DI RUANG GURU

Minggu, Juli 07, 2013
Ruang guru baru ini luas. Nyaman, karena sepi. Namun posisinya yang di lantai dua membuat sebagian besar guru enggan bermarkas di sana.  Bayangkan, jika ruang kelas tempat mengajar terpisah cukup jauh, maka urusan naik-naik ke lantai dua menjadi melelahkan.
                Akibatnya, ruangan luas itu sehari-harinya hanya berisi tiga hingga lima guru. Bahkan kadang saya sendiri saja.  Enak sih, kalau lagi ingin mewek, tak ada yang lihat. Perlu menelepon orang dan mengomelinya panjang lebar, tak perlu sungkan. Ruang guru sepi itu jadi berkah…Hehehe.
                Tapi kasihan para murid. Mereka sering kecele.Mencari Bapak A diruang guru, tidak ada. Perlu dengan Ibu B, susah. Saya yang sering di sana akhirnya seperti menjadi resepsionis.
                Ini contohnya.
Siswa                     : Bu, Pak X ada?
Saya                       : Beliau jarang ke sini, kok.
Siswa                     :Lalu, di mana ya Bu?
Wah, meneketehe! Hehehe.. Tapi karena saya baik hati, maka saya jawab juga.
Saya                       : Biasanya Beliau di ruang BK. Kalau tidak ada, di ruang data. Atau ruang piket. Atau ruang ISO. Pokoknya cari aja deh di semua ruangan… (hehehe…ya iyalah!)
                               
Nah, pagi ini, saya kembali sendiri. Sambil mengunyah-ngunyah coklat, saya meneruska membaca buku.  Seseorang membuka pintu dan  melongokkan kepalanya . Kepalanya  menjulur-julur, sementara sebagian badannya tertahan di luar pintu. Dilihat-lihat gayanya   jadi serupa   angsa.
“Gak ada orang, ya, Bu?” tanyanya.
“Lha, saya siapa? Bukan orang?” jawab saya sambil menunjuk hidung sendiri.
“Hehehe..,”dia tertawa malu-malu. Tangannya menutup pintu,ia beringsut mendekat.
“Pak X gak ada ya Bu?”
“Lha, kelihatannya bagaimana?”
“Hehehe….”
Weleh. Ketawa mulu.
“Pak X dimana ya, Bu?”
“Waduh, saya kurang tahu. Coba cari di ruang lain,” kata saya. Saya bayangkan, diri saya sakti mandraguna. Maka cukup duduk bersila, memejamkan mata, dan seluruh pertanyaan siswa yang muncul di ruang guru bisa saya jawab.
“Terima kasih, Bu,” katanya, lalu keluar.
                Tenang  lagi. Buku kembali saya tekuni. Nyamannya, ruangan ini,  serasa jadi milik saya sendiri. Tiba-tiba, muncul lagi beberapa  siswa putri.
“Assalamu’alaikum, Bu, gak ada orang, ya?”
Wahai  muridku, sakti sekali dikau! Daku yang menjelma menjadi mahluk halus masih bisa kau lihat!
“Wa’alaikumsalam… Saya bukan orang,  ya?”
“Hehehe… Maaf, Bu,” katanya. Gayanya mirip dengan yang pertama tadi. Jangan-jangan  gaya berikutnya juga sama!
“Ibu Y tidak ada, Bu?”
Lha iya, tho! Apa kubilang!
“Cari sendiri, deh. Ada tidak?” saya menggoda.
“Hehehe…. Gak ada, Bu!” jawabnya.
“Kalau cari saya, ada!” goda saya lagi.
“Kira-kira dimana ya, Bu?”
Saya membayangkan berdiri di depan cermin sakti dan bertanya: Wahai cermin sakti, tunjukkan padaku,  dimana para guru berada!



Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.