CIPIKA-CIPIKI

Minggu, Juli 07, 2013
Ini cerita agak gimana..gitu. Jadi bagi para bujang, dilarang membaca. Kecuali penasaran...hehe.
            Suamiku  pemalu.  Banget. Beliau tidak terbiasa mengekspresikan perasaan secara terbuka. Berbeda jauh dengan saya, yang cenderung blak-blakan dan apa adanya. Bila berpamitan, paling bater hanya cium tangan. Cium kening atau pipi, hanya bila saya paksa alias ditagih dengan memberlakukan undang-undang pokok: pokoknya kudu disun! hehehe.
            Hasilnya, memang dituruti permintaan itu.Tapi dengan cepat-cepat, alias kilat khusus. Hehe.
            Nah, pekan lalu, saya membaca majalah Ummi. Kebetulan didalamnya dibahas masalah merawat cinta dalam rumah tangga.
 "Ayah, baca deh. Bagus nih," saya menyodorkan majalah itu.
 "Tentang apa?" tanya mas Budi sambil senyum-senyum.
 "Baca aja deehh..," jawab saya sambil mengedipkan mata, menggoda stadium satu.
 "Pasti ada maunya!" kata Mas Budi. Saya   tertawa, lalu duduk diam mengamati. Hm, beliau serius membaca. Hingga selesai. Good...good...
 "Bagus!" katanya.
 "Naaahhh...," saya bergeser. Duduk dekat-dekat dengannya. Mas Budi menatap saya sambil tersenyum, senyum waspada, senyum mengantisipasi, senyum siaga satu. Hihi, beliau kenal  betul dengan watakku!

"Bunda punya satu permintaan! Begini...ssst...sttt...," saya membisikkan petuah sakti berisi ramuan ajaib. Kudu berhasil, harus tembus!
 "Waaaahhh...," Mas Budi tertawa terkikik.
 "Malu!" katanya lagi.
 "Aahh..kan cuma itu. Itu thok yang aku minta!" saya ngeyel. Ingat saudaraku: ngeyel itu sebagian dari jihad..
 "Ok?" saya kembali mendesak. Mas Budi tersenyum lucu, antara salah tingkah dan gemas. Ekspresi begitu adalah salah satu tanda keberhasilan segera datang. Ayo, terus berjuang!
 "Ya, Yaahh... Mau yaa?" saya mengeluarkan jurus terakhir. Mas Budi tertawa, dan saya tahu, itu tandanya iya! Hore, berhasil, berhasil, berhasil! Alhamdulillah...
            Jadilah, esok paginya, ketika mengantarkan ke perhentian bis  ba'da shubuh, saya menagih. Begitu mas Budi turun, saya menaikkan helm. Menyodorkan pipi.
 "Hayyooo!" kata saya. Mas Budi tertawa sambil mengerutkan hidung. Lalu tengok kanan kiri, melihat sekeliling. Lalu sekilas...sekilas saja! Hehe, lumayan! Sudah sesuai harapan!
            Begitu juga ketika sore, menjemput pulang. Dan besoknya, besoknya lagi. Kadang-kadang Mas Budi keukeuh menolak. Beberapa kali tidak sesuai perjanjian (btw,memangnya sudah deal kah? atau saya saja yang ge-er  merasa sudah ada deal?)
            Satu hari, saya ingat hari Senin, kami sama-sama kesiangan. Biasanya sebelum setengah lima kami sudah keluar rumah. Saat itu hampir jam lima kurang seperempat kami baru berangkat.  Maka jadilah kami terburu-buru.
            Turun dari sepeda motor, entah kenapa Mas Budi tetap cipika-cipiki, padahal jalanan agak ramai. Mungkin karena terburu-buru, tidak sempat lagi berpikir tentang malu.
 Saat itu melintas seorang ibu yang menuntun sepeda onthelnya.
 "Mas, berenti dulu ciumnya . Keburu ditinggal bis...Ciumnya nanti saja," katanya santai. Saya  terkejut, lalu menahan tawa.
 Hiyya... Si ibu, sempat-sempatnya komenin orang! kan jadi malu!!
20 Februari 2011


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.