SENYUMAN HATI

Minggu, Juli 07, 2013
Suatu pagi, saya hendak mengurus sesuatu yang berhubungan dengan tugas saya sebagai guru. Saya perlu menfoto copy ini itu, mondar-mandir ke sana ke mari. Berkejar-kejaran dengan waktu karena saya ada jam mengajar juga.

Ada satu berkas penting yang luput belum di foto copy. Maka saya bergegas ke luar sekolah, menuju tempat foto copy yang saya tahu hasilnya bagus dan terang. Saya berkendara agak cepat. Di depan sebuah sekolah swasta, ada sepatu hitam tergeletak di tengah jalan. HAnya sebelah saja. Semula saya tak peduli. Tapi berjarak dua puluh meter dari sepatu itu, saya berhenti dan menepi. Saya menoleh lagi ke arah sepatu itu. Sepatu siapakah?

Jalanan di depan tampak biasa. Lalu lalang kendaraan normal saja. Saya belum melihat ada sepeda motor berhenti dan berbalik, sebagaimana biasanya terjadi bila ada barang yang terjatuh. Sepatu itu berukuran cukup besar. Sepertinya pemiliknya anak-anak SMP. Hm, aneh jga. Jika anak SMP, seceroboh apa ia sehingga tidak merasa bahwa sebelah sepatunya hilang?

Saya turun, berlari ke arah sepatu itu. Sebuah mobil tampak melaju dari dua arah. Saya khawatir, sepatu itu akan terlindas.  Sayang sekali bila sepatu itu rusak. Cepat-cepat saya berlari, memungut sepatu itu dan menepi. Saat hendak kembali ke motor, saya melihat ada sebuah becak berbalik arah. Becak itu menyusuri jalan di sebelah kanan. Penumpangnya seorang ibu dan seorang anak. Dari jauh, badannya tampak besar. Nah, benar dugaan saya. Ini sepatu milik anak SMP!

Saya cepat-cepat melajukan motor, mendekati becak itu. Semakin mendekat, semakin tampak bagaimana sosok dua penumpang tersebut. Seorang ibu separuh baya, dan seorang anak laki-laki yang tinggi besar.

Sang Ibu tersenyum dan cepat-cepat turun. Saya pun turun dari motor dan mendekati becak.

"Matur suwun. Saya tidak tahu kalau sepatunya jatuh,"kata sang Ibu dalam bahasa Jawa.

"Injih Bu,sami-sami," jawab saya. Saya hanya melihat Ibu itu sekilas. Pandangan saya lekat pada sang putra. Badannya memang tinggi besar. Tapi dia bercelana pendek! Matanya menyipit, dia menelengkan kepalanya. Memandang saya. Sekian detik, saya juga memandangnya. Saya kenal seragam itu, seragam sebuah SDLB Negeri di belakang rumah.

Barangkali, dilihat dari fisiknya, dia penderita down syndrome. Dia terus memandang saya. Saya juga memandangnya, sambil tersenyum. Bibirnya perlahan  melebar, membentuk lengkung yang indah. Dia tersenyum. Senyum yang terasa menyentuh hati. Saya masih juga memandangnya sambil tersenyum.   Senyum saya berubah alasan: jika semula saya tersenyum karena iba dan kasihan, detik ketika dia membalas senyum saya, semua berubah. Ada ungkapan penghargaan dan persahabatan yang hangat dari senyumnya. Senyum kami adalah dialog hati.

Becak itu berputar. Sang Ibu berkali-kali mengucapkan terima kasih. Tapi saya masih terpaku oleh hangatnya senyum itu. Senyum yang sangat tulus, lugu,  dan indah.

Berkendara menuju sekolah, air mata saya menitik. Allah berikan pelajaran berharga. Walau kita tak sempurna, Allah masih karuniakan kemampuan  kepada manusia untuk menautkan hati dalam persahabatan dan ketulusan. Asal semuanya berasal dari hati. Yang murni.

*momen sekilas, tapi indah...*


JOMBANG, 11 NOVEMBER 2011

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.