JANJI DEWO

Jumat, Januari 01, 2016


 (di BOBO no 8, tanggal 28 Mei 2014)




Dewo adalah pimpinan sebuah komplotan perampok.   Saat ini Dewo sangat gelisah. Tiga anak buahnya kini tidak mau lagi merampok bersamanya. Mereka memilih berguru kepada Tuan Guru Bahar .
            Dewo mendatangi rumah  Tuan Guru Bahar.
“Aku ingin kau kembalikan anak buahku!” Dewo berkata tegas kepada Tuan Guru Bahar.
 “Pasti kau sihir mereka sehingga mereka berani  membangkang padaku!” tuduh Dewo.
“Oh, tentu! Kau boleh melihat sihirku itu!” Tuan Guru berkata sambil tersenyum
 “Kau boleh ambil ini, dan simpan sebagai ilmu kekuatanmu yang baru. Syaratnya satu: bukalah di rumah!” kata Tuan Guru. Ia menyodorkan gulungan kertas yang harum.
            Dewo pulang cepat-cepat. Sesampainya di rumah, ia membuka gulungan itu dengan tergesa. Gulungan kertas itu begitu wangi dan mengkilap.  Tidak ada tulisan mantra apa pun disana. Bersih, sangat bersih. Dewo semakin marah! Tuan Guru telah mempermainkannya!
            Hari itu juga Dewo kembali ke rumah Tuan Guru.
“Tuan Guru penipu!”teriak Dewo dari halaman. Tuan Guru muncul di pintu rumahnya.
“Ah, kebetulan kau datang! Aku lupa memberi tahu satu syarat lagi. Kertas  sihir itu sangat sakti. Kau hanya bisa membacanya jika kau penuhi satu syarat mudah,” kata Tuan Guru.
“Satu saja?” Dewo tertawa meremehkan.
“Satu saja: jangan berbohong padaku selama tiga pekan!” tegas sekali suara Tuan Guru. Dewo semakin terbahak-bahak. Syarat yang ringan sekali!  
            Pekan ini, Dewo merencanakan akan merampok sebuah toko kain yang besar. Toko itu sangat banyak pembelinya. Dewo sudah mengirimkan beberapa anak buahnya untuk mengintai selama beberapa waktu. Hari ini, Dewo ingin mempelajari sendiri  toko tersebut. Dia menyamar sebagai pembeli.
“Membeli kain?” seseorang  bertanya sambil menepuk pundaknya. Dewo menoleh. Betapa terkejutnya ia melihat Tuan Guru ada disebelahnya.
“Iya, Tuan Guru,” jawab Dewo mantap.
“Apakah  kau punya rencana merampok  toko  ini?” Tuan Guru berbisik sambil menatapnya tajam.
 “Tidak, Tuan Guru,” kata Dewo cepat.  Tuan Guru tersenyum  dan berlalu.
            Dewo membatalkan rencana merampok toko kain itu. Ia akan berpindah sasaran: merampok seorang saudagar pembuat perahu! Bukankah ia mengatakan tidak merampok toko kain? Jika ia merampok yang lainnya, berarti ia terhindar dari kebohongan.
            Dewo memulai pengintaiannya kembali. Kali ini, ia tidak mau melakukan sendiri. Semua diserahkan kepada anak buahnya.  Dewo memilih berjalan-jalan di pasar kecil. Tak disangka, ia bertemu kembali dengan Tuan Guru!
“Apa kabar?” Tuan Guru menyapa ramah.
“Baik, Tuan Guru,” jawab Dewo tak kalah ramah.
“Tadi  aku mendengar  satu anak buahmu bertanya-tanya tentang perahu. Apakah kau akan merampok pemilik perahu?” Tuan Guru berbisik-bisik. Dewo terkejut.
 ‘Ah, tidak Tuan Guru. Aku memang ingin membeli perahu,” jawab Dewo.
“Wah, bagus sekali!  Tapi, untuk apa kau beli perahu?” Tuan Guru keheranan.
“Eh..eh.. Akan aku sumbangkan, Tuan Guru,” jawab Dewo. Karena gugup, ia jadi asal bicara.
“Bagus sekali!” Tuan Guru menepuk-nepuk punggungnya dengan hangat.
Dewo sungguh menyesali perkataanya tadi. Tapi ia sudah terlanjur mengucapkan. Terpaksa Dewo membeli perahu dan menyumbangkannya  kepada  Pak Diro. Ia seorang nelayan miskin yang tidak memiliki perahu. Biasanya Pak Diro  hanya membantu nelayan lain melaut. .
“Terima kasih. Terima kasih, Tuan Dewo! Semoga Tuhan membalas kebaikanmu dengan balasan yang berlipat,” kata Pak Diro sambil menangis.
            Hati Dewo tersentuh melihat tangisan Pak Diro. Harga perahu itu tidak seberapa dibandingkan dengan uang yang Dewo punya. Tapi lihatlah, hati Dewo sekarang demikian tenang dan nyaman. Mungkin akibat perbuatan baiknya, sehingga angin sejuk pun mampir ke hatinya.
Dewo tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Sebelum berubah pikiran, Dewo cepat-cepat menuju rumah Tuan Guru. Ia akan belajar sungguh-sungguh menjadi orang baik. Agar angin  sejuk itu terus menetap dalam hatinya!

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.