SO, HOW?

Rabu, Maret 23, 2016
Ada kalanya, penyelesaian masalah adalah dengan membiarkan.

 Satu dua kali berhadapan dengan model begini.

Sebagai orang koleris kuat, saya punya gambaran detil bagaimana sesuatu dilakukan. Dan punya keinginan kuat mengajak orang melakukan dengan cara itu. Agak memaksa, begitu. Menyebalkan, bukan?

Pernah berhadapan dengan rekan yang tidak sepakat dengan keputusan yang saya ambil. Mungkin ia enggan menyampaikan secara langsung. Ditambah dengan akumulasi kecewa yang gagal saya antisipasi, ia mulai menunjukkan sikap memusuhi.

Saya mengajaknya bicara berdua. Menanyakan harapannya. Ia tidak menyampaikan secara gamblang. Saya, yang sudah kadung jengkel karena sepak terjangnya, memberinya peringatan secara halus agar merubah caranya menyelesaikan masalah.

Ternyata itu tidak membuahkan hasil yang baik dan tepat. Diam-diam, kebenciannya membesar. Saya lagi-lagi gagal menyikapi dengan bijaksana.

Kali lain, berhadapan lagi dengan tipikal yang mirip. Namun jauh lebih parah.

Yang kedua ini sama sekali tidak bisa diajak bicara.
Ia dikenal kuat  ngambek selama  berbulan-bulan. Maksudnya, jika dia jengkel atau marah pada seseorang, ia saggup menunjukkan sikap bermusuhan dalam waktu lama. Berbulan-bulan, konon begitu. Dan sulitnya, ia tidak mengungkapkan apakah hal yang membuatnya marah. Sehingga yang dimusuhi bingung dan serba salah.

Tidak saya duga itu terjadi pada saya. Semula saya kelabakan. Belum pernah saya menghadapi yang begini. Saya serupa monster baginya. Jika saya masuk ruang, dia keluar. Jika diajak bicara, responnya ketus. Jawab pendek-pendek.
Tidak sedikitpun ia sampaikan apa penyebab kemarahannya. Diajak bicara tidak mau, menghindar dan bahkan kabur dari ruangan. Namun meledak-ledak dan marah-marah di belakang.
Tidak hanya saya yang bingung dengan kemauannya. Orang-orang sekitarnya juga tidak faham. Satu dua menyarankannya untuk bicara dengan saya, namun ia menolak keras.

Satu kesempatan, saya ceritakan pengalaman saya itu  dengan  seorang psikolog.

Beliau tersenyum, lalu katanya," Menghadapi orang yang cara berpikirnya tidak normal, jangan dengan cara normal. Bagi orang yang normal, bermusuhan dalam waktu lama dan berlarut-larut itu tidak nyaman. Kita akan mudah mengajak orang normal  bicara, karena punya keinginan menyelesaikan. Tapi tidak bagi orang seperti dia. "

"Menghadapi situasi itu, kita harus keluar dari ring. Jangan larut dalam permainannya. Dia sakit, jika meladeni kehendaknya, itu akan memperparah sakitnya," sarannya.

" Hindari kontak fisik, karena ia akan menolak. Senjata terbaik adalah doa.  Minta pertolongan  pada Allah Yang Maha Tahu."

So, how?
Pernah menghadapi masalah sama? Bagaimana caramu menghadapinya?

Share yuk.


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.