WHAT IS IN A NAME?

Sabtu, Maret 24, 2018


“Ousama…”
Yang dipanggil mengacung.
“Apa arti namamu?”
Dia nyengir saja, geleng-geleng.

“Usamah. Ada yang tahu nama itu?”
“Ousama bin Laden!” Seseorang nyeletuk. Yang lain tertawa. Tidak salah juga, hehehe.
“Ousama itu nama sahabat Rasulullah, Usamah bin Zaid bin Haritsah. Seorang shahabat yang menjadi panglima, memimpin ekspedisi peperangan, pada usia yang sangat belia. Ada yang bilang usianya 17 tahun, ada juga 19 tahun. Bersamanya ada shahabat senior, Umar Bin Khattab, yang taat kepadanya.” Ada yang berdecak. Prestasi ini memang sangat spektakuler, menurut saya. Memimipin perang adalah urusan besar. Ada beragam kecakapan yang terangkum di dalamnya. Hanya orang-orang keren, tangguh, dan cerdas yang sanggup memikul amanah berat ini.
Urusan mengabsen, bisa jadi dongeng singkat. Memaksimalkan pertemuan untuk menyuntik semangat dan nilai kepahlawanan, daripada sekedar aktivitas memanggil satu persatu.

Berturut-turut nama lain yang saya panggil, saya tanya arti namanya. Yang mengejutkan, sebagian besar tidak tahu.
“Tidak diberi tahu orang tua?”
“Tidak, Bu,” ada yang menjawab.
“Tidak bertanya?”
Mereka senyum sambil geleng-geleng.
“Tanya, dong. Tanyakan arti nama, dan mengapa diberi nama itu. Kalian akan tahu harapan orang tua terhadap diri kalian melalui nama itu. Nama itu doa.”

Ada siswa yang bernama bagus, dari Bahasa Arab. Konon menurut informasi, dia usil dan menyebalkan. “Kalau tahu arti nama, kita akan kati-hati bersikap. Malu jika karakter tidak sesuai dengan nama dan harapan orang tua. Potong kambing saja, ganti deh!” Anak-anak tertawa.

Bicara tentang nama, saya ingat pengalaman kuliah dahulu.
Saat praktik lapangan, ada seorang rekan yang bingung dengan panggilan namanya.
“Saya bilang bagaimana ke anak-anak?” tanyanya pada kami. Nama depannya Eek. Pertama perkenalan, teman-teman saya tertawa.
“Kenapa sih diberi nama begitu?” Seorang teman iseng bertanya.
“Kurang tahu, euy, naha Bapak kasih mana begitu. Sebenarnya saya malu,” katanya dengan mimik lugu. Aduh,kasihan.
“Nama depannya disingkat saja. Langsung nama belakang, panggilannya juga nama belakang,” usul salah satu dari kami.
Saya lupa nama belakangnya. Nama depannya yang unik itu saja yang melekat hingga kini.
Pemberian nama itu menjadi pembelajaran tersendiri.

**
Tiga putri saya, bernama belakang yang sama. Izzatul Haq. Nabila Izzatul Haq, Najma Izzatu Haq, dan Zahra Izzatul Haq. Kecuali Hafidz, Ahmad Hafidz Abdurrahman. Hafidz, berarti penjaga. Kai berharap dia menjadi sosok penjaga yang tangguh, dalam makna luas. Penjaga Al Quran, penjaga kebenaran, penjaga dakwah, penjaga kakak-kakaknya. ALlahumma aamiin.

Izzatul Haq, bermakna hamper sama. Nabila, kecerdasannya menjadi kecerdasan yang berarti bagi kemuliaan agama. Najma, menjadi bintangnya kemuliaan agama. Dan Zahra, menjadi bunganya kemuliaan agama. Kami berharap hidup mereka tidak jauh dari dakwah, berjuang di jalan agama, dekat dengan orang-orang baik, sholih dan mensholihkan.

Diskusi seputar arti nama sering kami lakukan. Berkali-kali mereka menanyakan makna namanya, dan berkali-kali juga kami menjelaskan dengan pemaknaan yang meluas. Semakin bertambah usia, semakin dalam pembahasan.
Dengan Nabila, pembahasan sampai pada hal-hal teknis. Pada bagaimana mewujudkan semangat beragama dan berdakwahnya. Tentang pentingnya melingkar, memiliki komunitas dakwah dengan teman-teman sebayanya. Apa yang harus dilakukannya di kampus nanti saat kuliah. Sebagai orang tua, kami bertugas memberikan track, mengarahkannya pada garis yang tepat.

Anak-anak adalah asset dunia akhirat. Teman seperjuangan meraih syurga. Saya, yang hidup lebih dulu dari mereka, punya banyak kekurangan dan kesalahan. Tentu saya berharap mereka tidak perlu melalui jalan yang salah sebagaimana saya. Berharap mereka istiqomah dalam ibadah, dakwah, dan beramal sholih melebihi kami.


MEMBEKAS

Diluar dugaan, diskusi seputar nama memunculkan kisah lain yang, bagi saya, touching,
Zahra ikut kelas menulis. Pembimbingnya adalah Kak Sylviy, ketua Forum Lingkar Pena Jombang. Kelas menulis dilakukan sepulang sekolah hingga pukul lima sore.

Suatu waktu, materi kelas menulis adalah free writing. Kak Sylvi meminta peserta memikirkan nama masing-masing dan menuliskan 3 kata yang muncul dari nama itu.
Zahra menulis tiga kata:
Bunda
Ayah
Sayang

Tulisan lengkapnya menjadi begini:
Nama saya Zahra Izzatul Haq. Saya lahir tahun 2007.Nama Zahra Izzatul Haq diberikan oleh Ayah dan Bundaku tersayang. Bunda dan Ayah memberi nama itu dengan harapan aku menjadi anak perempuan yang senantiasa membela kebenaran. Aku menyayangi mereka. Rasa sayangku pada mereka sebesar rasa sayangku pada mereka.



Semoga Allah menjaga mereka dimana pun berada. Allahumma aamiin.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.