AYIK

Jumat, Januari 01, 2016




Aku  membaca buku di kamarku . Pintu kamarku terbuka, sehingga aku bisa melihat ke arah ruang tamu. Zahra dan Ayik  bermain bersama di ruang tamu. Ayik menarik-narik sesuatu dari tangan Zahra. Barang di tangan Zahra terlepas. Nah, sebentar lagi akan ada teriakan ala tarzan!
“Maaaamaaaaa..,” teriak Zahra.  Betul, kan?                                         
Mama tergopoh-gopoh mendekati.  Ayik memandangi Zahra sambil   memegang tongkat berkepala spongebob.
“Itu, iituuu..,” Zahra berteriak-teriak sambil menunjuk tongkat spongebob.
“Ayik, itu punya siapa?” Mama berlutut di depan Ayik.
“Punyaku,” kata Ayik.
“Buukaaaan,” Zahra teriak. “ Itu punyakuuu! Punya Ayik rusak. Huhuhuu..” Zahra menangis kencang.
            Aku menunggu apa yang akan dilakukan  mama baruku itu.
“Ayik mau pinjam?” tanya Mama. Ayik mengangguk.
“Sudah izin sama Zahra?” Mama bertanya lagi. Ayik menggeleng.
“Coba Ayik bilang ‘mbak, pinjam’,” Mama memberi contoh.  Tiba-tiba Ayik memukulkan tongkat itu ke kepala Zahra.
“Ayik, sesuai peraturan, yang memukul orang lain harus di ‘time-out’! “kata Mama sambil mengangkat Ayik ke atas keset di depan kamarku.
Time Out adalah aturan baru yang dibuat Mama bagi Ayik dan Zahra.   Siapa saja  yang menyakiti  orang lain tanpa alasan yang jelas, akan disuruh berdiri diam di atas keset selama satu menit kali usianya. Karena Zahra empat tahun, maka ia  di ‘time-out’ selama empat menit.
Ayik menangis dengan kerasnya.   Aku tidak suka melihat pemandangan itu. Aku keluar kamar mendekati Mama.
“Mama tidak adil!” teriakku. Mama tampak terkejut.
“Mira!” Mama memanggil. Tapi aku tak peduli.  Aku berlari keluar.
            Aku menuju butik Mama. Mamaku  yang lama. Mama Eli. Aku duduk diam di bangku taman butik itu.  Setahun lalu, kami sering duduk di bangku ini. Sambil makan kue buatan Mama sendiri. Atau sambil membacakan buku untuk Ayik.
 Sayang Mama Eli sudah meninggal karena kecelakaan.  Lalu Bapak menikah lagi dengan Mama Santi, mamaku yang baru ini.  Mama Santi punya Zahra, yang sebaya dengan Ayik. Entah kenapa, aku tidak suka Mama Santi.  Kupikir Mama Santi tidak sayang kami, terutama Ayik. Buktinya, Ayik sering di time-out.
            Aku rindu Mama Eli.  Aku ingin Mama Eli kembali.  Menemani aku dan Ayik lagi. Tidak perlu ada Mama Santi dan Zahra. Mama Eli saja sudah sangat cukup.
“Mira?” tiba-tiba Paman Hari sudah berdiri di dekatku. Paman Hari adalah adik Mama Eli  yang sekarang  mengurusi butik .
            Aku mengusap air mataku. Mataku menatap kolam ikan. Ada wajah Mama Eli di sana. Ada senyum Mama Eli di bunga teratai. Ada Mama Eli dimana-mana. Aku rindu sekali.
            Lalu aku mulai menangis lagi. Setelah puas  menangis, aku menceritakan tentang Ayik dan Mama Santi.
“Seingat Paman, Ayik dulu tidak begini. Menurut kamu, mengapa Ayik berubah?” tanya Paman Hari.
Ayik dulu periang, sekarang lebih pendiam. Ayik dulu  sering mengajakku bermain. Sekarang  ia sering menyendiri. Tunggu…! Aku pun juga sering menyendiri. Terutama saaat rindu Mama Eli. Kapan terakhir kali aku dan Ayik bermain bersama? Sepertinya sudah lama sekali kami tidak melakukannya!
“Mungkin Ayik juga rindu Mama,” bisikku sambil menunduk.
“Ya, bisa jadi begitu,” kata  Paman Hari.
“Ayo, ikut Paman. Paman akan tunjukkan sesuatu padamu!” kata Paman.
“Paman menemukan ini sehari yang lalu, ketika membuka file-file di flash disk Mama,” Paman menunjukkan lap topnya padaku.
            Disitu ada fotoku  bersama  Mama dan Ayik yang diambil  seminggu menjelang Mama meninggal. Aku  dan Ayik memakai baju rancangan Mama sendiri.  Ada tulisan agak besar dibagian bawah foto tersebut: “ Jadilah  anak baik yang saling menyayangi dan melindungi. Love, Mama”
            Aku menatap foto itu  lama. Air mataku mendesak-desak ingin keluar.
“Ayik pasti  masih bersedih, seperti Mira. Tapi karena Mira lebih besar, Paman berharap Mira bisa menghibur Ayik. Seperti harapan Mama, saling menyayangi dan melindungi,” kata Paman sambil mengusap-usap  kepalaku.
“Mama Santi pasti kebingungan menghadapi Ayik. Mira bantu Ayik dan Mama Santi, ya? Bantu Ayik supaya riang kembali,” kata Paman Hari.
            Aku ingin membantu.  Seperti harapan Mama Eli, saling menyayangi dan melindungi.  



Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.