TIGA AYAH

Sabtu, Januari 02, 2016
Hari ini, saya dan Mas Budi ke toko mainan di pasar Legi, Jombang. Hafidz minta dibelikan celengan. Kami ditunjukkan tempat celengan berada, dibagian belakang toko.

Celengan plastik itu berjejer, beraneka bentuk dan ukuran. Hafidz sibuk memilih-milih. Ayam, kucing, burung, atau tabung biasa. Saya berjalan kedepan, sementara Hafidz masih memilih ditemani Ayah.

Di bagian tengah toko, saya berhenti. Mengamati kesibukan sekeliling. Seorang karyawan toko memompa pelampung, dan mencek adakah kebocoran pada pelampung tersebut. Karyawan lain tengan membungkus bantal dengan palstik dan memberi tanda.

Lalu, seorang bapak menarik perhatian saya.
Bapak muda, memakai kaos hitam. Disebelahnya, gadis cilik memakai baju pink.

"Tas ini, apik... Ada rodanya.  Nanti tinggal digeret, begini..," ia memperagakan seolah-olah tengah menyeret sesuatu. Gadis kecil itu memandangi tas pink yang ditunjuk sang ayah. Belum tampak responnya.

"Gini loh, " Bapak tersebut mengambil tas yang dimaksud. "Ditarik begini (ia menarik gagangnya), terus diseret. Enak, kan? Apik, ya?" katanya, dengan wajah sumringah.

"Ada cangklongannya?" tanya si gadis kecil.

"Oh, cangklongan?" Bapak itu celingukan. Ia melambai pada karyawati  yang ada di satu sisi.

Nah, bapak satu lagi. Tinggi besar, bersama gadis mungilnya juga. Gadis itu memeluk kotak boneka berwarna pink. Bapak itu menunjukkan jajaran kotak boneka lainnya. Gadis  kecil itu menyodorkan kotak di tangannya, dan menunjukkan kotak lainnya.

"Hahahaha, sudah Bapak kira kamu mau yang itu," kata si bapak.

"Berapa, mbak?" si bapak menanyakan harganya.

"Seratus, satu buah?" tanyanya. Karyawatinya mengiyakan. Mulut si bapak mengerucut. Hehehe.

Pandangan saya beralih. Bapak lainnya, anteng dekat satu rak. Dia bersantai, sementara anak laki-laki di dekatnya berjongkok memilih. Pindah dari satu rak ke rak lain.

Saya mendekati.

"Dia belum memutuskan beli yoyo yang mana," kata Mas Budi. Padahal sudah sekitar lima belas menit saya menunggui.

"Ya gini, kalau memilih, Hafidz lama," kata Mas Budi sambil tersenyum.

Ayahnya lebih tahu. Saya memang jarang menemaninya beli mainan.

Ya sudahlah. Lumayan juga saya berdiri. Dapat tiga potret ayah yang menemani anaknya beli mainan.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.