KANTOR POSKU

Selasa, April 24, 2018


APA KABARMU?
Sabtu, beberapa pekan lalu, Nabila mengajak ke Kantor Pos. Hendak memposkan syarat pendaftaran kuliah di salah satu Politeknik. Kantor Pos Jombang dekat dengan sekolah Nabila, sebenarnya.
Saya masuk, dan memencet antrian. Tidak berfungsi. Kertasnya melintir.
"Tidak bisa, Mbak. Nomor panjenengan setelah saya, itu, 44," kata seorang lelaki muda. Seorang petugas berdiri dan memandang kami.

"Pencet saja enternya!" Teriaknya. Yey, sudah dipencet-pencet dari tadi dah. Tetap saja tidak keluar kertasnya, sebab melintir dan menceng. PEtugas itu mendekati mesin nomor antrian. Saya tidak menunggu di dekat situ, memilih duduk saja di depan jajaran konter.
"Ini nomornya," Nabila menyodorkan kertas. Eh, kirain tulisannya tercetak. Ternyata tulisan tangan saja. Tidak apa-apa, deh. Toh tidak banyak yang antri. Jadi bisa diamati dan dihitung secara manual.

Beberapa saat tiba giliran Nabila. Dia berdiri di depan salah satu konter.
Ingatan berputar ke 38 tahun lalu. Hey, sudah demikian lama, ternyata!

37 TAHUN LALU
Masa itu, Pak Pos dan Kantor Pos adalah sahabat hatikuuuh. Bel sepedanya, atau klakson sepeda motornya, ditunggu dan diharapkan. Begitu terdengar, saya dan saudara-saudara saya terbirit-birit keluar untuk menerima amplop. Lalu cepat membaca tujuan surat atau kartu yang dikirim. Yang namanya tertulis, lompat-lompat kegirangan. Yang tidak, kembali masuk rumah dengan langkah gontai dan lesu. Segitunya? Iyes. Seru bener!
Dapat apa? Dapat surat, kartu lebaran/kartu ultah, atau kartu post. Bagi anak kost, tambah satu: wesel pos.
(Saat duduk mengantri, sempat saya ceritakan tentang wesel pos. Nabila terheran-heran, dan saya perlu menjelaskan detil bagaimana mekanisme wesel pos saat itu. )

Momen lebaran adalah momen sibuk. Saya sibuk membuka-buka majalah, mencari inspirasi tentang model kartu lebaran terbaru. Berburu kertas manila, buffalo, tissu, lem. Melengkapi spidol, cutter, kertas HVS warna warni untuk amplop. Semedi cari ide menulis puisi tentang lebaran. Yang paling seru adalah berburu perangko! Itu yang namanya kantor pos, berjubel orang hendak membeli perangko. Bebgitu juga saat pengiriman. KAntor pos menyediakan banyak kotak pos di jalan. Kami cukup memasukkan amplop ke dalam bis surat (namanya begitu!), nanti di jam tertentu petugas akan mengambil.
Petugas pos bisa dipastikan tidak libur saat Idul Fitri. Mereka harus lembur untuk mengolah dan mendistribusikan surat dan kartu yang jumlahnya buwaaanyak itu.

Lalu, era digital hadir. Internet muncul. Tahun 2000, Kantor Pos menyediakan warnet. Masih sedikit warnet yang tersedia, dan kantor pos jadi jujukan kami.
Lalu... KAntor pos mulai sepi. Era mengirim dan menerima surat digantikan oleh email. Ucapan selamat lebaran dilakukan lewat sms, bbm, lalu muncul WA.

"Apa yang harus dilakukan agar kantor pos ramai, ya?" Tanya saya pada Mas Budi, suatu waktu. Mas Budi hanya tertawa saja.
Para pejabat Kantor Pos pasti juga memikirkan hal itu.

Duduk di kursi ini, memandang Nabila di depan konter, memutar memori pada satu masa yang menyenangkan bersama Kantor Pos. Terima kasih, Kantor Pos. Terima kasih Pak Pos, dan semua petugasnya di tahun 1980-an dan 1990-an. Puluhan juta orang terbantu urusannya, terhubung silaturahimnya, terselesaikan masalahnya, oleh Anda semua.

Dari mahasiswa yang menuntut ilmu dan menunggu kiriman, ada peluang amal jariyah panjang. Dari silaturrahim yang tersambung, ada peran amal sholih petugas KAntor Pos.

Kantor Pos adalah salah satu institusi penting yang mempengaruhi sebagian hidupku. I love you, Kantor Pos!

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.