BILA SUDAH DEKAT

Rabu, Januari 13, 2016
Dulu sekali, kalau tidak salah dari majalah Panji Masyarakat, saya pernah membaca tentang Raisa Gorbachev.

Suatu waktu, dalam acara resmi di Amerika Serikat, Raisa berdiri di balkon bersama suaminya, Michael Gorbachev. Mereka tengah menonton atraksi pesawat tempur yang sedang beraksi. Salah satu manuver yang dipertunjukkan adalah menukiknya pesawat-pesawat itu ke arah balkon. Pesawat itu  meluncur dengan cepat seolah-olah hendak menabrak balkon.

Pada detik-detik yang mendebarkan, terdengar Raisa berbisik tegang,"Ya, Tuhan."

Ungkapan spontan itu tentu menjadi perhatian karena siapa pun tahu bahwa Uni Soviet saat itu berpaham komunis.

Beberapa bulan lalu, saya dan Mas Budi tengah meluncur di jalan Pattimura. Hujan menyisakan rintik-rintiknya yang kecil. Di perempatan, antrian mobil mengular cukup panjang. Tidak biasanya demikian. Mas Budi mengambil jalur kiri, dan berhenti di batas zebra cross.

Tiba-tiba saya mendengar teriakan yang membelah senyap.

"Tolong... Tolong.. Angkat, angkaat!" Suara itu histeris,  diiringi sesuatu dipukul-pukul dengan sangat keras.

"Tolooong...Dek, deeek!!" Suara benda dipukul-pukul sangat keras lagi.

Ada mobil taft berhenti di tengah perempatan. Satu dua orang berkerumun di dekatnya.
Saat itu saya melihatnya.

"Ya Allah!" Mas Budi berseru sambil berlari cepat-cepat ke mobil itu.

Ada tubuh tergeletak di kolong mobil tersebut. Meringkuk, tidak bergerak.

Seorang laki-laki yang berteriak-berteriak itu tak henti memanggil-manggil. Mas Budi bergotong royong membantu mengangkat bagian depan mobil.

Saya berdiri di dekat tiang lampu merah,  balik kanan. Tidak hendak melihat sosok itu. Bayangan di mata saya begitu horornya. Bagaimana tubuhnya? Bagaimana kondisinya?

Tiba-tiba laki-laki tadi membawa tubuh itu tepat di belakang saya. Korbannya seorang gadis remaja

" Dek, Deek," ia berteriak-teriak lagi. .

Saya tidak tega. Saya memberanikan diri mendekati. Lelaki itu histeris memanggil-mangil. Badan gadis itu saya rengkuh, kepalanya bersandar di bahu saya.

"Allah...Allah...Allah..," itu saja yang dibisikkannya. Darah mengalir dari sela-sela jilbabnya yang berantakan. Saya tidak bisa melihat jelas luka-luka di kepalanya, karena di  tempat kami itu tidak terlalu terang.

"Istighfaar, istighfar mbak.." bisik saya. Dia menyandarkan kepalanya dengan lemas di bahu saya.

"Dek... Sayang, kamu tidak apa-apa?" Lelaki itu masih meracau sambil menangis.

"Allah... Allah... Allah..," hanya itu yang diucapkannya. Berkali-kali, berulang-ulang tak henti.

"Ayo Mas, bawa ke rumah sakit cepetan," seorang muncul. Lelaki tadi bingung membawakan tas dan pernik-pernik di tangannya.

"Saya bawakan," saya mengulurkan tangan.

Kami bergegas menuju mobil taft itu. Ketika gadis itu sudah dipangku di dalam, bapak supir memandang saya.
"Harus ada yang menemani mereka di rumah sakit," katanya.

Saya bingung. Anak-anak ditinggal di rumah, tidak ada orang dewasa yang menemani.

Dengan terpaksa kami tidak bisa menemani.


Dua kejadian itu, memberi pelajaran besar.
Bila sudah dekat dengan kematian, atau bahaya, fitrah kita sebagai hamba akan muncul. Sandaran pada  Zat Yang Maha Agung dibutuhkan sebagai penguat dan sumber pertolongan.

Raisa mengatakan "Ya Tuhan" ketika dicekam ketakutan. Gadis itu melafazkan namaNya ketika mengalami kejadian mengerikan.

Allah Sang Maha Penolong. Allah Yang Maha Perkasa. Tiada daya, tiada kekuatan, melainkan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

*bagaimanakah kabar gadis remaja itu, ya?*

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.