PENGKHIANATAN
Pada suatu hari, Nabi Muhammad
saw dikelilingi para shahabatnya. Di tengah pembicaraan, Rasulullah saw
manggut-manggut.
Lalu Beliau saw bersabda:
“Sesungguhnya,
di antara kalian ada seorang laki-laki yang gerahamnya di neraka lebih besar
dari gunung Uhud.”
Ucapan
Rasulullah sawa menyisakan ketakutan bagi siapapun yang hadir saat itu. Mereka
diliputi kecemasan akan su’ul khotimah. Khawatir dirinya mendapatkan akhir
hidup yang buruk dan dimurkai Allah SWT.
Sekian
waktu berlalu. Sebagian besar yang hdair dalam majelis itu, menemui syahid.
Satu per satu mereka meninggal dalam kemuliaan. Yang tersisa adalah Abu
Hurairah dan Rajjal bin ‘Unfuwah.
Abu
Hurairah diliputi ketakutan luar biasa. Badannya gemetar. Ia tak bisa tidur
dengan nyenyak setiap malamnya. Ia sungguh-sungguh ngeri jika mendapatkan su’ul
khotimah.
Tabir
akhirnya terkuak. Rajjal bin ‘Unfuwah murtad, bergabung dengan pasukan
Musailamah Al Kdzab, nabi palsu.
Semula
ia berangkat ke Yamamah dengan tujuan lain. Rajjal diutus oelh Khalifah Abu
Bakar untuk mendakwahi penduduk Yamamah agar kembali kepada pangkuan Islam.
Hatinya
berbalik. Ia melihat jumlah yang banyak, pasukan yang kokoh, dan barisan yang
kuat. Rajjal yakin, kekuatan itu akan mampu mengalahkan Khalifah Abu Bakar.
Maka,
keluarlah ia dari panji Islam dan bergabung ke barisan Al Kadzdzab.
Rajjal
benar-benar licik. Ia memanfaatkan sejarah hidupnya bersama Rasulullah saw,
sebagai alat untuk meyakinkan pengikut-pengikut Musailamah. Ia menyebarluaskan
berita bahwa Rasulullah sawa pernah bersabda: “Nabi menjadikan Musailamah bin
Habib sebagai rekan.”
Sungguh
racun yang mematikan. Rajjal membuat tipu daya dengan memanfaatkan pertemuannya
dengan Rasulullah saw.
Bukan hanya itu.
Hafalan dan pengetahuannya yang
banyak tentang Al Quran juga dijadikan alat. Posisinya sebagai utusan Abu Bakar
juga dijadikan tameng. Dengan mudah ia bisa meyakinkan orang sehingga pengikut Musailamah semakin
bertambah. Rajjal berhasil menyesatkan banyak orang.
Rajjal murtad. Ia juga pembohong,
munafik, dan oportunis. Ia murtad bukan karena mengakui kebenaran Musailamah.
Namun sebab kemunafikan yang disembunyikan dan keuntungan yang ingin diraih.
Harta, tahta, jabatan, kedudukan. Pengikut.
Ia pintar menyembunyikan nafsu tamaknya dalam bingkai yang indah. Tujuan
hidupnya rendah.
Bagaimana bisa ia menukar
kemuliaan sebagai mukmin, yang pernah bertemu dengan Rasulullah saw, dengan
kebohongan nabi palsu? Ia memanfaatkan seluruh potensi dalam dirinya dalam
kebohongan besar.
Pengikutnya bisa jadi berkata:
Rajjal, yang bertemu Rasulullah saw, yang menjadi utusan dari Abu Bakar saja
membela Musailamah. Tentu itu menjadi bukti bahwa Musailamah benar. Pilihan
kita benar.
Begitulah.
Ini menjadi cermin atas apa yang
kita lihat sekarang. Bengong, bingung, takjub, bagaimana bisa seorang pemuka
partai besar, atau pemuka agama, yang
dikenal islami, menjadi pendukung penista agama? Iming-imingnya selalu seputar
itu: tahta, jabata, harta, kedudukan.
Sebagaimana Wahsyi, yang dibujuk
untuk menombak Hamzah dalam perang Uhud. Hindun membujuknya dengan bujukan
harta. Perhiasan anting, kalung yang dipakainya. Perhiasan dengan permata
indah. Juga kebebasan dan status sosial sebagai orang merdeka.
Bujukan model begini adalah
bujukan primitif. Ada sejak dahulu, dan akan terus muncul sampai kiamat. Dengan
berbagai versinya. Iming-iming sejenis ini sangat cocok dengan kecenderungan
hawa nafsu manusia.
Lalu, bagaimana bisa kaum
muslimin terjebak dalam pembelaan yang sama? Mungkin mirip dengan pengikut
Rajjal. Mereka dibutakan. Disilaukan
oleh status tokoh besar itu. Menyandarkan kebenaran pilihan pada status
para pembelanya, tanpa mengkaji kebenaran pembelaan mereka.
Dan ini bisa terjadi pada siapa
saja. Disilaukan mata, ditutupi nurani, digelapkan pandangan mata oleh
ukuran-ukuran dunia dan berlepas diri dari kebenaran dan hujjah agama.
Mari berdoa bersama-sama: Yaa
Muqallibal qulub, tsabbit quluubana ‘ala diinika.
Nasehat yang bagus,Bu Umi.
BalasHapusNasehat yang bagus,Bu Umi.
BalasHapus