EMAK2 SALAH KAMAR

Selasa, November 01, 2016
Satu siang, panas sekali.

Eh, itu bukan opening yang cakep. Ganti, ya.

Masa itu, kala kami kembali ke sekolah.

Aduh, kok berasa di jaman Siti Nurbaya. Tahu Siti Nurbaya?  Betul, temannya Siti Nurhaliza. Juga Siti Amnah Yang kedua cantik, pintar menyanyi. Yang pertama saya belum pernah ketemu, tahunya dari buku saja. Konon kata ia ditakdirkan jadi tokoh menderita karena cinta.Yang terakhir, oh, itu ustadzahnya anak saya. Cantik dan penyabar. Rajin berdoa dan pintar berhitung. Bulu matanya lentik dan hidungnya mancung. Jangan naksir, dia emak-emak juga serupa saya. 



Siang itu, kami, saya dan tiga  ibu guru bahasa Inggris, hendak kembali ke sekolah tercintah. Baru saja kami selesai menghadiri pertemuan guru bahasa Inggris SMK se-kabupaten.

"Jalan-jalan, dong. Jangan langsung balik ke sekolah," Bu Ahrisah bersuara.

"Saya ada jam terakhir, tapi sudah memberi tugas," kata saya.

"Jarang-jarang lho, kita bisa pergi bareng seperti ini," itu, entah siapa yang bilang, saya lupa. Pokoknya, semua setuju dengan itu. Kami seringkali sibuk dengan urusan masing-masing.

"Kemana?" Bu Dewi yang menyetir, meminta kami menentukan keputusan. Dari tadi kami hanya menyebut-nyebutkan alternatif tempat tanpa keputusan. Tempat makan-makan, maksudnya.

"Kedai es krim, yuk," iseng saja saya usulkan itu. Karena kedai yang dimaksud kami lewati, akhirnya berhentilah di situ.

Kedai mungil, dengan beberapa meja yang sempit. Belum apa-apa, kami sudah terkikik geli sendiri.
Ini yang duduk adalah lima emak-emak, dengan badan yang tidak langsing. Maka, kursi dan meja mungil menjadi siksaan tersendiri.

"Ini memang bukan kedai buat kita. Tempat duduknya untuk remaja-remaja langsing, bukan emak-emak ebok macam gini," kami bisik-bisik sambil ketawa.

Begitu memelototi  daftar menu, kami ketawa lagi. Ya Allah, itu menu melas banget. Lecek, kusut masai, dan buram.

"Foto Bu Umi," kata Bu Ahrisah. Hihihi, saya bersemangat mengambil gambarnya. Baru kali ini nemu  daftar menu yang tidak mengundang selera. Mungkin menu ini menjadi ajang tari menarik remaja putri yang lincah dan centil. Atau jadi ditarik sana sini oleh sepasang kekasih yang berantem. Hehe, ngarang, deh!




Isi daftar menunya juga bikin cekikikan. Halah, ini benar-benar Emak ndeso dan gak gaul. Ada es krim kuburan. Itu kayaknya dua scoop es krim dijejer, lalu ujung-ujungnya kasih stick es krim. Serupa nisan gitu. Kayaknyaaaa siiiih.

Maka, mulailah kerempongan itu.

Kami memanggil penjaga yang hobi menghilang entah kemana, dan menanyakan menu yang aneh-aneh itu. Si penjaga menjawab dengan malu-malu, menjurus takut-takut. Sepertinya seragam kami, baju besi alias baju dinas, bikin dia sungkan.
Atau jangan-jangan dalam hatinya dia mbatin," Sudahlah Bu, balik ke sekolah, ngajar!"
Setelah puas mengintimidasinya,  akhirnya, kami memesan es krim kebab dan mie ayam. Mas penjaga segera ngibrit masuk lagi ke situ. Entah dapur, entah apa.

Semenit. Dua menit. Dua puluh menit.
Bokong mulai pegal menyesuaikan dengan kursi yang sempit dan agak pendek. Perut lapar. Lapaaaaar sekali.
Kami diskusi. Lalu mengomel. Diskusi lagi. Menggerutu lagi.

"Mana nih, kok lama bangeeet," saya mulai bertanduk.

"Ini bener-bener bukan buat emak-emak, yaaa. Kita kan butuhnya makan cepat, pulang. Lha ini kan disetting untuk remaja yang ngobrol, berlama-lama, dan selfi-selfi," Ibu-ibu kelaparan dan gelisah ini mengeluarkan kesimpulan dini. Sebab lapar. Sebab sumuuuk, gara-gara baju besi ini.
Ndilalah, ada dua gadis di depan kami yang sibuk selfi. Sayang gak sempat saya mengcandid mereka yang pose miring-miirng begitu. Atau manyun-manyun.

Hampir satu jam kemudian, barulah pesanan datang. Es krim dan mie. Mie pedas, dan teman-teman pesan yang level pedasnya sedang.




Omelan tahap berikutnya berkumandang dengan riang. Mienya, peeeedassssnyoooooo! Saya saja, yang memesan tidak pedas, tetap saja kepedasan.
Malangnya, tidak ada air putih. Hiks, huaaaa. Keringat sebesar jagung meleleh dengan sukses. Emak-emak mendesah-desah, mengusap-usap keringat. Mulutnya bukaan dua (haha, emang mau lahiran?). Kerudung mencong-mencong. Tangan mengipas-ngipas wajah yang memanas.

Sebab tidak tahan, Emak Reni menuju dapur dan memanggil-manggil penjaganya. Jane iki niat njaga nggak sih? Lha kalau ditinggal customer kabur setelah makan, piye? Eh, kabur yuk! Wahaha. Kriminal banget.

Emak Reni memesan air dingin dan air hangat.
Agak lama (lagi), baru nongol itu air putih. Yang dingin, gelasnya lenciiiiir, dan airnya minimalis. Yang panas, bo abbo, gelasnya cukup besar dan gendut.
Kami tertawa lagi. Siapa juga sanggup habiskan air panas segitu banyak? Atau jangan-jangan penjaga kedai menganggap kami demikian menderita pedas dan perlu digelontor air panas, yak?




Alhasil, emak-emak rempong ini kapok berat.
"Wis, jangan lagi mampir ke tempat begini, kita salah kamar," itu kata entah siapa, yang pasti bukan saya.

Tempat duduknya bukan buat kami. Mejanya bikin kami berdesak-desakan. Mienya, bikin kami menggeh-menggeh. Sukses menguras keringat kami menganak sungai. Weleh, lebay. Es krimnya, ya begitu itu. Rasa es krim biasa, bukan rasa es campur. 

Mungkin yang cocok buat kami hanya air putihnya saja. Segelas gede, yang sukses bikin beser. Haha.

8 komentar:

  1. blognya bunda tambah unyuk, hihihi :D

    BalasHapus
  2. Ihiyy.. baru lagi nih tampilan blognya ^^

    Btw, saya langsung ngakak lihat daftar menunya.. niat gak sih yang jualan? Wwkwkk..

    Penasaran sama tempatnya (dekorasi dll), difoto gak? Kalau difoto share di WA dong... penasaran banget :D

    BalasHapus
  3. Udah...jangan ke sana lagi! Haha....

    BalasHapus
  4. bwhahahaha bener2 salah kamar ya bu guru. Seru ih pengalamannya. Gaya nulisnya juga okeh, bikin yg baca sukses ngakak. Wah keren nih bu guru tampilan blognya semakin ciamik aku liat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe.. Kalau sekarang lewat kedai itu, cukup dilirik saja. Tak ingin kuulangi kesalahan yang sama...wahahaha. MAkasih ya Mbak, sudah mampir.

      Hapus

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.