SALMAN AL FARISI

Minggu, September 30, 2018

Dia berasal dari negeri Persia.Negeri yang maju dalam ilmu dan peradaban. Negeri yang dipenuhi kemewahan. Pusat segala kesenangan dunia. Masyarakatnya menyembah api, yaitu beragama majusi. Dia memiliki sosok tampan, berambut lebat dan tinggi. Bertubuh kekar dan memiliki tenaga yang besar. Dia adalah Mabah bin Budzkhasyan bin Mousilan bin Bahbudzan bin Fairuz bin Sahrk Al Isfahani. Di sejarah Islam lebih dikenal dengan Salman Al Farisi. Resolusi hidupnya berliku tapi satu tujuan. Mencari kebenaran yang hakiki. Tak akan kita temui yang lain sosok gigih pencari kebenaran seperti Abu Abdullah.

Dikisahkan dari riwayat Abdullah bin Abbas, bahwa Mabah kecil, seorang anak dari ayah yang memiliki jabatan tinggi di daerah Isfahan, dia selalu diperintahkan ayahnya untuk menjaga api di tempat pemujaan agar terus menyala. Pekerjaan itu membuat Salman tidak bisa pergi kemanapun
Pada suatu hari, Salman disuruh pergi ke kebun untuk membantu pekerjaan ayahnya. Dalam perjalanannya, dia melihat para pedagang sedang melakukan ibadahnya. Tatkala, saat itu Salman merasa kagum dan ingin mengetahui agama yang dianut mereka. Dia bertanya kepada mereka, “Dari mana asal usul agama ini?”. Mereka menjawab, “Dari Syam (Syiria).
Kemudian, sepulang ke rumah ayahnya. Salman menceritakan apa yang dilakukannya saat dia tidak membantu pekerjaan ayahnya di ladang. Salman berpendapat bahwa agama yang dianut orang-orang itu lebih bagus daripada agama ayahnya. Khawatir akan cara berpikir Salman, sang ayah memenjarakan dan merantai kakinya di dalam rumah.


Ketika para pedagang itu hendak kembali ke negerinya, Salman mengikutinya.
Sesampai di Syiria, aku bertanya , “Siapakah orang yang ahli agama di sini?” Mereka menjawab, “Pendeta yang tinggal di gereja”. Namun, pendeta itu tidak berlaku jujur. Dia menyuruh bersedekah kepada umatnya, lalu menyimpan hasil sedekahnya untuk dirinya. Kemudian, pendeta itu meninggal. Dan dipilihlah orang lain sebagai penggantinya. Pendeta ini lebih bagus ibadahnya, dan sederhana hidupnya.
Saat kematian menjelang, Salman bertanya, “Wahai Fulan, kepada siapakah aku ini kau wasiatkan, apa yang kau perintahkan kepadaku?”
Orang itu berkata, “Wahai anakku, demi Allah, sekarang ini aku tidak tahu lagi, siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang yang kukenal telah mati, dan masyarakatpun mengganti ajaran yang benar dan meninggalkan sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul (kota di Irak), yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia di sana!”

Berangkatlah Salman ke Mosul untuk menemui si Fulan dan belajar darinya, kemudian saat kematian menjelang. Dia berpesan kepada Salman untuk mencari seorang di Nashibin (kota di Aljazair). Kemudian, ditemuilah si Fulan di Nashibin dan hidup bersamanya.
Saat kematian menjelang, dia berpesan agar mencari si Fulan yang tinggal di Amuria (kota di Romawi), dia juga menganut keyakinan yang sama. Di tempat orang itu, Salman bekerja, sehingga dia memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Kemudian takdir Allah pun berlaku padanya.
Si Fulan berpesan, “ Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui seorangpun yanga akan aku perintahkan kamu untuk mendatanginya. Akan tetapi, telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa ajaran nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab, kemudian berhijrah menuju daerah antara dua perbukitan. Di antara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu terdapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau menerima sedekah, di antara kedua bahunya terdapat cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju daerah itu, berangkatlah ke sana!”.

Namun, malang nasib Salman. Saat ia bertemu pedagang dari Kalb dan meminta mengantar menuju ke tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambingnya. Setiba di Wadil Qura, Salman dijual sebagai budak ke tangan seorang Yahudi.Suatu hari, keponakannya datang dari Madinah dari Bani Quraidzah, dia membeli Salman dan membawanya ke Madinah.
Di sinilah, Madinah, Salman menemukan cintanya. Jalan kebenaran yang dicarinya. Salman menempuh jarak yang jauh. Perjalanan yang payah. Padahal sebelumnya, dia tidak pernah pergi kemana pun. Salman melakukan perjalanan yang membuka akal pikirannya. Menyingkap tabir nuraninya. Mempertemukan pencarian panjangnya dalam dakwah agama mulia, dibawa oleh manusia paling mulia, dan didukung oleh orang-orang pilihan.

(sUMBER: BUKU 60 KISAH PARA SHAHABAT, KHALID MUHAMMAD KHALID)

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.