SAYUR TAS
Ini tas hadiah juga |
“Beli tas, ya, di
Rumah Warna,” katanya.
Adik-adiknya, yang
berada di sekeliling kami, ikut-ikut berbicara.
“Aku juga.
Tasku sudah kekecilan.” Itu Zahra.
“Aku mau juga!”
Hafidz turut juga.
“Ooowwww,” jawab
saya. “Rumah Warna? Wow!” Saya berkata begitu sambil berlagak orang pingsan.
“Lha, tasku sudah
jelek. Tas Bunda tuh, banyak!” protes Nabila.
“Iya, ayo kita
hitung tas Bunda!” Zahra berlari ke lemari penyimpanan tas. Saya menelungkupkan
badan, menutup wajah. Ayah Budi tertawa-tawa geli. Sudah lama Ayah mengomentari
koleksi tas saya yang (katanya) banyak itu.
“Naaaa, ini dia!”
Zahra mulai mengeluarkan satu persatu tas itu.
“Tas ini!” Tas warna
coklat kombinasi kuning diangkatnya.
“Itu dikasih orang!”
jawab saya. Nabila, Najma, dan Hafidz duduk manis sambil terkekeh geli.
“Yang ini!” kali ini
tas hijau.
“Itu hadiah murid
Bunda, waktu ulang tahun!” saya menjawab lagi.
Hadiah murid saat ultah |
“Kalau ini?”
Berikutnya adalah tas coklat susu.
“Itu, hadiah dari Teh
Mida, waktu ketemu di Jakarta!” saya kembali menutup wajah, ngeri melihat tas-tas itu digeledahi satu-satu. Waduh, setelah
ini bisa-bisa bakal didemo di toko tas nih!
hadiah Teh Mida |
Oh ya, teh Mida itu
kakak angkatan di kampus dulu. Waktu diklat kepala perpus di Jakarta, beliau
menyambangi saya. Membawakan hadiah tas tersebut.
“Tas biru!!” kali
ini, tas biru tua polos yang diangkat.
“DIkasih Julak Tetet
di Bandung!”
“Yang ini?” tas
hitam, merek yang sama dengan tas hijau itu.
“Itu….beli,” suara
saya tidak selantang tadi. Masih ingat, tas itu adalah korban lapar mata.
Akibat dari mupeng. Hiks.
“Naaaah, simpan
sini,” Zahra meletakkannya terpisah dari tas-tas hadiah tadi.
Selesai? Oh, tentu
belum. Eksekusi masih berlanjut, hadirin!
“Kalau ini?” Zahra mengacungkan tinggi-tinggi tas
biru. Saya suka memakainya dengan seragam korpri. Mecing!
“Beli…hiiy,” saya
menutup wajah lagi.
“Berapa harganya,
hayo?”
Alamak, diam saja deh. Saya terus menutup wajah. Gak
mahal sebenarnya, jika dibanding tas-tas
sejenis. Tapi, tas anak-anak seringkali dicari yang berharga sedang.
Jika mereka membandingkan harga tas saya
dan tas mereka, bisa didemo nih!
“Habiisss!” Zahra selesai membongkar isi satu lemari.
Alhamdulillaaah… Saya lega.
“Eh, Zah, masih ada di lemari satunya!” Najma
berteriak dari sebelah saya.
Waduh, Mbak Jemaaaa! (Najma, punya banyak panggilan.
Jema, Zuma, Joma, suka-suka saja. Saya sendiri, kalau gemas, memanggilnya
Macan, Najma Cantik! Wehehehe…).
Zahra tertawa terbahak-bahak sambil bergeser ke lemari
sebelah. Mulailah ia beraksi.
“Tas oreeeen!” dia mengacungkan tinggi-tinggi tas
oranye menyala dengan tali hitam. Saya suka warnanya. Keren!
“Dikasih julaaaak,” saya ikut berteriak. Was-was
mengingat-ingat, satu tas coklat kesukaan saya. Sepertinya tidak saya simpan di
lemari. Ada di kamar Hafidz. Amaaaan!
“Naaah, kalau ini?” dia mengangkat tas selempang,
coklat yang manis.
“Itu hadiah, tas ayah!” saya girang.
“Itu taskuuuu!” Hafidz berlari, mendekap tas bagus dan
(tampak) mahal itu. Saya suka pakai, sebetulnya. Tasnya simple, ringkas, dan nyaman dipakai.
Aman deh, satu tas diakui Hafidz miliknya. Hihihi.
Berlanjut terus, hingga habis tas kerja di lemari itu. Gak usah disebut semuanya disini.
Bahaya! Wahahaha.
“Yang beli ada tiga!” katanya. Saya senyum-senyum
saja. Yang diabsen tas kerja. Masih ada tas santai, tas kondangan. Kalau tas kondangan ini, asli, saya cuma punya satu! Kondangan
itu, gak penting tasnya. Penting hadir, bawa angpau, lalu makan. Begitu, kan?
“Kalau Bunda punya tas banyak, aku juga mau begitu,” kata
Zahra.
“Setuuujuuuuu!” yang lain bersorak.
Saya meringis. Jika seperti saya, untuk empat anak, bakal
habis berapa?
“Tas segini banyak, kasihkan orang, Bunda. Jangan
dipakai sendiri,” entah siapa, berkata begitu. Dan saya, speechles. Skak mat.
Mati gaya.
Mereka benar. Sangat benar. Dipikir-pikir, punya tas
segitu banyak, buat apa? Kudu insaf ini, gak boleh lagi beli tas. Semoga tidak
tergoda oleh hadiah, semoga tidak lagi khilaf.
“Tas bundamu itu, mungkin mau disayur,”celetuk Ayah.
Boleh juga. Sayur tas. Talinya di iris memanjang,
badan tasnya potong dadu. Rasanya? Tak tahulah. Saya kan belum pernah makan sayur tas.
haaa, unik nih anak2nya bikin mesem2
BalasHapusHehehe. Iya Mba, bikin emaknya nyut2 kepala, takut didemo. Makasih sudah mampir ya Mba.. Salam kenal/
Hapus