MULIAKAH KITA?

Kamis, September 15, 2022

        Tak ada sekolah khusus jurusan orang tua. Padahal ini adalah ‘jurusan profesi’ yang  dilalui banyak orang. Betapa banyak keliru dilakukan, kemudian menyesal di hari kemudian. Di media sosial, diskusi  tentang orang tua yang toxic (membawa pengaruh buruk pada anak) diangkat oleh remaja dan orang dewasa yang memiliki pengalaman diasuh dengan pola  yang meninggalkan jejak trauma. Mereka menuliskan kecaman dan penyesalan karena telah mengalami hal buruk yang melukai jiwa.

Ungkapan mereka memancing perdebatan. Sebagian menyayangkan dan menganggap mereka melupakan jasa orang tua, menjadi anak durhaka, dan merendahkan martabat orang tua. Sebagian menganggap tak apa dan sah-sah saja melakukan ini karena realitasnya demikian adanya. Situasi ini menimbulkan pertanyaan dalam diri: sudahkah menjadi orang tua yang layak dimuliakan?


Di Parang Tritis, Juli 2022


Fatherless Country

Indonesia dikatakan sebagai negera yang ‘fatherless’, dan menempati urutan ketiga.  Retno Listiyarti, dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan bahwa ‘Fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak  yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak (pengasuhan). ‘

           Dalam Al Quran, terdapat 14 dialog pengasuhan antara Ayah dan anak dari 17 dialog pengasuhan yang ada. Namun ironisnya, perhatikanlah acara-acara parenting di sekolah-sekolah atau lembaga sosial lainnya. Rata-rata yang hadir adalah ibu.

Sebuah  penelitian pernah dilakukan  oleh Bunda Elly Risman dari tahun 2008 – 2010, dengan 33 provinsi sasaran studi. Dari hasil penelitian itu, dikatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara paling ‘yatim’ sedunia.  Waktu bertemu Ayah dan anak hanya 65 menit perhari.  Padahal , dalam keluarga, Ayah memegang tiga peranan penting, yaitu:

1.      sebagai kepala keluarga dan teladan,

2.      sebagai pencari nafkah  dan memenuhi kebutuhan keluarga,

3.      sebagai pendidik anak dan pemberi nasihat,

4.      sebagai pelindung  keluarga dan pemberi kasih sayang,

 

Posisi sebagai teladan menjadi kata kunci dalam pembentukan karakter anak di rumah, lalu dibawa ke lingkungan berikutnya: keluarga besar, tetangga, sekolah, dan seterusnya.

 

Orang Tua Durhaka

Umar bin Khottob pernah menegur orang tua yang tidak memenuhi kewajiban pengasuhan yang sesuai dan dijuluki ‘orang tua durhaka’. Ada  beberapa ciri orang tua yang durhaka, menurut Ustaz Ali Jaber (almarhum). Mari kita kenali satu per satu.

Pertama, mencaci maki anak. Sebutan dan julukan buruk pada anak akan melukai jiwa, mengerdilkan harga diri dan memupuk dendam.

Kedua, menghina anak. Apalagi jika menghina di depan orang lain. Penghinaan ini akan menimbulkan permusuhan dalam hati.

Ketiga, membandingkan anak dengan orang lain. Setiap anak terlahir unik, memiliki kelebihan dan kekurangan khasnya masing-masing. Tak ada gunanya berusaha menyamakan satu dan lainnya, karena akan menimbulkan kekecewaan, luka,  dan kelelahan tak berkesudahan.

Keempat, cinta dengan syarat. Seringkali secara halus, bagian ini diatasnamakan ‘untuk memotivasi’. Misalnya, mengatakan : Ibu akan sayang jika kamu rajin mengaji. Sekilas kalimat ini terkesan baik, padahal ia memberi beban pada kegiatan mengaji. Katakan saja sayang tanpa syarat apa –apa. Nasihatilah ia untuk mengaji dengan tujuan yang lebih tinggi lagi, yang akan membuatnya  memiliki alasan besar mengapa harus mengaji.

Kelima, menyampaikan informasi yang salah. Misalnya, laki-laki tidak boleh menangis, hanya perempuan yang pantas. Menangis, secara psikologis, menjadi katarsis yang baik untuk melepas kesedihan, kekecewaan, dll. Asal dilakukan secara proporsional,  tak ada yang keliru dengan laki-laki yang menangis.

Keenam, mengancam dan melarang tanpa penjelasan alasan yang tepat. Cara orang tua mengomunikasikan alasan  perintah dan penjelasan tentang larangan akan menentukan  bertumbuhnya cara berpikir kritis anak. Carilah lebih dahulu penjelasan ilmiah agar anak juga terbiasa berpikir ilmiah dari hal sederhana.

Ketujuh, membongkar aib anak. Tindakan ini menghancurkan kepercayaan terhadap orang tua. Perasaan dikhianati, tidak dilindungi, merupakan bibit turunnya penghormatan anak pada orang tua.

Kedelapan, berdoa dengan doa buruk. Emosi sering membawa lidah pada kata-kata yang buruk. Kendalikan emosi dengan trik tertentu. Bagian ini sudah banyak sekali dibahas dalam parenting, baik dalam seminar maupun berupa tulisan.

 

Landasan Kemuliaan

           Dihormati karena harta, ia bisa lenyap. Dihormati karena kekuatan, ia juga akan melemah seiring usia. Dihormati karena jabatan, ia dihentikan oleh ‘purna tugas’. Dihormati karena keindahan fisik, ia akan kisut keriput.

            Landasan penghormatan yang paling mulia adalah ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman,

 

ÙŠَا بَÙ†ِÙŠ Ø¢َدَÙ…َ Ù‚َدْ Ø£َÙ†ْزَÙ„ْÙ†َا عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù„ِبَاسًا ÙŠُÙˆَارِÙŠ سَÙˆْØ¢َتِÙƒُÙ…ْ Ùˆَرِيشًا ÙˆَÙ„ِبَاسُ التَّÙ‚ْÙˆَÙ‰ Ø°َÙ„ِÙƒَ Ø®َÙŠْرٌ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS. Al-A’raf: 26).

          

Mulia karena taqwa mendatangkan ketentraman, kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Predikat mulia dengan landasan ini adalah sebaik-baik dan sekukuh-kukuh  alasan. Walau tak ada sekolah khusus menjadi orang tua, Allah Subhanahu wata’ala telah menyediakan guidance dan tuntunan yang lengkap bagaimana menjalankan peran sebagai orang tua.

Kembali pada agama, pelajari dengan sungguh-sungguh, dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di rumah, anak akan melihat secara utuh sosok orang tua yang qur’ani, pembelajar yang tekun, pekerja keras, penjungjung kebaikan, melakukan perbaikan, dan membenahi kesalahan. Orang tua disibukkan dengan  aktivitas dalam kerangka taat dan tobat.

Rumah demikian sungguh indah. Orang tua demikian sungguh mulia. Semoga demikianlah diri ini dibentuk, agar pengasuhan menjadi wasilah menuju syurga. Allahummaa aammin. 

*Tulisan ini dimuat di Majalah LAZUQ Edisi Mei 2022

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.