MENJAGA SPIRIT

Minggu, Februari 10, 2019


'Lakukan amanahmu dengan cara yang tidak biasa. Kerahkan seluruh usaha dan hadapi masalah dengan mencari solusi. Jika tidak sanggup, kembalikan.'

Entah dimana saya menemukan quote tersebut. Saya mencoba menerapkan semampu saya. Amanah perlu dituntaskan. Jika tidak mampu, letakkan.
Pernah saya kembalikan amanah pelatih debat secara resmi, ketika suasana tidak kondusif, dan semangat meluncur ke titik nadir. Saya butuh ruang untuk mengambil jarak dari masalah itu. Memikirkan kembali segala prioritas kegiatan saat itu. Dan, sekarang saya bersyukur mengambil keputusan itu. Saya bersyukur punya kesempatan melakukan banyak hal yang dulu tidak sempat saya lakukan sebab sebagian waktu tersita untuk melatih debat.
Wait, apakah Anda mengira saya menyesal menghabiskan waktu untuk melatih debat? Big No. Tidak demikian.

Penyebabnya adalah:
Pertama, saya menikmati perjalanan proses melatih, yang penuh dengan rasa penasaran. Penasaran apa itu debat, penasaran bagaimana sekolah-sekolah top itu bisa punya tim debat yang solid. Penasaran bagaimana juri menilai. Pensaran jenis-jenis mosi yang biasa muncul dalam debat. Begitu deh. Intip-intip tim debat lain, kulakan ilmu dari para pelatih yang keren-keren itu. Ada bu Magda dari Blitar yang luar biasa. Timnya dikarantina selama lebih dari sepekan. Dari coach Yudi, SMKN 4 Malang, saya belajar bagaiman memenej organisasri debater. Dari Coach Edy, SMK Brantas, saya belajar bagaimana survive di tengah keterbatasan. MasyaaAllah. Orang-orang keren.

Kedua, saya ketemu anak-anak hebat. Anak-anak SMKN 1 yang terpilih. Para petarung. Saya tidak sekedar mencari anak pintar. Banyak anak pintar yang kepedean, ogah-ogahan. Diajak latihan banyak alasan: banyak tugas, kerja kelompok, capek. Alasan pertama, bolehlah. Alasan kedua, masih ditoleransi. Alasan ketiga, ya ya ya. Alasan keempat, baiklah. Kick out. Good bye. Mereka punya hak untuk menentukan pilihan kegiatan. Pilihan yang layak dihormati. Jika saya memaksa mereka ikut, kasihan. Nah, pernah terjadi, salah satu anak yang memilih mundur, menghadap saya dua tahun berikutnya. Begini katanya: “Bu, saya menyesal mengapa saya berhenti dulu. Coba saya terus ikut, sekarang saya akan lancar Bahasa Inggris.” Ya, penyesalan memang selalu ada di belakang. Kalau di depan, namanya pendaftaran, bukan?

Ketiga, mengantar anak lomba berarti berkesempatan bertemu dan melihat guru, juri, anak-anak. Memandang dan memperhatikan semua kelebihan mereka membuat saya punya semangat belajar yang segar. Perspektif baru tentang beberapa hal. Pengalaman baru yang memperkaya jiwa. Keluar sejenak dari gedung sekolah dan menyadari bahwa di luar sana banyak peluang berkembang. Pengalaman itu membuat saya berpikir, gak perlu petantang-petenteng di lingkungan SMKN 1. Lingkungan ini kecil. Gedungnya ya segitu. Orang-orangnya ya segitu. Di luar sana, masih banyak orang-orang hebat yang melakukan hal yang lebih hebat, lebih bermakna, dan lebih besemangat.

Keempat, mengantar anak lomba, berarti jalan-jalan menikmati suasana baru. Melihat pemandangan perjalanan, bertemu berbagai sosok manusia, mempunyai banyak waktu untuk merenung dan berpikir.
Itu tentang memaknai pengalaman melatih debat.

Kembali pada menjaga spirit.
Doa adalah sumber semangat. Sungguh diri kita ini tak akan punya daya apa pun kecuali sebab karunia Allah Subhanahu waTa'ala.
Bergaul dengan orang-orang baik adalah sumber semangat lain yang tak kalah penting.
Seorang ibu yang saya kenal, sangat aktif berkegiatan. Menjadi kepala sekolah, mengurusi lima putera-puterinya, mengasuh majelis taklim, dan masih sempat beraktivitas di beberapa tempat bergantian.

"Tidak lelah, Ustadzah? Tidak ingin istirahat sejenak?" Saya bertanya suatu waktu.
Dia tersenyum teduh.
"Nanti saja, istirahantnya di surga."

MasyaaAllah.
Orang-orang seperti beliau yang perlu ditempel erat, supaya aliran semangatnya menular.
Tabarakallah, Ustadzah.

Ibu Guru Umi, menulis adalah jalan bahagia.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.