MENU FAVORIT
Hari Sabtu dan Ahad itu hari belanja.
Berangkat ke pasar dengan gembira. Menyusuri gang-gang dalam pasar yang ramai. Tebar senyum sana sini. Ada ibu penjual kerupuk yang lincah dan sigap. Ada ibu penjual klanting yang halus. Penjaja serbet yang lantang. Penjual celana selutut dua lima dua. Pedagang tempe yang sendu.
Juga pedagang sayur mayur. Seorang bapak tua, yang membungkusi jenis sayur berdasar masakan. Jadi tinggal pilih, mau beli sayur asem, bayam, tumis kangkung. Harganya seribu saja satu plastic. Harga yang bikin hati tidak tega. Harga seribu, keuntungan beliau berapa?
Pertanyaan sama juga bagi penjual kecambah. Beli seribu lima ratus dapat hampir sekantung kresek kecil.
“Stop, pak. Stooop!” Saya menyudahi gerakan tangannya yang hendak meraup segenggam cambah lagi.
“Cukup segitu saja, terlalu banyak kalau ditambahi.”
Dia melongo, memperhatikan saya yang mengikat kreseknya. Duh, maaf ya Pak kalau mengejutkan.
Langganan Sabtu dan Ahad itu bapak penjual ikan.
Di bagian timur, dekat kamar mandi belakang. Disitu saya biasanya cipika cipiki. Sama bapak itu? Weh, ya bukan. Saya sering cipika cipiki dengan ibu-ibu, atau mbak-mbak yang saya kenal dan kebetulan melintas disitu. Kenalan saya banyak, ya? Ah, biasa saja. Hihi. #gaya alay.
Nah, kembali ke penjual ikan.
Mejanya tidak seberapa lebar. Paling timur biasanya ikan mujair, ikan merah, lalu ikan gurami. Lalu ikan bandeng. Kadang ada ikan kakapnya. Kemudian patin, tongkol, tuna. Paling barat adalah udang dan cumi-cumi. Ah, baru sadar kalau saya hafal. Itu akibat sering mengamati ketika diam berdiri menunggu giliran.
Menu favorit liburan adalah ikan bakar a la saya. Emang saya bisa masak? Ah, meremehkan. Btw, pertanyaan itu sering sekali dilontarkan oelh teman-teman. Mereka selalu tidak percaya bahwa saya juga ke dapur. Hello, aku bukan kanjeng ratu atau nyonya besar yang tinggal tunjuk dan, wuuss, terhidang begitu saja.
Lalu, tahukan saya bumbunya? Gampang, guys. Ada cara simple untuk masalah bumbu.
Ambil tab, simpan dekat-dekat, lalu katakan : “OK GOOGLE. BUMBU IKAN BAKAR!”
Mak zaman nooowww…(tepuk dada).
Nah, kembali ke tukang ikan.
Beli ikan gurame atau ikan mujair. Sampai rumah, cuci ikan itu, dan beri bumbu. Biasanya sih cuma bawang putih dan garam saja. Rendam dulu selama beberapa waktu.
Selama menunggu bumbu itu meresap, lakukan hal lain. Bongkar keranjang belanja. Keluarkan klanting, jongkong, mendut, kue dadar, kue lapis, kerupuk dan sayur. Simpan sayur dalam kulkas. Simpan kerupuk di atas meja makan. Bawa klanting , jongkong, mendut dan kue dadar gulung ke ruang tengah. Mari duduk. Saya dan Ayah menikmati klanting dan jongkong itu perlahan-lahan. Zahra dan Najma mencomot mendut , makanan desa yang legit. Hafidz menarik lembara demi lembar kue lapis. Resapi kenyamanan makan kue tradisional secara berjamaah, tanpa dipusingkan dengan pekerjaan kantor. Indahnyaaaaa!
Kembali pada ikan.
Semula saya mematangkan ikan dengan dibakar. Tanpa digoreng. Enak sih, tapi lamaaaaaa. Dua ekor matang, lalu menunggu dua ekor lainnya untuk dibakar. Yang kedua belum matang, dua ekor pertama sudah ludes. Anak-anak membawa piring berisi nasi masing-masing dan duduk menyerbu. Saya kembali ke ruang makan, tinggal tulang belulangnya saja.
Apa bumbu ikan bakar? Simpel saja: kecap dan mergarin atau mentega. Jika semangat, saya buatkan bumbu terdiri dari cabe merah, bawang putih, bawang merah, sedikit laos, sedikit jahe, sedikit kencur. Darimana bumbu begitu? Ngawur. Wehehehehe.
Bumbu itu diblender bersama gula dan garam. Lalu ditumis. Nah, saat ikan dibakar, oleskan bumbu itu diatas ikan. Saat penyajian, beri bumbu itu diatas ikannya. Tambahi kecap sedikit, dan silakan nikmati. Enak kah? Kata anak-anak sih enak. Jarang sekali ikan bakar bersisa. Ludes des des.
Aih, senangnya emak ini. Dibalik ketidakmampuan memasakanya, ternyata ada ikan bakar yang jadi menu favorti anak-anak.
Akibatnya, saya semakin rajin mengunjungi penjual ikan itu. Eh, saya belum tahu namanya! Ingatkan saya untuk menanyakan Ahad depan, ya.
Note :
1. Mohon dimaafkan jika ada kengawuran dalam menyebutkan bumbu-bumbu di atas. Harap maklum, ibu guru satu ini benar-benar awam dalam memasak.
2. Mohon maaf pula, itu bukan gambar ikan bakar masakanku. Belum pernah menfoto ikan bakar, sebab tidak pede, belepotan. Gambar diatas pinjam dari Pixabay. Makasih, Oom Pix!
#ibuguruumi,
Di Jombang, 17 September 2019, 21. 28 WIB
Berangkat ke pasar dengan gembira. Menyusuri gang-gang dalam pasar yang ramai. Tebar senyum sana sini. Ada ibu penjual kerupuk yang lincah dan sigap. Ada ibu penjual klanting yang halus. Penjaja serbet yang lantang. Penjual celana selutut dua lima dua. Pedagang tempe yang sendu.
Juga pedagang sayur mayur. Seorang bapak tua, yang membungkusi jenis sayur berdasar masakan. Jadi tinggal pilih, mau beli sayur asem, bayam, tumis kangkung. Harganya seribu saja satu plastic. Harga yang bikin hati tidak tega. Harga seribu, keuntungan beliau berapa?
Pertanyaan sama juga bagi penjual kecambah. Beli seribu lima ratus dapat hampir sekantung kresek kecil.
“Stop, pak. Stooop!” Saya menyudahi gerakan tangannya yang hendak meraup segenggam cambah lagi.
“Cukup segitu saja, terlalu banyak kalau ditambahi.”
Dia melongo, memperhatikan saya yang mengikat kreseknya. Duh, maaf ya Pak kalau mengejutkan.
Langganan Sabtu dan Ahad itu bapak penjual ikan.
Di bagian timur, dekat kamar mandi belakang. Disitu saya biasanya cipika cipiki. Sama bapak itu? Weh, ya bukan. Saya sering cipika cipiki dengan ibu-ibu, atau mbak-mbak yang saya kenal dan kebetulan melintas disitu. Kenalan saya banyak, ya? Ah, biasa saja. Hihi. #gaya alay.
Nah, kembali ke penjual ikan.
Mejanya tidak seberapa lebar. Paling timur biasanya ikan mujair, ikan merah, lalu ikan gurami. Lalu ikan bandeng. Kadang ada ikan kakapnya. Kemudian patin, tongkol, tuna. Paling barat adalah udang dan cumi-cumi. Ah, baru sadar kalau saya hafal. Itu akibat sering mengamati ketika diam berdiri menunggu giliran.
Menu favorit liburan adalah ikan bakar a la saya. Emang saya bisa masak? Ah, meremehkan. Btw, pertanyaan itu sering sekali dilontarkan oelh teman-teman. Mereka selalu tidak percaya bahwa saya juga ke dapur. Hello, aku bukan kanjeng ratu atau nyonya besar yang tinggal tunjuk dan, wuuss, terhidang begitu saja.
Lalu, tahukan saya bumbunya? Gampang, guys. Ada cara simple untuk masalah bumbu.
Ambil tab, simpan dekat-dekat, lalu katakan : “OK GOOGLE. BUMBU IKAN BAKAR!”
Mak zaman nooowww…(tepuk dada).
Nah, kembali ke tukang ikan.
Beli ikan gurame atau ikan mujair. Sampai rumah, cuci ikan itu, dan beri bumbu. Biasanya sih cuma bawang putih dan garam saja. Rendam dulu selama beberapa waktu.
Selama menunggu bumbu itu meresap, lakukan hal lain. Bongkar keranjang belanja. Keluarkan klanting, jongkong, mendut, kue dadar, kue lapis, kerupuk dan sayur. Simpan sayur dalam kulkas. Simpan kerupuk di atas meja makan. Bawa klanting , jongkong, mendut dan kue dadar gulung ke ruang tengah. Mari duduk. Saya dan Ayah menikmati klanting dan jongkong itu perlahan-lahan. Zahra dan Najma mencomot mendut , makanan desa yang legit. Hafidz menarik lembara demi lembar kue lapis. Resapi kenyamanan makan kue tradisional secara berjamaah, tanpa dipusingkan dengan pekerjaan kantor. Indahnyaaaaa!
Kembali pada ikan.
Semula saya mematangkan ikan dengan dibakar. Tanpa digoreng. Enak sih, tapi lamaaaaaa. Dua ekor matang, lalu menunggu dua ekor lainnya untuk dibakar. Yang kedua belum matang, dua ekor pertama sudah ludes. Anak-anak membawa piring berisi nasi masing-masing dan duduk menyerbu. Saya kembali ke ruang makan, tinggal tulang belulangnya saja.
Apa bumbu ikan bakar? Simpel saja: kecap dan mergarin atau mentega. Jika semangat, saya buatkan bumbu terdiri dari cabe merah, bawang putih, bawang merah, sedikit laos, sedikit jahe, sedikit kencur. Darimana bumbu begitu? Ngawur. Wehehehehe.
Bumbu itu diblender bersama gula dan garam. Lalu ditumis. Nah, saat ikan dibakar, oleskan bumbu itu diatas ikan. Saat penyajian, beri bumbu itu diatas ikannya. Tambahi kecap sedikit, dan silakan nikmati. Enak kah? Kata anak-anak sih enak. Jarang sekali ikan bakar bersisa. Ludes des des.
Aih, senangnya emak ini. Dibalik ketidakmampuan memasakanya, ternyata ada ikan bakar yang jadi menu favorti anak-anak.
Akibatnya, saya semakin rajin mengunjungi penjual ikan itu. Eh, saya belum tahu namanya! Ingatkan saya untuk menanyakan Ahad depan, ya.
Note :
1. Mohon dimaafkan jika ada kengawuran dalam menyebutkan bumbu-bumbu di atas. Harap maklum, ibu guru satu ini benar-benar awam dalam memasak.
2. Mohon maaf pula, itu bukan gambar ikan bakar masakanku. Belum pernah menfoto ikan bakar, sebab tidak pede, belepotan. Gambar diatas pinjam dari Pixabay. Makasih, Oom Pix!
#ibuguruumi,
Di Jombang, 17 September 2019, 21. 28 WIB
Tidak ada komentar: