KOK BOLEH IKUT?

Rabu, Oktober 27, 2010
 12 Agustus 2009 jam 7:57 

Pagi tadi, dapat tugas menunggui anak-anak SMP gerak jalan. Berjanji dengan teman-teman guru untuk berkumpul di alun-alun sebelah selatan. Kami menggelar tikar dan menata konsumsi untuk anak-anak. 
 Sebelum ke alun-alun, saya ajak Najma dan Zahra untuk menonton gerak jalan di depan sebuah apotik. 

Kami duduk di pinggir trotoar. Najma dan Zahra menonton sambil mengunyah-ngunyah biskuitnya. 
 Ada barisan sebuah SMA swasta. BArisannya lumayan rapi. Ada barisan SMP swasta juga. Acak adut. Berantakan. Anak-anaknya pringisan. Tidak serius.
Ada barisan saka wana bakti, putri. Wah, wajahnya dicoreng-moreng. Sangar juga. Dan tampak gagah. 

 "Kenapa wajahnya digitukan?" tanya Najma. 
"Dicoret-coret, mungkin biar beda...," kata saya. Agak asal, sih. 

 Lalu barisan ibu-ibu. Hihi, lucu! Yang depan gagah, yang belakang seperti terbirit-birit mengikuti. Hm, acung jempol! Walau sudah tua, semangatnya tetap muda. 

 Ada satu barisan yang mencuri hati kami. Barisan bapak-bapak. Dari topi hingga sepatu semuanya seragam. Tingginya juga rata. Jalannya santai, namun kompak. Full smile. 

"wah, bagus tuh, Mbak!" kata saya pada Najma dan Zahra.
"Kenapa bagus?" tanya Najma.
"Barisannya rapi, tertib. Seragamnya juga bagus," Najma manggut-manggut. Sedang Zahra tampak tak peduli. Dia sibuk sekali dengan coklatnya. 

 Ada juga barisan seperti preman. Bajunya asal. Yang baris sibuk dengan ponsel. Seperti sibuk sms-an.
Sementara yang lainnya mengobrol dengan santai. 

 "Lihat, mbak. Yang paling depan tinggi-tinggi!" saya menunjuk pada satu barisan yang lewat. Najma memperhatikan. 
"Kenapa yang tinggi di depan?" Njma balik tanya.
"Supaya rapi," jawab saya. Hah, asal lagi. Dalam hati saya bertanya-tanya juga, kenapa yang tinggi harus di depan, ya? Di belakang kan boleh? Lha, jadi bingung. Sering kali, ketika anak-anak mengajukan pertanyaan, tiba-tiba saya diserang penyakit linglung. Atau lola.. hehe.. 

 Tiba-tiba, saya mendengar Zahra bertanya, "Yang itu kenapa ikut?" 
Saya berusaha mengikuti arah tangannya.
"Yang mana?" Saya masih tolah-toleh tidak mengerti.
"Yang itu... Yang depan!" tangan Zahra menunjuk ke arah barisan yang tengah berbelok ke arah kami.
"Kenapa?" saya masih belum faham.
"Yang itu, yang gendut... kok boleh ikut? Itu... yang gendut ituuuu," tangan Zahra kembali menunjuk. 

Peserta yang depan, kurus-kurus dan menjulang. Kecuali yang tengah, lebar dan besar. Tampak menyolok dengan 'kebesarannya'.
"Kenapa yang gendut boleh ikut?" Zahra masih bertanya.
"Ya... gak pa-pa. Biar pun gendut boleh ikut.." kata saya lagi. Lagi-lagi asaaalll... Sebab saya (lagi-lagi) bingung!

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.