BERSENANG-SENANGLAH! (MUNAS IV FLP BAG 1)

Jumat, November 10, 2017



MUNAS IV FLP.

Perhelatan besar ini sudah jauh-jauh hari dilingkari. Ditandai, digarisbawahi, dicetak miring. Penting, puwenting buwanget!
Dulu, di Munas III Bali, saya sudah merasakan bagaimana acara empat tahunan ini sanggup memberikan begitu banyak energy positif dalam diri. Bertemu orang-orang hebat, yang meluangkan banyak waktu dalam dunia kepenulisan. Bukan sekedar menulis. Tapi juga membesarkan organisasi.

Ruh. Ruhnya yang menenangkan dan memberikan semangat berbuat. Berkontribusi untuk kebaikan umat.
Saya sudah membayangkan bertemu dengan Kang Abik, Kang Irfan, Teh Imun, Mba Sinta, Mba Hikaru, Mba Wiwik, Mba Intan, Mas Koko Nata, Daeng Gegge, dan lain-lain. Banyak sekali yang ingin saya sebutkan, nama-namanya melompat-lompat di kepala. Mereka semua orang-orang hebat.
Entah kenapa, beberapa hari menjelang keberangkatan hari Jumat, 3 November, saya merasa pekerjaan dan amanah yang harus diselesaikan bertumpuk-tumpuk. Seperti dikejar-kejar schedule sedemikian rupa, hingga sesak. Ah, lebay, yes.

Saya memasang sticky note di komputer kerja. Mulai dari urusan kantor, urusan rumah, urusan amanah lain, terdaftar di dalamnya. Bengong melihat list itu, banyak beud! Saya tahu, sebagian daftar itu sebab kecemasan yang ‘overloaded’. Maunya sebelum berangkat, semua amanah bisa tuntas. Bisa kelar. Sehingga berangkat dalam keadaan plong, dan lega.
Apakah rupa-rupa daftar itu semuanya harus selesai sebelum berangkat? Nggak. Saya sendiri yang bikin keharusan itu. Sok sibuk, bukan?

Kamis, semestinya saya tidak ada jadwal mengajar. Tapi kebetulan ada dua kelas yang saya masuki, menggantikan Bu Ahrisah yang sedang sakit. Yang satu di jam pertama dan kedua, kelas satu lagi setelah istirahat shalat dhuhur. Kelas pertama saya masuki. Mengajar, diskusi, bercerita. Anak-anak antusias jika saya bercerita tentang banyak hal. Untuk motivasi, begitu kata mereka.
Balik dari kelas, saya kembali mantengin komputer. Ratusan buku baru yang datang. Fokus pada novel-novelnya. Anak-anak sudah bertanya-tanya kapan buku-buku itu bisa dipinjam. Memberi label DDC, memasukkan ke buku induk, dan memberi kode digital.
Saya kerjakan yang pertama dan ketiga.
“Saya pusing lihat tumpukan buku ini.” Bu Zumaroh, rekan kerja di perpus, tertawa mendengar kalimat saya.
“Akan lama selesainya, Bu,”katanya.
Betul sekali. Selain buku baru, ada ribuan buku lama yang belum diberi kode digital. Jajaran rak beserta isinya itu kadang membuat bingung. Dan kalau sudah mentok bingungnya, kami tertawa bersama.
Nikmati saja. Tak ada pilihan lain kecuali menjadi bahagia, bukan?

Setiap Kamis dan Jumat, kami kedatangan tamu istimewa. Guru Kimia yang mengajar di dua sekolah. Namanya Bu Nafiah. Beliau harus mengajar di dua sekolah sebab kekurangan jam mengajar.
Saya biasa berdiskusi tentang banyak hal dengannya. Enak diajak bicara, memiliki banyak wawasan dan saran yang bisa memecahkan kebuntuan.
Bahasannya mengenai konflik, misalnya. Beliau menerangkan berdasarkan teori tumbukan. Penjelasan-penjelasannya logis, dan dikaitkan dengan pskologi pihak yang terlibat dalam konflik itu. Mencerahkan, dan membuat saya memiliki perspektif baru mengenai banyak hal.

Nah, Kamis 2 November, saya bercerita bahwa saya akan hadiri acara MUNAS.
“Bagus itu, refreshing dari kerjaan yang gak habis-habis,” katanya. Refreshing? Sangat sepakat dengannya. Saya tertawa mengiyakan.
“Banyak yang perlu diselesaikan sebelum berangkat. Agak puyeng.” Ganti dia yang tertawa mendengar kalimat saya.
Istirahat dhuhur bukan jam santai bagi perpustakaan. Banyak anak-anak datang, mengembalikan buku dan meminjam. Tidak jenak duduk, sebab harus bolak-balik bangkit. Dia geli melihat bagaimana sibuknya saya melayani anak-anak. Saya nyaris tidak sempat makan siang, sebab setelah istirahat ada jam mengajar.
“Sudah packing, ustadzah Umi?”
Bu Nafiah belum bisa melepaskan kebiasaan memanggil saya ustadzah. Putri pertamanya adalah murid saya di SDIT al Ummah, generasi kedua.
“Belum, Bu. Besok berangkat jam tiga pagi, persiapan belum selesai.”
“Ayo segera siapkan!”
“Iya, tunggu nanti. Mau berangkat kok kepikiran pekerjaan.”
“Gak usah pikir pekerjaan. Bersenang-senang saja! Cari semangat baru. Lupakan sekolah sementara waktu!”
Kata-katanya menyengat.
“Begitu?”
“Iya! Refreshing, cari ilmu baru. Masalah disini, biar diurus yang lain,” Bu Nafiah masih berapi-api berkata.

Lagi-lagi, saya tersengat.
Beliau betul. Ini kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan dengan pikiran yang penuh beban pekerjaan.
Jangan bayangkan bersenang-senang dengan konotasi umum: jalan-jalan, nyanyi-nyanyi, atau joget-joget. Bukan itu.
Bersenang-senang adalah mencari semangat baru, menimba pencerahan. Recharge. Menyerap pancaran amal sholih orang-orang baik. Menjadikan mereka cermin bening yang membuat batin ini merasa: sungguh apa yang sudah mereka lakukan luar biasa; sementara diri ini baru melakukan hal kecil saja sudah berkeluh kesah.



Ruh.
Ruhnya yang menentramkan.
Bertemu orang-orang yang bersemangat berkumpul untuk tujuan baik, dengan cara yang baik.. Dari berbagai kalangan. Guru, mahasiswa, ibu rumah tangga, dosen, birokrat, pedagang, pengusaha. Mereka semua berkumpul dalam wadah Forum Lingkar Pena. Bergerak untuk pencerahan melalui menulis. Menghembuskan semangat membaca dan mengkaji. Tulisannya bukan sekedar tulisan. Tulisan yang diamanatkan adalah tulisan yang membimbiing, menuntun, memuliakan kemanusiaan yang memiliki amanah hidup sebagai hamba Tuhan.
Di Forum Lingkar Pena, dakwah adalah panglima.

Ruh menentramkan, suasananya pun menyejukkan. Tak ada kebal-kebul rokok. Tak ada nada amarah dalam perbedaan pendapat. Tak ada umpatan dan kata-kata kasar melompat ketika tak sepakat.
Panitianya keren. Ditengah segala keterbatasan, keramahan dan kehangatan selalu ditampakkan. Mereka tak kenal lelah meladeni kecerewetan para peserta yang datang dari berbagai latar belakang budaya ini. Hingar bingar dengan aneka sikap dan perilaku, benar-benar disikapi dengan kerifan dan kesabaran.

Acara sangat padat. Sidang-sidang komisi berlangsung dari tengah malam hingga pagi hari. Yang terlama adalah komisi A. Baru tuntas pukul setengah tujuh pagi. Saya masuk dalam komisi A, namun tumbang. Pukul empat pagi, saya tidur lelap di kamar hingga pukul enam. Jam delapan pagi, kembali memimpin sidang pleno. Benar-benar lelah, namun bahagia.

Saya kembali ke Jombang dengan wajah riang. Semangat baru yang terang, dan hati yang lapang.

Mission completed!

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.