VIRUS 'SIH'

Minggu, Juli 29, 2018

Semakin lama, saya semakin terjebak dengan virus 'sih'. Penyakit ini, akhirnya harus saya akui memang semakin parah. Semula saya menolak gejala-gejalanya. Menganggap bahwa virus ini virus biasa. Namun ternyata saya salah. Virus ini memang berbahay. Pernah dengar virus 'sih'? Belum? Mungkin belum pernah dengar. Tapi pasti pernah mengalami gejalanya. Ini penyakit sederhana yang cukup berbahaya. Mengganggu aktivitas, menurunkan produktivitas, membuat orang lain terusik. Jika sudah mengidap menyakit ini dalam level yang akut, bisa membuat orang-orang sekitar tidak betah berdekatan dengan penderita. Boro-boro merawat. Mereka akan cenderung menjauh karena lelah dan bete.
Virus 'SIH' ini muncul dengan gejala bermacam-macam.
Berdasar riwayat penyakit saya, ada beberapa tahapan.

Pertama, muncul dehem-dehem yang berbunyi "DIMANA, SIH?"
"Dimana sih, kacamata Bunda?" Saya berputar-putar ruangan. Ke kamar, mengintip atas lemari. Tak ada kacamata saya di sana. Melirik meja belajar anak-anak di ruang tengah, juga sama. Ubek-ubek tas kerja, nihil. Bongkar-bongkar tas kecil (dari kain), tak ada jejaknya. Akhirnya, menyerah saja. Zahra ikut putar-putar. Mungkin kasihan dengan enaknya yang mungil tapi tidak menggemaskan ini. Dan... sang kacamata ada di atas meja makan. Oh yaaa, tadi saya bawa waktu mempersiapkan sarapan! Aha!

"Dimana sih, kunci motor? Tadi perasaan disimpan di sini, deh!" Gelas, mangkok, piring di meja tengah harus disibak-sibak. Roti dan segala panganannya digeser. Siapa tahu kunci motor itu menyelip dengan syahdu di antara irisan roti. Jika ditemukan, tidakkkah itu berarti saya menyelamatkan orang lain dari makan roti berselai kunci? Ah, heroik sekali, bukan?
Kunci itu tentu tidak ada diirisan roti. Atau di toples kacang asing. Atau di piring pisang ulin. Kunci itu mendengkur manis di kantong jaket yang saya pakai mengantar Mas Budi pagi-pagi! Huh, kunci pemalas! Apa dia tidak tahu, tidur ba'da shubuh itu tidak nyunnah?

"Siapa lihat tab Bunda? Dimana, sih? Aduuuh, jangan dibawa kesana kemari, dong!" Saya pun berkeliling mencari pacar kedua itu. Sebentar, saya ingat-ingat dulu, tadi kemana saja, ya? Ke kamar Hafidz. Kasur diteliti, bantal disibak. Lalu, ke ruang tengah. Meja ditelisik. Majalah disingkirkan. Kasur tengah dijelajahi. Tak nampak tanda-tanda.
"Coba, bantu Bunda, tolong miscall-kan!" Pinta saya pada Nabila. Maka Nabila memanggil nomor tab saya sambil berjalan ke sana kemari. Oh, baru ingat, saya mereset tab itu menjadi 'silent'. Jadi tak ada nada getar apalagi ringtone! Ulala. Betapa menjengkelkannya!
Finally, tab itu tampak juga. Di atas lemari, berdesak-desakan dalam kotak berisi lampu cadangan, baterai, dll. Baru ingat bahw tadi menyimpan di situ untuk disembunyikan dari anak-anak. Niat itu sukses terlaksana. Tidak hanya anak-anak yang tidak tahu tempatnya! Simsalabim...emaknya ikut lupa!

Kedua, pusing kepala akibat "GIMANA, SIH?"
"Gimana sih, edit foto supaya jadi begitu?" Saya takjub lihat foto bisa dihias ini itu, jadi aneh dan lucu. Diutak-utik di hape, tidak bisa. Pencet sana sini tetap gak mempan.
"Bunda belum pasang aplikasinyaaaa!" Lhaaa....

"Itu pakai jilbab kaya gitu, gimana sih caranya?" Nabila mulai pasang aksi. Tutorial di depan cermin, dan saya menonton. Ujung satu dibelit sini, yang satunya ke sana. Pasang jarum kanan, selipkan kiri. Naaaah, jadi. Cakep, dah. Saya coba ikuti. Setelah salah berkali-kali, bisa deh. Tapi aneh melihat wajah di cermin dengan gaya itu. Gak pede. Balik lagi aja deh, ke gaya jadul.
Anak-anak tertawa, dan menjuluki saya kudet. Kurang apdet. Biarin laaaah.

Ketiga, mendadak bingung dengan "SIAPA, SIH?"
"Eh, si anu bla..bla...," kata Najma pada Zahra. Mereka membahas dan saling bercerita. Saya, yang gak paham, cuma bisa nanya, "Siapa sih?" Lalu meluncurlah cerita begini dan begitu. Si anu akun IGnya inu, di youtube biasanya beginu. Oooh, iyes. Lalu diam-diam saya cari tahu. Kepo dikit, seperti apa sosok yang jadi perhatian anak-anakku itu.

"Teman-temanku banyak yang suka Gus Fulan." Nama Gus Fulan itu sedang meroket. Videonya muncul setiap kali groupnya manggung di satu tempat. Lagu-lagunya banyak diadaptasi dari lagu dangdut yang ngetrend, dengan syair yang diganti religius.
Seperti biasa, saya mulai intip-intip. Biasa aja sih sebenarnya. Suaranya juga pas-pasan. Wajahnya memang ganteng, bersih. Tampak alim lagi. Pantas gadis-gadis remaja itu suka!

Yang paling apdet tentang siapa sih ini, adalah ketika anak-anak cerita tentang wabah Anu tiktok. Kebetulan ada teman kerja yang pernah tunjukkan tiktoknya teman lain. Saya menonton dengan dahi berkerut. Lipsing, bergaya, geleng-geleng dan angguk-angguk, meliuk-liuk, manyun-manyun bibir. Tampak aneh, sebab siapa saja bisa lakukan itu, asal betah malu.
Lalu muncullah artis (atau merasa artis?) dadakan dari tiktok ini. Konon dia punya banyak fans, hingga mengdakan jumpa fans. Lalu mendadak banyak yang merasa kecewa, sebab dia tidak tampak seperti yang dibayangkan. Lhaaa... pas ngefans, apa yang dilihat, yak?

Emak kudet macam saya cuma bisa geleng-geleng. Kejadian itu menjadi kesempatan berdiskusi tentang prestasi bersama anak-anak. Tentang standar-standar capaian yang layak diapresiasi.
Keren juga. Salah satu virus 'SIH' menjadi pembuka diskusi keren. Heibat bener virus SIH itu, yes!

**
Nah, Mak, mengalami virus serupa kah? Iya? Aih, hepinya dakuh! Berarti daku normal! Yippiiiii....


Diselesaikan Ibu Guru Umi hari Ahad, 29 Juli 2018. 15.31 WIB.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.