LEWAT TENGAH MALAM

Sabtu, Februari 09, 2019

Dika memperhatikan jalan dengan tegang. Detak jam yang berbunyi di ruang tengah terdengar jelas Nah, itu! Sesuatu, eh, seseorang berjalan melintas. Orang itu muncul dari balik pohon jambu yang ada di dekat pagar samping.
Dia menjinjing sesuatu di tangannya. Jalannya pelan, dan ia bernyanyi lirih, dengan nada yang sedih. Yang menakutkan adalah rambut panjangnya hampir menutupi wajah.
“Kamu mimpi, mungkin?” kata Mama ketika Dika menceritakan lewat telepon. Dika menghabiskan liburan di Jombang, menemani Oom dan Tante yang belum dikaruniai putra.
“Coba kamu ceritakan ke Oom Budi tentang itu,” itu saran Mama.
“Ooh, itu Darman. Dia agak kurang waras dan sering jalan-jalan malam. Tidak apa-apa. Dia tidak berbahaya. Jangan takut,” kata Oom Budi santai ketika Dika bertanya.
Aduh, tidak perlu takut bagaimana. Kamar yang ditempati Dika adalah kamar tamu, di sebelah teras depan, menempel pada pagar. Jadi Dika bisa mendengar Darman melintas dengan nyanyian lirihnya. Hiiy!!

Ini malam kelima. Dika bertekad menunggu Darman lewat. Dika ingin menguji nyali. Siapa tahu, rasa takutnya hilang.
Dika duduk dekat jendela kamar. Lampu kamar dan lampu teras dimatikan. Tidak ada bintang di langit. Lampu jalan di depan rumah juga agak redup.
Pukul sebelas, lewatlah hansip yang menjaga kompleks rumah Oom Budi. Motornya melintas pelan. Mereka berdua. Darman tidak muncul juga hingga pukul satu. Sudah lewat tengah malam. Dika menguap. Rasa kantuk mulai datang. Kepala Dika bersandar di kusen jendela.

Tap! Terdengar suara. Dika tergagap. Ia mengintip. Aneh, lampu jalan padam. Ada yang bergerak-gerak dekat pohon jambu. Mungkin itu Darman.
Sosok itu berjalan pelan. Tidak ada suara nyanyian lirih. Yang terdengar malah siulan. Lalu siulan lain, dengan nada berbeda. Dika terlonjak ketika sebuah kepala muncul dari sela-sela pagar rumah Pak Wito, tetangga depan. Dika juga melihat ada yang melompat dari pagar tembok samping rumah itu.
Pencuri! Tiga orang pencuri, atau mungkin lebih, tengah beraksi. Dika gemetar. Ia beranjak menuju kamar Oom Budi. Oh, tidak. Dika baru ingat, Oom Budi sedang keluar kota. Tinggal Tante Mirna, Khansa, dan bi Yati.

Dika berpikir keras. Menelepon siapa? Oom Budi pasti masih tidur. Membangunkan Tante Mirna? Ah, bakal heboh! TAnte Mirna sangat penakut. Alih-alih mendapatkan solusi, yang terjadi malah menambah kepanikan.
Tiba-tiba matanya tertumbuk ke telepon rumah. Ada buku telepon di dekatnya. Dika mencari nama Pak Wito. Ah, ketemu! Lalu apa?
Nekat, ditekannya angka nomor telepon rumah Pak Wito. Nada sambung terdengar. Dika menunggu sambil menahan nafas. Rasa takut menyergap lagi. Dika cepat-cepat menutup telepon kembali.
Keringat dingin menetes di dahinya. Telapak tangan diusap-usapkan di kain celananya. Di dinding dekat meja telepon, ada papan tulis putih menempel. Dika melotot mendapati nomor pos satpam.
Dika mendapat ide. Ia menelepon pos satpam. Dengan berbisik-bisik, ia member tahu mereka apa yang dilihatnya. Tampaknya mereka tidak percaya.
“Bapak silahkan datang diam-diam. Saya akan membuat mereka keluar dari rumah, sehingga para pencuri bisa ditangkap.” Perlu penjelasan berkali-kali hingga satpam itu percaya.

Dika menunggu beberapa saat. Dari balik jendela, ia bisa melihat dua satpam yang tadi berkeliling, berjalan mengendap-endap. Eh, tidak hanya dua. Ada beberapa orang lagi di belakangnya.
Sekarang waktunya! Dika menelepon lagi, kali ini ke rumah Pak Wito. Nada dering keempat, telepon diangkat. Dika menutup mulut dengan telapak tangan dan membesarkan suaranya.
“Aku tahu kalian sedang mencuri di rumahku. KELUAR SEGERA!” Dika membentak dengan suara berat. Tidak sia-sia ikut kegiatan teater di sanggar. Ia bisa mengubah suaranya menjadi berbagai karakter.

Dua menit menit kemudian, Dika kembali menelepon.
“Belum keluar juga? Kuberi waktu dua menit. AWAS !” Kali ini suaranya lebih besar dan berat. Dika kembali ke kamar. Ia mengintip melalui jendela lagi. Satu pencuri melompati pagar besi. Yang satunya melompati tembok samping.
Terdengar ribut-ribut. Teriakan-teriakan memecah keheningan. Para pencuri itu tertangkap. Dika melihat drama itu semua dari kamar. Ia tidak berani keluar.
Dika naik ke tempat tidur. Besok saja cerita ke orang rumah, yang penting sekarang TIDUR!

Ibu Guru Umi: menulis agar bahagia.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.