CIPIKA-CIPIKI
Ini cerita
agak gimana..gitu. Jadi bagi para bujang, dilarang membaca. Kecuali
penasaran...hehe.
Suamiku pemalu. Banget. Beliau tidak terbiasa mengekspresikan
perasaan secara terbuka. Berbeda jauh dengan saya, yang cenderung blak-blakan dan
apa adanya. Bila berpamitan, paling bater hanya cium tangan. Cium kening atau
pipi, hanya bila saya paksa alias ditagih dengan memberlakukan undang-undang
pokok: pokoknya kudu disun! hehehe.
Hasilnya, memang dituruti permintaan itu.Tapi dengan
cepat-cepat, alias kilat khusus. Hehe.
Nah, pekan lalu, saya membaca majalah Ummi. Kebetulan
didalamnya dibahas masalah merawat cinta dalam rumah tangga.
"Ayah, baca deh. Bagus
nih," saya menyodorkan majalah itu.
"Tentang apa?" tanya
mas Budi sambil senyum-senyum.
"Baca aja deehh..,"
jawab saya sambil mengedipkan mata, menggoda stadium satu.
"Pasti ada maunya!"
kata Mas Budi. Saya tertawa, lalu duduk diam mengamati. Hm, beliau
serius membaca. Hingga selesai. Good...good...
"Bagus!" katanya.
"Naaahhh...," saya
bergeser. Duduk dekat-dekat dengannya. Mas Budi menatap saya sambil tersenyum,
senyum waspada, senyum mengantisipasi, senyum siaga satu. Hihi, beliau
kenal betul dengan watakku!
"Bunda punya satu permintaan!
Begini...ssst...sttt...," saya membisikkan petuah sakti berisi ramuan
ajaib. Kudu berhasil, harus tembus!
"Waaaahhh...," Mas
Budi tertawa terkikik.
"Malu!" katanya
lagi.
"Aahh..kan cuma itu. Itu
thok yang aku minta!" saya ngeyel. Ingat saudaraku: ngeyel itu sebagian
dari jihad..
"Ok?" saya kembali
mendesak. Mas Budi tersenyum lucu, antara salah tingkah dan gemas. Ekspresi
begitu adalah salah satu tanda keberhasilan segera datang. Ayo, terus berjuang!
"Ya, Yaahh... Mau
yaa?" saya mengeluarkan jurus terakhir. Mas Budi tertawa, dan saya tahu, itu
tandanya iya! Hore, berhasil, berhasil, berhasil! Alhamdulillah...
Jadilah, esok paginya, ketika mengantarkan ke perhentian
bis ba'da shubuh, saya menagih. Begitu mas Budi turun, saya menaikkan
helm. Menyodorkan pipi.
"Hayyooo!" kata
saya. Mas Budi tertawa sambil mengerutkan hidung. Lalu tengok kanan kiri,
melihat sekeliling. Lalu sekilas...sekilas saja! Hehe, lumayan! Sudah sesuai
harapan!
Begitu juga ketika sore, menjemput pulang. Dan besoknya,
besoknya lagi. Kadang-kadang Mas Budi keukeuh menolak. Beberapa kali tidak
sesuai perjanjian (btw,memangnya sudah deal kah? atau saya saja yang
ge-er merasa sudah ada deal?)
Satu hari, saya ingat hari Senin, kami sama-sama
kesiangan. Biasanya sebelum setengah lima kami sudah keluar rumah. Saat itu
hampir jam lima kurang seperempat kami baru berangkat. Maka jadilah kami
terburu-buru.
Turun dari sepeda motor, entah kenapa Mas Budi tetap
cipika-cipiki, padahal jalanan agak ramai. Mungkin karena terburu-buru, tidak
sempat lagi berpikir tentang malu.
Saat itu melintas seorang ibu
yang menuntun sepeda onthelnya.
"Mas, berenti dulu
ciumnya . Keburu ditinggal bis...Ciumnya nanti saja," katanya santai.
Saya terkejut, lalu menahan tawa.
Hiyya... Si ibu,
sempat-sempatnya komenin orang! kan jadi malu!!
20 Februari
2011
Tidak ada komentar: