DI RUANG GURU
Ruang guru baru ini luas.
Nyaman, karena sepi. Namun posisinya yang di lantai dua membuat sebagian besar
guru enggan bermarkas di sana.
Bayangkan, jika ruang kelas tempat mengajar terpisah cukup jauh, maka
urusan naik-naik ke lantai dua menjadi melelahkan.
Akibatnya, ruangan luas itu sehari-harinya hanya
berisi tiga hingga lima guru. Bahkan kadang saya sendiri saja. Enak sih, kalau lagi ingin mewek, tak ada
yang lihat. Perlu menelepon orang dan mengomelinya panjang lebar, tak perlu
sungkan. Ruang guru sepi itu jadi berkah…Hehehe.
Tapi kasihan para murid. Mereka sering kecele.Mencari
Bapak A diruang guru, tidak ada. Perlu dengan Ibu B, susah. Saya yang sering di
sana akhirnya seperti menjadi resepsionis.
Ini contohnya.
Siswa : Bu, Pak X ada?
Saya : Beliau jarang ke sini,
kok.
Siswa :Lalu, di mana ya Bu?
Wah, meneketehe! Hehehe..
Tapi karena saya baik hati, maka saya jawab juga.
Saya :
Biasanya Beliau di ruang BK. Kalau tidak ada, di ruang data. Atau ruang piket.
Atau ruang ISO. Pokoknya cari aja deh di semua ruangan… (hehehe…ya iyalah!)
Nah,
pagi ini, saya kembali sendiri. Sambil mengunyah-ngunyah coklat, saya meneruska
membaca buku. Seseorang membuka pintu
dan melongokkan kepalanya .
Kepalanya menjulur-julur, sementara
sebagian badannya tertahan di luar pintu. Dilihat-lihat gayanya jadi serupa
angsa.
“Gak ada orang, ya, Bu?”
tanyanya.
“Lha, saya siapa? Bukan
orang?” jawab saya sambil menunjuk hidung sendiri.
“Hehehe..,”dia tertawa
malu-malu. Tangannya menutup pintu,ia beringsut mendekat.
“Pak X gak ada ya Bu?”
“Lha, kelihatannya
bagaimana?”
“Hehehe….”
Weleh. Ketawa mulu.
“Pak X dimana ya, Bu?”
“Waduh, saya kurang tahu.
Coba cari di ruang lain,” kata saya. Saya bayangkan, diri saya sakti
mandraguna. Maka cukup duduk bersila, memejamkan mata, dan seluruh pertanyaan
siswa yang muncul di ruang guru bisa saya jawab.
“Terima kasih, Bu,”
katanya, lalu keluar.
Tenang lagi.
Buku kembali saya tekuni. Nyamannya, ruangan ini, serasa jadi milik saya sendiri. Tiba-tiba,
muncul lagi beberapa siswa putri.
“Assalamu’alaikum, Bu,
gak ada orang, ya?”
Wahai muridku, sakti sekali dikau! Daku yang
menjelma menjadi mahluk halus masih bisa kau lihat!
“Wa’alaikumsalam… Saya
bukan orang, ya?”
“Hehehe… Maaf, Bu,”
katanya. Gayanya mirip dengan yang pertama tadi. Jangan-jangan gaya berikutnya juga sama!
“Ibu Y tidak ada, Bu?”
Lha iya, tho! Apa
kubilang!
“Cari sendiri, deh. Ada
tidak?” saya menggoda.
“Hehehe…. Gak ada, Bu!”
jawabnya.
“Kalau cari saya, ada!”
goda saya lagi.
“Kira-kira dimana ya, Bu?”
Saya membayangkan berdiri
di depan cermin sakti dan bertanya: Wahai cermin sakti, tunjukkan padaku, dimana para guru berada!
Tidak ada komentar: