SERAGAM PRAMUKA

Jumat, Januari 01, 2016
Sejak semester genap tahun pelajaran 2012/2013, guru diwajibkan memakai seragam pramuka pada hari Sabtu. Peraturan ini mengundang pro dan kontra. Sebagian besar merasa keberatan karena ketidaknyamanan kain yang dibagikan. Sebagian karena alasan yang cukup aneh: memakai pramuka, berarti  berseragam sama dengan siswa. Secara wibawa, ada perasaan 'berkurang'.

Saya sebenarnya termasuk yang tidak sepakat karena bahannya yang panas. Bayangkan, hari Sabtu, ada sepuluh jam pelajaran. Saya mengajar sembilan jam diantaranya. Jarak satu kelas ke kelas lain cukup jauh.Maka berjalan di tengah panas, dengan bahan kain demikian, sungguh menyiksa. Belum lagi bila ada di kelas yang sedikit jendela. Seperti dioven saja.

Sabtu pertama memakai  pramuka, saya agak kurang pede. Badan saya kecil. Teman-teman guru  yang melihat saya, senyum-senyum.
"Siswa kelas mana ini?" begitu kata mereka.

Ketika saya masuk kelas, siswa-siswa saya santai. Hingga saat saya menuju meja guru, barulah mereka sadar bahwa itu saya, guru bahasa Inggris. Sebagian besar tertawa.
"Bu, saya kira siswa!" kata mereka. Saya cuma tersenyum kecut.

Tenyata kekeliruan itu masih berlanjut, bahkan berminggu-minggu kemudian.

Suatu waktu, saya hendak menuju kelas XII. Di depan, ada dua guru bahasa Inggris yang berjalan sambil mengobrol. Saya menjajari mereka, berada tepat di samping kiri. Satu, dua, tiga menit, tidak ada satu pun yang menoleh atau menyapa.
Akhirnya, saya menepuk pundak salah satu.

"Lho, Bu Umi?Wah, saya kira siswa! Makanya dari tadi gak saya pedulikan!" katanya.

Waduuh...

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.