji saya.
'Semuanya! Haarussss semuanya!" Najma berkata mantap. Ia melanjutkan mainannya.
Tidak ada komentar: