OH, APUT!
Namanya Aput.
Dia tiba-tiba muncul suatu siang di ruangan kami, pada hari Senin.
Saat itu kami sedang sibuk mengerjakan banyak hal. Dia muncul membawa tas ransel besar, memakai baju
batik. Badannya gempal, dan bicaranya lantang. Logatnya terdengar aneh.
“Betul ini SMKN I (baca: i)?” tanyanya. Kami yang semula tidak
terlalu memperhatikan, menjadi tertarik mendengar aksennya.
“Betul, ini SMKN 1,” teman saya menjawab.
“Horree, Aput lulus!”
laki-laki itu bersorak dengan wajah sumringah. Gerak-geriknya tampak lucu, seperti anak
kecil.
“Aput bisa pulang dan bertemu Ibu!” dia kembali bersorak dan
bertepuk-tepuk. Saya jadi ingat status yang dibagikan teman di salah satu media
sosial. Teman saya itu bercerita tentang siswa SLB yang diuji dengan melakukan
perjalanan.
Kami, eh
saya, bersemangat menyambutnya. Saya menyilakannya duduk.
“Bapak siapa namanya?” tanya saya. Dia tertawa lucu.
“Aput bukan bapak, belum punya anak,” katanya.
Dari tasnya, ia mengeluarkan sebuah map besar. Dalam map tersebut ada data
dirinya. Namanya Aput. Usianya 34 tahun. Dia diberi tugas untuk datang ke SMKN
1 sendirian. Ada beberapa ketentuan yang
harus dipatuhi: tidak boleh diantar, tidak boleh naik becak. Tidak boleh meminta-minta.
Harus bersikap sopan sesuai ketentuan asrama.
“Aput kesini habis ayam empat!” katanya, dengan lagak lucu. Persis
anak SD!
“Ayam Aput ada berapa?” kami bertanya.
“Tujuh belas… Dijual empat untuk pergi ke sini.”
“Kalau dijual empat, tinggal berapa?” pancing seorang teman. Aput
menghitung dengan jari-jarinya.
“Tiga belaass!” Geli melihat tawa polosnya itu.
“Kalau ke Mekah, habis ayam berapa yaaa?”
Kami bengong. Ada rasa
terharu yang mendesak-desak.
Saya
mengambil berkas di mapnya, menuju printer
dan menscan data diri dan ketentuan tugas yang dibawanya.
“Aput Allahu akbar. Di sekolah Aput yang Allahu Akbar belajar
mengaji, yang Bapak Yesus belajar hari Minggu.”
Oh ya,
paham. Allahu Akbar itu berarti muslim, jika Bapak Yesus itu nasrani.
“Aput bisa mengaji,” katanya
sambil tersenyum.
“Surat apa, Aput?” tanya saya. Tebakan saya, hafalannya pasti
seputar surat-surat pendek.
“Surat apa saja! Boleh Aput baca surat Ar Rahman?”
What? Surat Ar Rahman? Surat favoritkuu!
“Boleh…boleh!!” Saya semangat empat lima. Diantara teman-teman,
respon saya paling heboh. You know why? Karena dulu saya ingin Ar Rahman jadi
mahar pernikahan saya; tapi tidak terwujud!
Aput bersiap. Dia membenahi cara duduk, dan berkonsentrasi.
Sebentar kemudian, bacaan basmalahnya terdengar. Lalu ayat satu, ayat dua…
Seluruh penghuni ruangan tersihir. Kami diam. Bacaannya lembut. Ada beberapa
panjang pendek yang kurang, tapi rasanya dimaklumi saja. Bukankah Aput siswa
SLB?
Tak tahan, air mata saya mulai menetes. Saya
menyembunyikan muka, menunduk. Bacaan Aput syahdu mendayu. Sempat beberapa kali
saya melirik teman-teman. Bu Lela terpaku di kursinya. Berkali-kali mengusap
matanya. Bu Fitri… Oh my God! Guru yang periang, cuek dan heboh itu
berderai-derai air mata.
Sampai Aput mengucapkan “shadaqallahu hul
‘adziim”, kami semua seperti menahan nafas. Ya Allah… Siswa SLB ituuuu. Yang
punya keterbatasan ituuuuuu… Hafalan suratnya benar-benar emezing! Awsem! Hiks,
hiks, hiks…
“Aput lulus? Nilai Aput
bagus?” tanyanya.
“Baguuussss… Aput luluuussss!!” Kami beramai-ramai memberinya semangat.
Aput bertepuk tangan sambil tertawa-tawa.
“Aput senang, bisa ketemu Ibu,” katanya. Saya mewek. Yang lain
tampak menahan haru. Bu Fitri, o ooww,
masih berderai-derai air mata. Ia beringsut keluar, pergi entah kemana.
“Nilai Aput bagus?” Aput bertanya lagi.
“Baguusssss..,” kami serempak menjawab. Lucu, menjawab rame-rame
dengan antusias, seperti sedang
menghadapi anak TK.
Lalu, seorang Ibu guru memulai. Ia menyelipkan uang ke saku baju
Aput.
“Tidak boleh… Aput tidak boleh meminta. Aput tidak mau,” Aput menyodorkan kembali uang itu.
“Aput tidak meminta, ini hadiah,” Ibu terebut memasukkan kembali.
“Ini hadiah ya? Hadiah? Aput tidak meminta, kan?” nada bicaranya
seperti anak kecil yang ingin memastikan sesuatu.
“Yaaa, hadiah!” kami menjawab beramai-ramai lagi. Pesona Aput
membuat kami tiba-tiba kompak mengekspresikan perasaan dalam kata-kata yang
sama. Ah, Aput emejing!
Maka, bergantian kami memberikan hadiah. Mengumpulkan sejumlah uang dalam amplop dan
menyodorkannya pada Aput.
“Buat beli ayam,” kata salah satu dari kami. Supaya ayam Aput
banyak, dan bisa ke Mekkah. Untuk sangu ketemu Ibu. Buat beli minum.
Aput kami sediakan minum. Berjalan kaki mencari sekolah ini, tentu
lelah.
“Aput tidak mau minum, Aput tidak boleh meminta,” katanya menolak.
“Ini hadiah!” kami kompak lagi. Ah, Aput memang emejing! Kami
bersemangat kompak melakukan satu dua hal tanpa tukar pikiran dulu. Seolah-olah
ada telepati diantara kami.
Kami berbicang-bincang. Menanyai ini dan
itu. Berfoto bersama bergantian. Aput tersenyum lebar smabil mengacungkan
jempol.
Lalu, seseorang membisiki saya: “Pak X
ingin ketemu, bawa ke ruang sana, ya?”
Aput saya antar ke sana. Beberapa guru
sudah menunggu. Aput bercerita ini dan itu. Juga mengaji, surat dari juz 29.
Khidmat sekali kami mendengarkan. Lalu, satu persatu memberikan hadiah.
Terakhir, Aput diminta memimpin berdoa.
Saya terisak dengan doa indahnya.
Aput kemudian pulang. Dia menolak diantar.
Langkahnya cepat-cepat dan riang.
Kami membahasnya seharian.
“Bu Fitri masuk sini sambil misek-misek...
Saya tanya kenapa, gak dijawab. Masiiih aja nangis. Pas sudah bisa cerita,
bilangnya gini : aku tertohok. Maluu..maluuuu,” Mbak Iva mempergakan dengan
sungguh-sungguh bagaimana gaya Bu Fitri.
“Dia hafal banyak surat, aku kalah,” itu
penjelasan bu Fitri.
Seharian, Aput jadi trending topic. Ah,
Aput memang emejing!
Di rumah, malam hari, tiba-tiba saya ingin
sekali googling. Saya mencari-cari
dengan berbagai kata kunci.
Lalu, saya tertawa terbahak-bahak, sendirian.
Ada gambar Aput dalam sebuah berita penipuan orang yang mengaku siswa SLB dan
sedang ujian kelulusan.
Nama Aput berganti jadi Kusno. Orangnya
sama, persisssss.
Esok hari, saya kabari teman-teman apa
yang saya tahu. Kami merasa geli dan malu. Kami dibodohi oleh seorang Aput, dan
semua tersihir dengan pesonanya.
Saya jadi ingat satu lintasan hati ketika
menscan surat pengantar yang dibawanya. Terbesit keinginan untuk menelepon
nomor yang ada di situ, dan terlintas satu kekhawatiran kecil akan penipuan.
Saya mengabaikan bisikan kecil itu.
Ah, Aput memang emejing! Dia pintar sekali
berakting. Sempurna! Perfecto! Awesome!
"Aput dapat uang banyak dari menipu kita," kata saya.
"Eh, bukan menipu lhooo.. Kita sendiri yang bilang bahwa itu hadiah," kata seorang teman. Kami tertawa terbahak-bahak. Konyol rasanya, sepuluh orang tertipu dengan sukses!
"Aput dapat uang banyak dari menipu kita," kata saya.
"Eh, bukan menipu lhooo.. Kita sendiri yang bilang bahwa itu hadiah," kata seorang teman. Kami tertawa terbahak-bahak. Konyol rasanya, sepuluh orang tertipu dengan sukses!
Ngomong-ngomong, apa kabarnya sekarang?
Dimanakah
kamu, Apuuut? Ayammu berapaaaa?
Wehehehe.
*Oh ya, di foto itu, Aput yang berbatik ungu dan berbadan besaaaar... ;)
Foto itu saya dapat di http://www.jaringnews.com/suara-pembaca/umum/61853/Hati-Hati-Tertipu-oleh-Kusno-Siswa-SLB
Sebenarnya, ada foto bersama kami. Tapi lupa dimana disimpan. Eh, tapi kalaupun ada, gak akan di upload di sini. Malu ...hehehehe
Sebenarnya, ada foto bersama kami. Tapi lupa dimana disimpan. Eh, tapi kalaupun ada, gak akan di upload di sini. Malu ...hehehehe
Penipuan paling keren yg pernah sy baca :D. Pinter banget berarti menjiwai aktingnya ya Mak, sampai2 orang lain nganggep itu beneran. Sayangnya, kenapa dia nipu bawa ayat2 Allah :(
BalasHapusIya, itu yang disayangkan... Terima kasih sudah mampir, Mba Vhoy..
Hapusastaghfirullah beneran mbak, saya sudah terharu aja dari awal.
BalasHapusHehehe.. DIa sangat meyakinkan!
HapusWuah tadi aku juga teremejing2 hehehe
BalasHapusTapi paasti ada hikmahnya ya ketemu penipu macam Aput
Hihi.. iyaa. Setidaknya, berkaca dari kemampuannya hafal beberapa surat yang agak panjang itu...
HapusTerima kasih sudah mampir, ya.
Gonzo's Quest considered one of the|is among the|is doubtless considered one of the} top-rated thecasinosource.com slot machines of all time by gamers, casinos, and on line casino critics alike. You should by no means play on-line poker or decide slot machines on unlicensed on line casino sites. No matter how impressive a web-based on line casino is, you need to do some research slightly research|to do some analysis} earlier than you start to spin reels need to|if you want to} get any probability to win at slots. Everyone wish to play unfastened slots with the angle to win every time the reels spins.
BalasHapus