DORAEMON DAN NOBITA (MUNAS IV FLP BAG 2)

Jumat, November 10, 2017
Namanya Vita. Akhwat energik ini dari Lumajang, seorang guru TK yang menfokuskan kurikulumnya pada hafalan Quran.
Teman-teman dari Jawa Timur kebanyakan naik kereta api, beramai-ramai. Saya tidak bisa bergabung, sebab masalah waktu. Jika naik kereta, itu artinya izin lebih dari satu hari. Sementara rencana awal, hanya izin kerja Jumat, Senin sudah masuk kembali. Jadi ketika gegap gempita pembahasan keberangkatan kontingen di group terjadi, saya hanya jadi silent reader saja. Mengamati thok.
Saya sudah pesan tiket bersama Sylvi, untuk pulang pergi. Sudah ayem, dan tenang. Beberapa hari menjelang detlen penentuan moda transportasi kontingen Jawa Timur, Vita wa saya. Chat panjang lebar, bla bla bla itu mengerucut pada keputusan berangkat bareng.

Vita : “Bu Umi, kabari nggeh naik pesawat apa. Atau mungkin Bu Umi pesankan tiket untuk saya juga nanti saya transfer uangnya.”
Saya :”Okeh. InsyaaAllah.”
Vita : “ Kok jadi ngerepotin maunya ya? Soalnya jujur, ini pertama kali saya naik pesawat jadi saya bingung harus gimana? Biasanya mbolang pakai kereta atau bis. Ndeso saya…”
Saya : “Heuheu.. Hayu sama saya. Awal naik pesawat saya juga gitu, kok. Malah berangkat sendiri, suami gak mau antar, biar berani katanya.”
Vita : “ Hahhah. Maafkan saya yang ndeso, Bu Umi…”
Baik, mari ndeso berjamaah.

Jadilah, saya bersama Syilvi (yang juga pertama naik pesawat) menuju bandara pukul tiga pagi. Rencana awal mau bawa supir, tapi Mas Budi memutuskan menyupiri sendiri.
Di bandara, mereka berdua ngintil saya.
“Pokoknya kita ikutin Bunda, terserah mau dibawa ke mana,” kata Syilvi. Alhamdulillah, watak jail saya sedang tidur. Jadi mereka tidak perlu merana saya kerjain.



Masuk ruang tunggu, saya tawari mereka berfoto bersama. Vita agak ogah-ogahan.
“Nanti kaya Doraemon dan Nobita,” katanya.
Piye kamsude?? Kalau dipotret dia menjelma jadi Doraemon? Lalu makbedunduk Syilvi jadi Nobita yang air matanya banjir kemana-mana itu?
Syilvi ngakak.
“Apaan?” Saya gak paham.
“Saya Nobita, dia Doraemon. Badan dia besar,” kata Siylvi. Oh, begitu. Betapa kudetnya saya, yes. Terlalu.
“Masa sih, kaya Doraemon sama Nobita?”

Vita tersenyum, sepertinya. Tebakan saja sih. Dia kan pakai cadar. Dari matanya kelihatan tersenyum. Beneran? Gak pasti juga, dan saya gak mau capek-capek memastikan. Kan gak mungkin saya sibak cadarnya pas dia beraksi atas candaan saya.
Beberapa kesempatan, mereka berpose berdua. Saya mengambil gambar mereka ketika berjalan. Coba ditilik, benarkah seperti Doraemon dan Nobita? Apa? Beneran? Ish, ish, ojo banter-banter!
Di dalam pesawat, Vita meminta dudk dekat jendela. Siylvi meminta duduk dekat lorong. Baiklah, saya di tengah, diapit Doraemon dan Nobita. Eh.

Pesawat mulai masuk landasan. Bersiap-siap hendak terbang. Saya mengantuk. Berkali-kali menguap. Gesture mereka berdua tampak tegang. Saya bersedekap. Memejamkan mata. Dengung mesin pesawat semakin kencang.
“Awas, siap-siap mau take off,” saya sengaja berkata dengan intonasi khusus. Memberi kesan sedikit ‘horor’. Saya lirik Syilvi, tangannya memegang erat-erat lengan kursi. Eh, berhasil. Wehehehe.

Di pesawat saya banyak tidur. Ngantuk tak tertahankan. Menjelang mendarat, saya terbangun. Pesawat terasa menukik, juga agak ‘anjlok’. Seolah-olah hendak jatuh. Pendaratan tidak terlalu mulus. Roda menyentuh landasan dengan keras, membuat kursi bergetar.
Sylivi memegang sandaran kursi depan erat-erat. Mungkin kaget.
“Pilot juga kaya supir angkot; ada yang halus ada yang kasar. Yang ini rada kusruh,” kata saya.

“Ayo. Foto disana,” saya menunjuk papan ucapan selamat datang.
“Itu bahasa apa?” Syilvi menunjuk tulisan ‘wilujeng sumping’.
“Bahasa Sunda, artinya selamat datang.”
“Saya kira bahasa Jerman,” katanya malu-malu. Wahahaha. Kalau begini, dia selugu Nobita. Wihihihi.
“Foto berdua?”
Vita tidak menjawab. Ia berjalan mendahului.
“Gak mau, takut seperti Doraemon dan Nobita,” bisik Siylvi.

Mirip DOraemon beneran? Menurut petugas boarding sih tidak. Begini percakapan antara petugas boarding dan Vita saat kami pulang.
Petugas : “Maaf, Mba. Apakah dalam keadaan hamil?”
Vita : “Nggak.”
Saya dan Syilvi nahan ketawa di belakang.
Mbak, yang udah nikah kami berdua. Dia masih single!

Catatan:
Ini foto mereka berdua di Bandung. saya paksa untuk berpose, supaya ada kenang-kenangan dengan tulisan BANDUNG di belakangnya.




Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.