ALI BIN ABI THALIB: MENGIKAT ILMU

Jumat, Maret 08, 2019
Hari kedua kemarin, 5 Maret 2019, , materi belajar adalah seputar model pembelajaran dan pengajaran. DI Malaysia disingkat pdp, pengajaran dan pembelajaran. Di Indonesia disebut KBM, atau kegiatan belajar mengajar. Nama dosennya adalah Profesor Emeritus Dato Isahak Haron. Beliau sempat bercerita bahwa salah satu dosen beliau di Chicago University, adalah Bloom. Selama ini saya mengenal nama Bloom dengan taksonominya. Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom banyak dibahas dari diklat ke diklat. Bapak Dato Isahak Haron beruntung bisa belajar langsung dari sumbernya.
Sebelum kesana kemari, kesana kesini, saya mau curhat dulu. Bukan curhat sih, tapi sampaikan opini, uneg-uneg sedikit. Pemirsa mohon dengarkan dengan sabar, ya. Begini, teman-teman. Dua hari belajar bersama profesor, saya merasakan perbedaan cara belajar. Bayangan saya, profesor itu ilmunya luas, dalam, dan komprehensif. Penjelasannya akan ndakik, tinggi dan ilmiah sangat. Ternyata oh ternyata... Sungguh jauh dari bayangan. Kami disuguhi teori dengan penjelasan sederhana, contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, alur berpikir yang mudah dipahami. Jadi ingat sebuah quote: orang pandai dan bijaksana akan dapat menjelaskan hal rumit dengan cara sederhana.
Quote siapa itu? Tak tahulah , awak tak perlu tanye jauh lagi, saye tak paham.


Beberapa kali kami disuguhi gambar, atau diberi pertanyaan. Misal nih, diberi gambar ini.
Lalu, beliau bertanya,” What does the picture tell you about? At least, respond in one sentence.”
Sibuklah saya dan teman-teman. Memelototi gambar. Mencaricari rasionalisasi atas gambar itu. Lalu mulailah meluncur jawaban-jawaban. Panjang kali lebar. Ideide dielaborasi, ditambahi, dilengkapi. Lalu, dibagian akhir, Beliau menyampaikan, inilah salah satu contoh cara memancing stimulus peserta didik agar mereka memahami apakah topik yang akan dipelajari. Dengan cara demikian, proses berpikir peserta didik akan terkondisi secara sistematis dan runut pada konsep yang hendak dibahas.


Poin yang Beliau paparkan di slide adalah The Cone of Learning, terjemahan bebas Piramida Belajar. Bagaimana proses belajar akan berimbas kepada kualitas hasil belajar. Berapa prosen hasil belajar akan terserap dari berbagai proses belajar setelah 2 minggu.
Proses paling rendah adalah reading, membaca. Lewat proses membaca, kita hanya bisa mengingat 10% saja. Sedikit ya? Jadi kalau saya membaca 100 halaman, maka setelah 2 pekan, hanya 10 halaman saja yang bisa saya ingat. Sisa 90 halaman lainnya, amblas. Sederhananya begitu.
Hiks. Disini saya merasa sedih. Berkaca pada jumlah halaman yang dibaca pelajar Indonesia. Berdasar survey, pelajar Indonesia hanya membaca 27 halaman dalam setahun. Setahun! 365 hari! Lha dari 27 halaman tersebut, berapa bagian yang mereka ingat? Pantas jika level berpikir tinggi susah digapai, sebab proses paling rendah saja belum menjadi kebiasaan, apalagi budaya. Wait, sudah berapa buku saya baca pekan ini? Kabur, ah.
Level kedua adalah mendengar. Dari mendengar, setelah dua pekan, yang diingat adalah 20% saja. Jadi panjang lebar saya menjelaskan di kelas, dan mereka mengangguk-angguk mengerti, setelah dua pekan, tersisa hanya 20%. Jika mereka tak paham? Huaaa.
Berikutnya adalah seeing, melihat. Bagian ini menyisakan ingatan sebanyak 30%. Melihat orang tua tilawah al Quran, melihat guru membuang sampah dan peduli dengan sampah, melihat guru bersikap santun dan mengucapkan katakata baik, melihat ayah shalat lima waktu di masjid . Apa yang mereka lihat jauh lebih berbekas daripada apa yang dinasihatkan oleh guru atau orang tua. Mari muhasabah, apakah orangtua dan guru sudah menunjukkan perilaku yang sejalan dengan apa yang dinasihatkan? Tahap ini menghasilkan ingatan yang jauh lebih baik: 50%!
Diatasnya lagi, ada tahapan ‘say’, menyatakan, mengungkapkan. Ingatan dari proses ini mencapai 70%. Berdiskusi, memberi ruang bagi anakanak atau anak didik kita untuk bicara. Menyampaikan pendapat dan pemikiran mereka. Presentasi, bercerita, berbagi. Ajarkan mereka menyusun argumen atau pendapat dengan cara sederhana: menjawab pertanyaan why, who, what, when, where, dan how.
Terakhir, proses ini dipercaya mengikat ingatan hingga 90%, yaitu : say and do. Menyatakan, dan melakukan. Ajak secara aktif untuk mempraktikkan apa yang telah dinyatakan. Pengetahuan ini akan terikat dan terinternalisasi menjadi perilaku, lebih baik lagi jika menjadi kebiasaan.
Begitu.
Lalu muncul pertanyaan: dimanakah kegiatan menulis dimasukkan? Semula saya pikir menuis masuk pada bagian ‘say’, mengungkapkan. Ternyata Bapak Profesor berpendapat lain, menulis adalah bagian ‘do’.
MasyaaAllah, betapa cerdas Ali bin Abi Thalib ketika menyatakan: ikatlah ilmu dengan menulis.
Mengikat dengan tulisan, memperpanjang ingatan, melekatkan pengetahuan.
Para shahabat Nabi memang top markotop! Ayo baca shirah nabi, dapatkan banyak inspirasi hidup yang menakjubkan! Belum punya bukunya? Beli,dong. Masa beli barang mahal bisa, beli buku enggan. Gak asyik, ah!

Ibu Guru Umi: menulis agar bahagia
DI apartemen 41 04, Bejaya Apartemen East, 08 MAret 2019 pukul 06.11 WIB.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.