DAFTAR TUGAS

Jumat, Januari 01, 2016


(Bobo edisi tanggal 19 Agustus 2010)



 “Waktu tinggal lima menit lagi!” suara Pak Harits terdengar. Aku terkejut. Teman-temanku  ada yang bergumam,nada yang menghela nafas.
“Kurang berapa nomor, Rifqi?” tiba-tiba Pak Harits sudah ada di dekatku. Aku terkejut lagi. Pak Harits membolak
balik kertasku.
“Kok baru dua nomor? Apa saja yang kamu lakukan?” Pak Harits bertanya lagi.
“Pensil saya putus,  Pak,” jawabku.  
“Kenapa diam saja? Bukankah  kamu bisa pinjam temanmu? “ suara Pak Harits mulai meninggi. Aku jadi takut.  Tapi ini memang salahku. Kenapa tadi aku lupa pinjam, ya?  Aku mencoba mengingat-ingat.   
Dari tadi, apa saja yang kulakukan? Oh ya,  aku memikirkan  kejadian pagi tadi. Ibu marah karena kamarku berantakan.  Semalam aku belajar sambil minum sirup. Sirup  itu tumpah, menggenang di bawah kursi. Aku lupa membersihkan karena tertidur. Aku juga memikirkan  nilai-nilai ulanganku yang selalu dibawah tujuh, memikirkan Bapak yang berjanji ini dan itu tapi sering lupa.   Rasanya aku terlalu banyak berpikir, sehingga sering lupa  dengan tugas-tugasku.
“Rifqi!!” terdengar suara Pak Harits lagi. Aku tergagap.  Teman-teman sekelasku tertawa. Pak Harits memandangku sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Istirahat nanti, Riifqi Bapak tunggu di kantor!” kata Pak Harits.  Aduh, kena marah lagi!
“Makanya, jangan  melamun! Masih  kelas lima  kok  suka  bengong!” sindir Cahya, teman sebangkuku.   
Aku hanya tersenyum kecut. Apa memang aku pelamun? Rasanya bukan! Setahuku, pelamun itu orang yang suka menghayal. Aku kan tidak menghayal. Aku cuma memikirkan  pengalaman-pengalamanku. Coba kalau kamun dimarahi terus terusan, disuruh ini itu  sambil  dibentak-bentak, pasti kamu juga akan berpikir seperti aku. Paling tidak, kamu berpikir :  ‘kenapa aku selalu dimarahi?’ Atau : ‘kenapa aku selalu salah?’
 “Dooorrrr.. ,” Cahya berteriak mengejutkanku. “Melamun lagi kaann?”   Hehe.. Aku cuma tertawa.
          Waktu istirahat, aku menemui Pak Harits.  Beliau mengajakku ke perpustakaan.
“Bapak perhatikan, kamu sering sekali tidak menyelesaikan tugas-tugasmu. Apa kesulitanmu, Rifqi?” Pak
Harits  bertanya.
“Saya ...,” aku bingung harus bilang apa. “ Saya...  kadang-kadang lupa, Pak.”  Pak Harits tertawa mendengar jawabanku.
“Lupa apa melamun?” goda Pak Harits. Aku tersipu-sipu. Malu, ketahuan sering bengong!
“Nah, coba ceritakan,  apa  saja yang kamu pikirkan?” tanya Pak Harits lagi.   Aduh, aku malu menceritakan semua pikiranku!  Kalau Pak Harits malah mengomeliku, bagaimana?  Aku menggelengkan kepala. Tidak, ah, tidak usah aku ceritakan.
“ Ya, sudah kalau tidak mau. Sekarang Bapak mau ajak Rifqi bermain peran. Bapak sudah sediakan daftar  untuk Rifqi. Isi dengan tugas-tugas selama satu bulan. Setiap tiga puluh  tugas yang Rifqi bisa selesaikan tepat waktu, Rifqi akan mendapatkan  satu hadiah,” Pak  Harits menjelaskan sambil menyodorkan sebuah buku tipis. Aku membuka buku itu. Ada kolom-kolom yang berisi nomor, hari dan tanggal, tugas,  target waktu, tanda tangan.
“Itu kolom tanda tangan untuk yang memberi tugas,” Pak Harits menunjuk kolom yang dimaksud. Aku diam, membolak-balik buku itu. Tantangan yang menyenangkan, tapi apa aku bisa?   Aku tidak yakin. Pasti nanti  melamun lagi, tidak selesai lagi. Rasanya sudah banyak orang  yang mengeluhkan kebiasaanku itu.
“Rifqi pasti bisa!”Pak Harits memegang pundakku. Aku tersenyum malu.
“Ada hadiah tambahannya, lho. Kalau Rifqi bisa mencapai 70 tugas dengan baik, Rifqi boleh memancing sepuasnya dihari Minggu di kolam  Bapak.  Mau, kan?” kata Pak Harits lagi. Wah,  memancing  adalah  kegiatan kesukaanku! Apalagi di kolam Pak Harits yang terkenal dengan  ikan yang banyak dan  besar-besar itu!
             Akhirnya aku menerima tantangan Pak Harits.   Mengumpulkan 50 tugas  dalam satu bulan
sebetulnya tidak sulit. Coba bayangkan, ada banyak  tugas harian yang bisa kukerjakan. Misalnya, membereskan kamar, membantu ibu menyapu halaman , membantu Bapak  membersihkan taman . Ada juga tugas mengerjakan pe-er, menyelesaikan latihan-latihan soal di sekolah, menyelesaikan ulangan-ulangan.  Kamu pasti heran, sebelum ini aku sering tidak bisa  menyelesaikan semua nomor soal. Selalu ada  beberapa nomor yang tertinggal.
          Tapi ternyata pelaksanaannya tidak semudah yang kubayangkan! Ketika mengerjakan latihan atau soal ulangan, aku berjuang keras untuk dapat  berkonsentrasi penuh.  Aku hampir tidak tuntas  mengerjakan soal latihan matematika di kelas.   Untunglah Cahya mengingatkan, sehingga cepat –cepat kuselesaikan semua soal-soal itu. 
Ada juga beberapa tugas yang gagal kuselesaikan. Misalnya, aku tidak berhasil  membersihkan taman sesuai target waktu. . Ketika menyiram tanaman, aku mengerjakannya sambil melamun. Ibu tidak memarahiku, hanya berkata sambil  tertawa,” Ibu tidak mau tanda tangan, ya!”
          Hari ini, tepat sebulan, aku menghadap Pak Harits.  Bukuku sudah hampir penuh. Tertulis 115 tugas, dan 89 diantaranya  dapat aku selesaikan.
“Wah, lumayan!   Bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya Pak Harits.
“Saya...,” aku mencari kata-kata yang tepat.
“Saya puas, Pak!” jawabku.
“Oh ya? Kenapa?” tanya Pak Harits lagi. Kenapa, ya? Setiap mampu menyelesaikan satu tugas dengan baik, muncul perasaan bangga. Oh, ternyata aku mampu. Aku bisa tepat waktu. Apa nama perasaan itu?
“Saya ternyata bisa, seperti yang Bapak bilang dulu...,” kukatakan saja begitu.
“Itu karena kamu berusaha konsentasi penuh! Punya target dan tujuan! Teruskan begitu, jangan putus asa,” Pak
Harits memberiku semangat. Aku hanya bisa mengangguk.
“Hadiahnya baru bisa Bapak berikan besok,” janji Pak Harits.
“Terima kasih, Pak. Tapi saya minta hadiah memancing saja. Apa saya boleh ajak bapak saya, Pak?,”  tanyaku.
Memancing seharian bersama Bapak pasti sangat menyenangkan! Pak Harits tertawa.
“Boleh! Besok minggu Bapak tunggu di kolam. Kita berlomba memancing! “
“Saya ajak Cahya juga, ya Pak?” aku menawar lagi. Pak Harits hanya mengacungkan jempolnya. Siip lah, pasti akan seru.
“Terima kasih, Rifqi. Kamu sudah berusaha begitu keras,” kata Pak Harits sebelum aku meninggalkan kantor.
          Terima kasih juga Pak, atas daftar tugasnya!


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.