LOVE YOU, MAUL!

Kamis, Januari 12, 2017




Maul menyanyi dalam hajatan pernikahan tetangga. Lagu yang dinyanyikannya lagu-lagu relijius. 



     Suatu siang, saya hendak berbelanja di warung yang ada di gang kompleks. Bertemu 
dengan Maul, usia sekitar delapan tahun, tetangga berjarak dua rumah sebelah timur. Dia berbelanja cabe dan empon-empon (seingat saya). Siang itu, terik sekali. Saya tahu, dia pasti berjalan kaki. Tidak jauh sih, tidak sampai lima ratus meter.
 "Ayo, bareng!" ajak saya. Dia naik ke boncengan.
          "Disuruh  belanja sama siapa?" saya bertanya.
  "Ibu," katanya. Namanya Ibunya adalah Bu Mimik. Putera puterinya ada tiga orang. Berdua suami isteri sama-sama tuna netra. Ketiga putera puterinya manis-manis. Penurut. Sholih. Pintar.
Saya suka terharu jika mereka lewat di depan rumah. Anak-anaknya menggandeng ibunya. Apalagi jika mereka beriringan menuju masjid. MasyaaAllah, pemandangan indah.
Maul bukanlah anak Bu Mimik. Menurut cerita Bu Mimik, dulu Maul mengamen di terminal Bungurasih. Sebab kasihan, Bu Mimik membawanya ke Jombang. Jadilah dia anak asuh Bu Mimik. Disekolahkan dan dididik sebagaimana lazimnya anak sendiri.
“Berhenti Bunda,” tiba-tiba Maul berkata.
“Belum sampai!”
“Sudah, jangan sampai depan rumah. Berhenti depan rumah Bunda saja,” pintanya.
“Gak papa, Bunda antar sampe depan rumah,” saya bersikeras.
“Jangan!”
Saya berpikir. Siang-siang begini, panas sekali, dia harus berjalan sendiri dari rumahnya menuju warung. Maul tidak sepenuhnya buta, masih tampak samar-samar, kata Bu Mimik.
“Kamu tidak boleh diantar, ya? Harus jalan sendiri?” tanya saya.
“Iya,” katanya.
Wah, tawaran saya mengantarnya bisa jadi mencederai tujuan Bu Mimik memberinya tugas. Sedikit menyesal, jadinya.
“Terima kasih, Bunda,” dia melompat dari boncengan, mencium tangan saya dan pergi. Melipir tepi jalan, dengan kepala yang tengadah, seperti sedang mengintip jalan di depannya.
Maul aktif mengikuti kegiatan kompleks. Bulan Agustus, ketika diadakan lomba untuk anak-anak di depan rumah, dia memaksa ikut. Lomba makan kerupuk, lomba memukul plastik air. Tentu saja dia tidak menang. Makan kerupuk, dia kesulitan meraih kerupuk. Lomba memukul air, dia nyasar kesana kemari. Kadang perlu ditangkap agar tidak memukul penonton di sekitar. Penonton tentu saja tergelak-gelak meliha tingkahnya. Semangatnya luar biasa dan sama sekali tidak minder.
Waktu lainnya, saya ke alun-alun. Ada lomba bagi orang-orang difabel. Banyak jenis lomba yang diadakan. Ketika tengah berkeliling melihat-lihat, tiba-tiba terdengar suara dari panggung. Ada lomba menyanyi, dan seseorang sedang tampil.
“Itu suara Maul,” tebak saya.
“Kok tahu?” anak-anak bertanya.
“Bunda hafal,” jawab saya.
Dan benar. Suara beningnya melengking, dengan nada yang enak didengar. Maul juara satu. Keren!
Menjelang Maghrib dan Isya, dia akan melintas sendirian di depan rumah, menuju mushalla. Suara adzannya terdengar sesekali.
Sekali waktu, saya melihatnya menarik-narik gerobak sampah yang kosong kesana kemari sambil tertawa.
“Sedang apa, Maul?”
“Hehehe..main, Bunda!” jawabnya riang. Seperti biasa, dia tengadah, seolah-olah sedang berusaha mengintip jalanan di depannya.
Maul, hampir tuna netra. Mandiri, rajin ke masjid. Riang dan percaya diri. Saya senang melihatnya melintas di depan rumah, dengan sarung dan pecinya.
Ketika menjadi saya menjadi pembawa acara dalam maulid nabi kompleks, Maul duduk paling depan. Dia menjawab salam dan  membaca shalawat dengan suara khasnya: lantang dan bening.
Love you, Maul. Muah.


      

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.