TEMAN YANG DISESALI

Sabtu, Maret 24, 2018


“Ada seorang Ibu di kantor, yang kelihatan tidak suka dengan saya. Mungkin karena penampilan saya,” cerita seorang adik binaan. Dia menempati kantor barunya, dan beberapa bulan kedepan akan menikah.
“Kalau sama saya, dia sinis. Gak enak,” tambahnya. Dia curhat melalui WA.
“Bunda, ibu itu, mulai agak ramah. Saya pakai cara Rasulullah dalam mendengarkan lawan bicara. Seluruh tubuh menghadap beliau, dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Beliau tampak senang dengan itu. Alhamdulillah, sekarang kami akrab,” katanya lain waktu.
Saya mengagumi semangat berdakwahnya, dan angkat topi pada usahanya mengikuti cara Rasulullah saw dalam berkomunikasi.
Kali lain, dia menceritakan hal lain lagi. Energinya menjadi cermin indah. Dia teman berharga.

**

“Saya sumpek kalau ke ruang itu. Bicaranya keras-keras, yang dijadikan bahan pembicaraan masalah aneh-aneh. Gossip ini, isu itu. Apa saja jadi bahan gossip. Mbok bicara yang baik saja,” keluh seseorang pada saya. Ia bercerita kebiasaan salah satu ruang di tempat kerjanya.
Ah, gossip memang seru. Kejadian di utara, sampai ke selatan secepat kilat. Guru A begini, akan sampai menjadi begini dan begitu, plus beginu. Ditambah begiti. Jadilah guru A bertambah labelnya sesuai angin gossip yang bertiup.

Kesempatan lain, seorang teman (perempuan) didatangi rekannya (laki-laki) dari lembaga lain. Mereka berdua kerap dijodohkan. Saat digoda, si lelaki melingkarkan tangannya ke bahu teman perempuan saya itu.
“Kami bersahabat,” katanya pada saya.
“Posisi Ibu sedang tidak baik, rawan prasangka (rumah tangganya sedang dalam kemelut besar, red),” saya mengajaknya melihat dari sudut pandang lain.

Dengan situasi yang (sudah) bermasalah demikian, kedekatannya dengan laki-laki akan menjadi sasaran empuk gossip baru.
“Fakta bahwa tangan bapak itu melingkar ke bahu Ibu, bisa diceritakan dengan gaya bercanda. Tapi ingat, gaya bercanda pun akan menjadi bumbu baru dalam gossip tentang Ibu. Minimalkan peluang isu-isu itu dengan mengurangi interaksi berlebihan dengan laki-laki. Ibu menganggap saudara, tapi dia bukan mahram Ibu, kan? Orang bisa saja menduga-duga yang lebih, dan itu wajar.”
Dia bisa menerima.

Kali lain, saya sedang kecewa pada seseorang. Dengan nada geram, saya ungkapkan kekecewaan itu padanya.
Dia menunjuk kursi sebelahnya, meminta saya duduk.
“Marah pada Fulan? Begini, lho, Bu… Sebenarnya Fulan itu, bla, bla, bla….,” beliau menyampaikan apa yang diketahuinya, dan apa analisanya mengenai situasi yang saya hadapi.
“Maaf, bukan saya kok menggurui panjenengan,” katanya. Berhari-hari saya pikirkan kalimat-kalimatnya. Saya berterima kasih, beliau meredam kemarahan dengan cara yang bijaksana. Membuat saya memahami situasi sulit yang Fulan hadapi.

PENGARUH TEMAN
Rasulullah saw memberikan tips dalam mencarikan rumah untuk keluarga, salah satunya adalah lihatlah tetangga sekeliling. Jika buruk tetangga, jangan berumah di situ.
Tetangga adalah teman terdekat keluarga. Baik agama tetangga, baik pengaruh yang ditampakkan. Buruk agama tetangga, buruk pula perangai yang disebarkannya.

“Tetangga-tetangga suka sekali putar musik keras-keras. Tiap rumah punya salon besar, dan pagi hari mereka bersaing menyetel lagu dengan volume tinggi. Rasanya seperti di pasar malam saja!” keluh teman yang baru menikah dan pindah ke rumah suami. Well, itu hidup yang meriah. Dia punya agenda sosial yang menantang.
“Anak-anak di sini suka berkata-kata kasar. Saya khawatir dengan anak saya kelak,” imbuhnya. Saya sepakat dengan kekhawatirannya. Menyiapkan lingkungan terbaik bagi anak adalah salah satu ikhtiar orang tua dalam mendidik anak. Sebab lingkungan berpengaruh besar.

POINNYA ADALAH
Pada rekayasa lingkungan, untuk menciptakan stimulus positif pada karakter kita. Kisah pertama mengenai keberhasilan teman dalam mengubah ketidaksukaan menjadi persahabatan. Kisah kedua, mengenai timbal balik nasihat dalam pertemanan saya dengan seorang rekan. Kisah ketiga, bagaimana tetangga memainkan peranan penting dalam menciptakan karakter lingkungan.

Semua berawal dari kesepakatan model pertemanan.
Pertemanan model apakah yang dikehendaki?

Pertanyaan spesifiknya bisa dikerucutkan dengan: jenis teman yang bagaimanakah kita?

Saya akan pinjam materi parenting siang tadi untuk jenis teman. Rasanya pas juga.
Pertama ‘aduwwun, alias musuh. Teman yang memusuhi, dan menjadi musuh, itu bikin sesak dan bete, kalau diladeni atau diikuti gaya bermusuhannya. Dengan alasan apapun, entah dengki, iri, atau sebab-sebab yang lebih gagah dan dalam, misalnya ideologi. Teman model begini bagus untuk mengokohkan dan meneguhkan keyakinan. Anggap sparring partner.

Kedua, fitnatun, alias fitnah, cobaan. Teman yang cukup dekat, tapi merepotkan. Memberikan masalah terus menerus, dan sumber persoalan. Teman model begini mengasah keikhlasan kita dalam membantu. Cobaan tidak melulu hal yang menyusahkan. Bagian menyenangkan juga masuk dalam cobaan.

Ketiga, zinatul hayah, alias hiasan kehidupan. Teman menjadi rekan bersenang-senang, kompak, dan asyik untuk kongkow.

Keempat, qurrata ‘ayun, penyejuk jiwa. Ini tingkatan tertinggi, sebab hanya keimanan saja yang dapat menyejukkan jiwa. Jadi teman yang berfungsi sebagai qurrata’ayun akan menambah ketaqwaan, memperbaiki kesalahan, mengingatkan kekeliruan, dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah SWT, Rasulullah saw, dan Al Quran. Nasihat, contoh, dan nuansa pertemananan tak jauh dari iman dan islam. Inilah sebaik-baik pertemanan.

Kembali kepada pertanyaan dasar tadi: teman jenis apakah kita?

Dari ‘Ali r.a, dia berkata,”Ibnu ‘Abbas r.a berkata,’Jasad Umar bin Khottob dibaringkan di atas tempat tidurnya, kemudian orang mengerumuninya, mereka mendoakan, meuji dan mensholatkan sebelum diangkat (ke kuburnya) dan aku berada di antara mereka ‘ Kemudian dia melanjutkan: ‘Tidak ada yang menarik perhatianku, kecuali kepada seorang laki-laki yang menarik pundakku dari belakang, maka aku pun menoleh ke arahnya, ternyata dia adalah ‘Ali yang turut berdukacita atas meninggalnya Umar.’ KEmudian dia berkata: ‘Tidak ada orang yang lebih aku sukai ketika berjumpa dengan Allah dengan amal perbuatan daripada engkau, mudah-mudahan Allah menempatkanmu bersama dua orang shabatmu.’ Dalam hal ini aku sering mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Saya datang bersama Abu Bakar dan Umar. Aku masuk surge bersama Abu Bakar dan Umar. Dan aku pun keluar bersama Abu Bakar dan Umar. Sungguh aku berharap semoga Allah mempertemukanku dengan mereka.’” (HR Muslim 4402).

Perhatikan, bagaimana jenis persahabatan antara Rasulullah saw, bersama Abu Bakar r.a, dan Umar r.a . Dan bagaimana ‘Ali r.a memiliki kenangan baik dan mulia dengan Umar, juga Abu Bakar. Kemuliaan kenangan itu merupakan kumpulan jejak-jejak kebaikan dan keutamaan selama hidup.

Kita bisa berdalih, itu kan shahabat. Yang imannya jauh lebih tinggi daripada kita.
Jawabannya sederhana, mereka manusia juga seperti kita, bukan malaikat. Maka kita pun bisa melakukan hal sama, walau mungkin dengan kadar yang berbeda. Hidup Rasulullah saw dan para shahabatnya adalah potret nyata yang layak menjadi sumber inspirasi. Juga layak ditiru.

Jangan sampai kita menjadi teman yang disesali, yang digambarkan dalam surat Al Furqan (25) ayat 28-29:
Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al Quran) ketika (Al Quran) telah datang padaku. Dan setan itu memang pengkhianat manusia..”

Na’udzubillahi min dzalik.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.