CETAKAN DASAR
Nikmatnya hidup di era industri 4.0 (sekarang sudah memasuki 5.0) adalah ketersediaan informasi melimpah ruah. Teknologi memungkinkan kemudahan dan kecepatan dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak perlu usaha sepayah dahulu untuk belajar masak, misalnya. Tinggal buka gawai, ketik kata kunci, voila...tersaji beragam resep, tips, cara memasak, terpampang. Mau yang berbasis teks, suara, atau suara dan gambar?
Langkah-langkah sederhana membuat urusan memasak menjadi
keahlian banyak orang. Kita bahkan bisa meniru gaya chef terkenal, ikut membeli
peralatan seperti mereka, sehingga memasak menjadi urusan menyenangkan.
Apa yang tidak bisa dijangkau oleh
kemajuan teknologi saat ini? Keadaan ini seperti dua sisi mata uang:
membawa efek negatif dan positif. Pengaruh negatif menurut Siti Irene, 2012, yaitu:
a.
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan
remaja dan pelajar. Kemajuan ekonomi dan standar sukses melulu soal materi.
Kebutuhan ekonomi terpenuhi, namun kondisi ruhani kering kerontang. Jiwa
menjadi gelisah, mencari ketenangan dengan kegiatan-kegiatan hedon.
b.
Kenakalan dan tindakan menyimpang marak terjadi. Sisi lain, kewibawaan
tradisi dan nilai moral terkikis. Sudah
banyak diketahui berbagai sepak terjang pemuda pemudi masa kini, yang
barangkali sebagiannya tidak terbayang terjadi. Terkejut guru SMP mendapati siswanya yang tahu kemana dan
bagaimana memesan penggugur kandungan ketika mereka hamil. Orang tua tidak
percaya ketika mendapati anaknya menenggak minuman keras bersama teman satu
gengnya. Tulisan seorang dokter kandungan di Jombang sempat viral. Ia
menuliskan pengalaman menangani pelajar SMP yang hamil dan menyikapi itu dengan
santai dan riang.
c. Pola interaksi antarmanusia yang berubah. Komputer yang masuk ke rumah tangga telah mengubah kebiasaan interaksi. Internet membuat orang asyik dengan dunianya sendiri. Lebih suka berinteraksi dengan dunia maya dari pada dengan lingkungan nyata di sekitarnya. Lebih intens menyapa orang asing dari mana saja dan kapan saja melalui gawai dari pada mendatangi tetangga untuk bercakap-cakap.
Situasi ini sama
sekali tidak bisa dihindari. Inilah masanya. Inilah eranya. Kelak akan muncul
lagi jenis kemajuan teknologi lain yang tidak terbayang saat ini. Bagaimana
menyikapinya?
Menurut Muhammad Ngafifi dalam Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif Sosial dan Budaya, yang perlu dilakukan keluarga yaitu,
petama, sebagai agen sosialisasi yang pertama dan yang utama, keluarga seharusnya dapat menanamkan nilai dan norma yang positif kepada anak dengan membekali dan meletakkan pondasi keimanan yang kokoh kepada anak.
Kedua, keluarga harus selektif dalam menen tukan skala prioritas kebutuhan teknologi bagi keluarga.
Ketiga, orang tua harus update terhadap perkembangan teknologi sehingga mereka tidak gaptek.
Keempat, perlunya bimbingan dan pengawasan dari orang tua kepada anak-anaknya dalam pemanfaatan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi seperti televisi, handphone, komputer dan internet.
Kelima, orang tua meluangkan waktu untuk berkumpul, bermain, dan bercengkrama dengan anggota keluarga. Terkahir, keenam, menumbuhkan kesadaran kepada anak tentang dampak negatif dari teknlogi bagi kehidupan mereka di masa depan. Upaya ini dapat dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada anak dalam memanfaatkan teknologi namun harus bisa dipertanggungjawabkan
Secara mendasar,
ada hal fundamental yang harus dilakukan keluarga: menjadikan rumah sebagai
cetakan dasar kekuatan aqidah dan kemuliaan akhlaq. Sejak 1400 tahun lalu, Allah subhanahu wata’ala, melalui
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, telah memberikan tuntunan kehidupan yang berlaku sepanjang zaman. Tak peduli
bagaimana kemajuan melesat, kekuatan awidah dan kemuliaan akhlaq menjadi
prasyarat keselamatan hidup dunia akhirat.
Menjadikan rumah sebagai cetakan
dasar, berarti berusaha menciptakan rumah yang mampu membentuk pemikiran dan
perilaku berdasarkan keimanan. Kebiasaan itu, diantaranya:
- Salat berjamaah. Bagi lelaki, salatlah di masjid. Bagi perempuan, salat berjamaah bersama anggota keluarga perempuan lainnya di rumah. Salat berjamaah memiliki banyak keutamaan. Secara psikologis, salat berjamaah berfungsi menautkan dan mendekatkan hati, menguatkan kasih sayang, dan menciptakan kehangatan.
- Membaca Al Quran. Rumah yang sepi dari bacaan Al Quran, ibarat rumah yang mati, gelap, panas, dan menyesakkan. Jika perlu, sepakati waktu bersama agar lebih bersemangat.
- Bersedekah. Ayah Bunda bisa bekerja sama dengan lembaga zakat yang menyediakan kaleng infaq. Simpanlah di tempat yang terjangkau, dan ingatkan anggota keluarga untuk mengisinya.
- Salat duha dan tahajjud. Perlu usaha lebih untuk membuat seluruh anggota keluarga terbiasa melakukan ini. Namun percayalah, ketika sudah menjadi budaya rumah, suasana hati para penghuninya akan lebih damai dan sejuk.
- Membaca buku. Sediakan tempat khusus untuk menyimpan buku secara rapi. JAdikan kegiatan membeli dan membaca buku sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dirindukan anggota keluarga.
- Mengobrol tanpa ada gawai, bersantai bersama tanpa terganggu media sosial. Saling mendengarkan, saling menimpali, bercanda santai, merupakan cara sederhana menautkan hati dan meningkatkan pemahaman. Tidak perlu banyak berceramah, responlah setiap pembicaraan dengan penghargaan dan kehangatan.
-
Waktu khusus tausiyah. Ayah dan Bunda membacakan
ataumenyampaikan suatu topik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hindari
menyampaikan materi untuk menyindir suatu masalah atau kesalahan. Pemberian
tausiyah ini perlu dilakukan secara bijaksana dan tidak merusak rasa aman bagi
anak-anak. Jangan sampai mereka punya kesan bahwa tausiyah itu identik dengan
‘pengadilan’.
Yang paling penting, orang tua sebagai model. Mulailah dari diri, jangan segan mengakui sekaligus meminta maaf jika keliru. Bingkai saling menasihati dalam kesabaran dan saling menasihati dalam ketaqwaan akan memperkukuh keimanan semua anggota keluarga.
Dengan demikian, rumah benar-benar akan menjadi cetakan dasar terbentuknya generasi yang kuat imannya, dan bagus akhlaqnya. Tak perlu lagi ada ketakutan menghadapi ruwetnya zaman. Wallahu’alam.
*Tulisan ini dimuat di majalah LAZUQ edisi Juni 2022
Tidak ada komentar: