DUA PADUAN SUARA

Selasa, Oktober 26, 2010
Waktu sekolah di Sumenep, di sebuah SD. Ada satu guru yang pintar menyanyi, namanya Bu Endang. Kami diajari belajar not angka, not balok, dikenalkan dengan tempo. Saya sungguh suka menyanyi. Tapi not angka dan not balok, menurut saya, bikin ribet saja!

Waktu KKn, di Cibanggala, Cianjur, tahun 1995. Desa nun jauh disana. Jauh dari mana-mana. Untuk belanja ke Cianjur saja (waktu itu) bisa habis lima puluh ribu rupiah pulang-pergi. Dengan ojek yang melonjak-lonjak, menyusuri tebing curam. Asli, sport jantung! Disambung angkot yang cuma ada dua kali sehari. Pagi dan siang. Dan, bayangkanlah ini: kursi depan diisi 5 orang plus satu supir! Alhasil, supir mengendalikan kemudi dengan cara duduk miring paling ujung pintu. Saya sungguh takjub, betapa mahirnya dia!

Desa ini unik. Belum pernah mengadakan upacara agustusan. Maka kawanan mahasiswa KKN yang hobi jalan-jalan bikin terobosan: adakan upacara di lapangan!
Teman saya bertugas melatih anak-anak menyanyikan lagu indonesia raya. Kami menonton.Lalu terjadilah itu: kami setengah mati menahan tawa. Lagu Indonesia Raya tiba-tiba berubah menjadi lagu dangdut. dengan cengkok khas sunda disana-sini.... Hihihi. Sungguh kasihan teman pelatih itu. Berpeluh-peluh, berusaha mengubah nada pada ..'tanah tumpah darahku..' saja butuh waktu berjam-jam. Dia berkacak pinggang. Menggeleng-gelengkan kepala. Dan saya, bersama teman-teman lain, tanpa perasaan tertawa, tersenyum, mengikik setiap kali anak-anak menyanyi.

Kemarin, saya sungguh tahu bagaimana perasaan teman KKN saya itu.

Kepala sekolah saya memanggil. Meminta saya melatih paduan suara untuk upacara di kecamatan. Keluar dari ruang kepala sekolah, saya tercenung. Tahun lalu, saya pernah membantu teman melatih. Dan...ya Allah, sulitnya! Lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan cengkok dangdut! Belum lagi falsnya minta ampun! Setelah hampir seminggu dilatih, ternyata ketika upacara, anak-anak kembali ke selera asal! Hiyaaaaa....

Sekarang, saya ketiban sampur.
Tekad dibulatkan, rotan disiapkan..(lho??).

Ada waktu sepuluh hari untuk berlatih. Tiga hari, lagu Indonesia Raya digeber habis-habisan. Saya tuliskan not angkanya. Saya ajarkan cara menyanyinya. Saya kenalkan dengan temponya. (Oh, Bu Endang, terima kasihku padamu!) Lumayan, alhamdulillah... Ada perubahan signifikan! Nada yang masih sumbang ada pada syair 'tanah tumpah darahku..' .. Persis nasib teman KKN dulu! Kualat, nih!

Hari keempat, kelima, keenam... Ternyata saya masih belum boleh bergembira. Kemampuan anak-anak tidak stabil. Sekali waktu kembali ke dangdutnya, sekali waktu begitu bagus! Kondisi ini membuat sport jantung. Khawatir, sungguh khawatir! Jangan-jangan ketika dilapangan nanti, penyakit dangdutnya kumat!

Senin, 3 Mei 2010. Here we are! Perut saya melilt sejak pagi. Kecemasan yang mengendap, terangkat pelan-pelan. Menciptakan sensasi aneh. Membuat saya senewen. Lalu mondar-mandir seperti bebek.
Anak-anak masih sempat berlatih dua kali di lapangan. Tangan beberapa anak putri yang saya sentuh, terasa dingin. Mereka pasti tegang!

"Tenang, dan lakukan yang terbaik," saya berusaha memberikan semangat. Sebetulnya semangat itu lebih cocok untuk saya!

Dan... The show was running well! Suara-suara sember, fals, dangdut yang menjadi ciri khas anak-anak ketika upacara di sekolah sama sekali tidak muncul. Memang tidak sebagus paduan-paduan suara di tv, tapi lumayanlah!!

Saya berbisik pelan " Good....goood...goodd...". Anak-anak tersenyum lega.

Sakit perut saya hilang! Good..good..good..

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.